Liputan6.com, Jakarta - Dalam perang melawan polio, banyak hal yang patut dibanggakan. Pertama, masuknya vaksin polio dalam Essential Program on Immunization (EPI) oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 1974 memercepat pengentasan polio di berbagai negara, salah satunya adalah Indonesia.
Sebagai negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia dan lingkungan geografis seluas 1,9 juta kilometer persegi yang kompleks, serta terdiri dari 17.000 pulau, mengentaskan polio di kalangan anak bukanlah hal yang mudah.
Baca Juga
Butuh bertahun-tahun bagi Indonesia, dari konfirmasi kasus polio berbasis klinis hingga berbasis laboratorium pada 1991, untuk memperkenalkan kampanye nasional pada 1995.
Advertisement
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) pun dilaksanakan berturut-turut pada 1995, 1996, dan 1997. Demi mengukuhkan tujuan pengentasan polio, PIN kembali dilaksanakan pada 2002.
Sayangnya, pada April 2005, program pengentasan polio Indonesia mengalami kemunduran saat Laboratorium Polio Nasional di Bandung mengonfirmasi wild poliovirus type 1 yang diisolasi dari spesimen tinja kasus acute flaccid paralysis (AFP) di Sukabumi, Jawa Barat. Lebih banyak kasus kemudian bermunculan di Sumatra dan Jawa.ii
Vaksinasi massal dilakukan di antara anak-anak sepanjang tahun tersebut di pulau-pulau ini dalam beberapa kesempatan. Namun, upaya tersebut tidak berhenti di situ.
Dalam konsultasi dengan WHO, putaran lain vaksinasi massal berlangsung pada Agustus 2006, berfokus pada area-area berisiko tinggi. Ini mencakup 39 kabupaten di provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Jawa Timur, dan meluas ke 8 provinsi di pulau Sumatera dan provinsi pulau Nusa Tenggara Timur.
Kasus terakhir polio yang ditemukan di Indonesia adalah pada Februari 2006, dan pada 2014, bersama dengan semua negara lain di Asia Tenggara, WHO menyatakan Indonesia bebas polio.
Keberhasilan Melawan Polio
Karena keberhasilan masa lalu dalam melawan polio, banyak yang tidak menyadari konsekuensi serius infeksi polio.
Banyak juga yang salah paham, menganggap 'status bebas polio' menjamin kekebalan terhadap wabah masa depan.
Padahal, usaha mengendalikan polio jauh lebih kompleks dibandingkan penyakit menular lainnya, seperti cacar. Virus polio dapat bertahan di lingkungan dan mudah ditularkan.
Ini berarti upaya vaksinasi tidak boleh melambat atau berhenti, dan kita tidak boleh bersikap acuh tak acuh dan berisiko kehilangan kemajuan yang kita capai dengan susah-payah selama beberapa dekade terakhir.
Kembalinya Polio di Indonesia
Di seluruh Indonesia, cakupan vaksinasi polio tetap berada di bawah tingkat rekomendasi WHO, yaitu 95 persen, ditambah kemunduran akibat pandemik COVID-19 di mana vaksinasi COVID-19 lebih diutamakan serta fasilitas dan tenaga medis difokuskan untuk mengatasi pandemi.
Selain itu, daerah seperti Aceh dan Pidie Jaya mencatatkan angka vaksinasi untuk bayi baru lahir masing-masing hanya 50,9 persen dan 17 persen.
Laju vaksinasi polio tidak kunjung naik karena terus menghadapi tantangan yang disebabkan beberapa faktor, seperti beredarnya disinformasi di media sosial yang mampu mengubah pandangan publik terhadap vaksinasi polio, dan kekhawatiran para orang tua terhadap keamanan vaksin.
Advertisement
Tantangan Meningkatkan Vaksinasi Polio
Tantangan meningkatkan vaksinasi polio makin diperparah dengan munculnya lagi polio pada November 2022.
Saat itu, virus polio terdeteksi pada anak laki-laki berusia 7 tahun yang menderita kelumpuhan parsial di provinsi Aceh dekat Sigli.
Sejak itu, tiga kasus lainnya ditemukan di Pidie Jaya, v dan pada Maret 2023, Kementerian Kesehatan RI menginformasikan WHO mengenai temuan circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2) pada seorang bayi perempuan berusia 48 bulan yang menderita AFP di di Purwakarta, Jawa Barat.
Temuan ini menandakan bahwa virus tersebut sudah menyebar secara luas di populasi tersebut.
Vaksinasi Polio Butuh Perhatian Sesegera Mungkin
Sekarang adalah waktunya bertindak untuk menjamin program vaksinasi polio sesuai dengan pedoman terbaru WHO dan dilaksanakan dengan tingkat cakupan di atas 95 persen.
