Liputan6.com, Jakarta - Primary Percutaneous Coronary Intervention atau Primary PCI adalah tindakan medis yang diyakini efektif menangani serangan jantung.
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Heartology Cardiovascular Hospital Jajang Sinardja, Primary PCI juga kerap disebut tindakan kateterisasi emergensi pada kasus serangan jantung.
Baca Juga
Prosedur ini dilakukan dengan tujuan utama menyelamatkan pasien serangan jantung, dengan membuka kembali arteri koroner sehingga aliran darah ke otot jantung kembali normal.
Advertisement
“Primary PCI merupakan prosedur intervensi non-bedah, cukup dengan memasukkan selang kecil yang fleksibel (kateter) melalui pembuluh pergelangan tangan ataupun pangkal paha menuju arteri koroner yang tersumbat, dan membuka sumbatan tersebut dengan balon maupun stent (ring),” jelas Jajang dalam temu media di Heartology Cardiovascular Hospital, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2023).
Menilik sejarahnya, Primary PCI mulai dikenalkan oleh dokter dari Mid America Heart Institute, Kansas City, Geoffrey Hartzler pada 1980.
Sayangnya, tindakan ini tak langsung disambut baik oleh dunia medis lantaran belum terbukti efektivitasnya. Ditambah, belum lama dari temuan tersebut, ada temuan besar lain yang mampu menurunkan angka kematian serangan jantung.
Temuan tersebut berupa obat pengencer darah bernama trombolitik atau streptokinase. Obar ini dikenalkan oleh dokter dari Rusia dr. Chazov dan dr. Rentrop dari Jerman pada akhir dekade 70-an.
Temuan ini berangkat dari penyebab serangan jantung, yakni gumpalan darah di arteri yang menyumbat aliran darah. Sehingga, mengencerkan darah dinilai sebagai cara efektif untuk mengatasinya.
Trombolitik Bawa Perubahan Besar
Benar saja, trombolitik mampu menolong banyak nyawa dan menurunkan angka kematian akibat serangan jantung.
“Hal ini merupakan terobosan besar di dunia kedokteran khususnya jantung dan menandai dimulainya era reperfusi,” kata Jajang.
Reperfusi memiliki arti “kembali mengalir” lanjut Jajang. Ini menggambarkan aliran darah yang awalnya tersumbat, menjadi kembali mengalir dan menyelamatkan nyawa pasien serangan jantung.
Namun, Geoffrey melihat ada potensi lain yang lebih menjanjikan ketimbang konsumsi obat. Meski banyak mendapat kritik, dia tetap melanjutkan temuannya terkait Primary PCI.
Pada 1983 Geoffrey mempublikasikan pengalaman tindakannya terhadap 41 pasien. Sayangnya, meski mendulang keberhasilan, ia tetap belum mendapat kepercayaan penuh dari dunia medis.
Advertisement
Primary PCI Dianggap Tindakan Berbahaya
Di era itu, tindakan Primary PCI yang dilakukan dengan memasukkan alat ke jantung dianggap berbahaya. Sementara, masih ada cara yang dianggap aman yakni minum obat trombolitik.
Oleh karenanya, tidak ada yang mau mendukung Geoffrey secara finansial. Meski begitu, dokter kelahiran 6 November 1946 itu tetap teguh pada pendirian. Dan melanjutkan tindakan Primary PCI secara diam-diam.
“Pada 1993, Geoffrey melakukan publikasi lagi terkait tindakan terhadap 1.000 pasien,” tutur Jajang.
Dokter Lain Mulai Tertarik
Atas upaya Geoffrey selama 10 tahun melakukan Primary PCI, diam-diam antara 1983 sampai 1993 ada beberapa dokter yang tertarik dengan metode tersebut.
“Dan mereka diam-diam juga mengerjakan di rumah sakitnya kemudian melakukan publikasi tahun 1993.”
Salah satu dokter yang tertarik dengan metode Geoffrey adalah dr. Cindy L. Grines. Dokter tersebut bercerita bahwa pada saat dirinya masih sekolah kardiologi, dia ingin mencoba metode itu, tapi tidak diperbolehkan.
Cindy hanya diperbolehkan untuk melakukan itu jika pasien diberi obat trombolitik terlebih dahulu. Namun, dia berpikir, jika diberi trombolitik terlebih dahulu maka tindakan Primary PCI akan tertunda satu hingga tiga jam.
“Akhirnya dia bersama teman-temannya membuat penelitian, membandingkan penanganan serangan jantung yang pakai obat dan pakai tindakan Primary PCI. Hasilnya, ternyata lebih bagus langsung dilakukan tindakan Primary PCI.”
Dari penelitian tersebut, mulai lah Primary PCI diakui lebih unggul ketimbang penggunaan obat.
“Mulai 1993 tindakan ini mulai tersebar di seluruh dunia,” ucap Jajang.
Advertisement