Saat ini, persentase bayi yang menerima minimal satu dosis vaksinasi inactivated polio vaccine (IPV) meningkat dari prakiraan 61 persen pada 2021 ke 77 persen pada 2022.
Namun, risiko ini tidak bisa sepenuhnya ditanggulangi selama masih ada anak-anak yang belum divaksinasi, terutama saat wabah terjadi.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengendalikan situasi sebelum hal buruk terjadi, segera meningkatkan laju dan cakupan vaksinasi polio, dan memastikan bahwa semua anak Indonesia menerima imunisasi polio sesuai jadwal vaksinasi sebelum berusia 1 tahun.
Seperti yang direkomendasikan oleh WHO dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk menyelesaikan wabah polio terkini dan meluncurkan dosis kedua IPV (IPV2) sebagai bentuk perlindungan optimal terhadap polio untuk anak-anak Tanah Air.
Ini adalah langkah yang benar karena pengenalan IPV2 tidak hanya bertujuan untuk melengkapi dosis imunisasi polio yang diperlukan (yaitu kombinasi empat dosis bOPV dan dua dosis IPV), melainkan juga sebagai usaha memperkuat program imunisasi nasional secara keseluruhan.
4 Poin Menjaga Status Bebas Polio
Namun, untuk menjaga status bebas polio dan memastikan cakupan imunisasi polio tetap tinggi, pemerintah lokal perlu sigap bertindak dan bermitra dengan berbagai industri, organisasi non-pemerintah (NGO), dan mitra rantai pasokan melalui kemitraan antara negara dengan pihak swasta agar cepat:
1. Memaksimalkan Jangkauan Layanan Vaksin
Dengan memetakan anak-anak yang belum divaksinasi dan memantau rantai pasokan vaksin
Otoritas kesehatan harus terus mengumpulkan dan menganalisis data imunisasi polio dan memetakan daerah di mana anak-anak belum mendapatkan imunisasi polio.
Data yang relevan, andal, dan tepat waktu bisa memandu program imunisasi nasional serta memperkuat pengiriman vaksinasi dari hulu ke hilir, terutama di komunitas terpencil dengan kebudayaan sosial yang berakar kuat sehingga menolak imunisasi.
2. Mengerahkan Komunitas untuk Advokasi dan Kewaspadaan
Untuk meningkatkan laju vaksinasi dan kepercayaan orang tua terhadap vaksinasi anak, pendekatan komprehensif dan holistik amat penting untuk meluruskan berbagai aspek, termasuk meningkatkan pengetahuan tentang keuntungan dan keamanan vaksin serta melawan disinformasi yang beredar di media sosial dan media lainnya.
Selain itu, kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, NGO, dan sektor swasta krusial dalam mengembangkan strategi dan sarana untuk melibatkan para pemangku kepentingan, mengedukasi para tenaga medis, serta menerangkan kepada para tokoh kesehatan dan masyarakat bahwa imunisasi sangat penting untuk anak.
3. Menyesuaikan Program untuk Mengatasi Kesenjangan
Menyesuaikan program untuk mengatasi kesenjangan sumber daya manusia, fisik, dan finansial serta nuansa budaya.
Pedoman yang sesuai dengan konteks diperlukan untuk mendukung tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan imunisasi secara aman.
Selain itu, sumber daya untuk mengatasi wabah perlu direncanakan dan dikembangkan karena masih ada risiko terjadinya wabah polio akibat cakupan atau penerimaan imunisasi yang rendah.
Mengingat beragamnya budaya, keyakinan, dan persepsi di Indonesia, setiap provinsi memerlukan program yang dapat disesuaikan dan beradaptasi dengan budaya setempat.
4. Memperkuat Usaha Pengawasan dan Evaluasi
Cara lain adalah meningkatkan dukungan di lapangan melalui pengerahan para tenaga kesehatan masyarakat profesional ke daerah marginal yang terhantam polio untuk mendukung pembangunan kapasitas pengawasan dan jaringan laboratorium, perencanaan dan pengawasan kampanye imunisasi, mobilisasi sosial, dan aktivitas lainnya.
Kemudian, selama pandemi COVID-19, komunitas telah mengembangkan berbagai inisiatif untuk memperkuat ketangguhannya melawan wabah di masa depan.
Ini menjadi fondasi sekaligus kesempatan untuk memperkuat pengawasan AFP berbasis komunitas jika diberikan penyuluhan yang memadai mengenai polio dan AFP.
Indonesia telah membuat langkah yang luar biasa dalam membasmi wabah polio terbaru lewat vaksinasi massal.
Perang ini harus terus diperkuat melalui kemitraan antara negara dengan pihak swasta demi membuat Indonesia bebas polio lagi.
Advertisement