Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 2.326 perempuan dan 3.760 anak-anak telah meninggal di jalur Gaza hingga Jumat, 3 November 2023.
Ini mewakili 67 persen dari seluruh korban jiwa akibat serangan Israel, sementara ribuan lainnya terluka menurut data Kementerian Kesehatan Palestina.
Baca Juga
Artinya, 420 anak terbunuh atau terluka setiap harinya, beberapa di antaranya baru berusia beberapa bulan.
Advertisement
Kondisi ini diperparah dengan layanan kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak-anak yang sangat terganggu.
Pengeboman membuat fasilitas kesehatan jadi rusak hingga tidak dapat difungsikan. Di sisi lain, padatnya pengungsian, berkurangnya pasokan air dan listrik, serta terbatasnya akses terhadap makanan dan obat-obatan jadi tantangan berikutnya.
Diperkirakan ada 50.000 perempuan hamil di Gaza dan lebih dari 180 kelahiran setiap hari. Sebanyak 15 persen dari mereka kemungkinan besar mengalami komplikasi terkait kehamilan atau kelahiran dan memerlukan perawatan medis tambahan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) para perempuan ini tidak dapat mengakses layanan obstetrik darurat yang mereka perlukan untuk melahirkan dengan aman dan merawat bayi mereka yang baru lahir.
Dengan ditutupnya 14 rumah sakit dan 45 pusat layanan kesehatan dasar, beberapa perempuan harus melahirkan di tempat penampungan, di rumah, di jalanan, di tengah reruntuhan, atau di fasilitas kesehatan yang kewalahan.
Fasilitas kesehatan di Gaza pun kini dihadapkan dengan kondisi sanitasi yang memburuk, sementara terdapat risiko infeksi serta komplikasi medis sedang meningkat.
Fasilitas Kesehatan Jadi Sasaran Serangan Israel
Fasilitas kesehatan tak luput dari sasaran serangan Israel. Pada 1 November, sebuah rumah sakit bersalin yang sangat berpengaruh, yakni Rumah Sakit Al Hilo, dihancurkan.
Kematian ibu diperkirakan akan meningkat karena kurangnya akses terhadap layanan yang memadai. Dampak psikologis dari serangan juga mempunyai konsekuensi langsung pada ibu. Ini bisa mengganggu kesehatan reproduksi, termasuk peningkatan keguguran, bayi lahir mati, dan kelahiran prematur yang disebabkan oleh stres.
Sebelum peningkatan ini terjadi, angka malnutrisi pada ibu hamil sudah tinggi dan berdampak pada kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak.
Ketika akses terhadap makanan dan air memburuk, para ibu kesulitan untuk memberi makan dan merawat keluarga mereka, sehingga meningkatkan risiko kekurangan gizi, penyakit, dan kematian.
Advertisement
Nyawa Bayi yang Bergantung pada Alat
Kehidupan bayi yang baru lahir juga tergantung pada alat seperti inkubator atau alat medis lainnya.
Jika rumah sakit kehabisan bahan bakar atau listrik, kehidupan sekitar 130 bayi prematur yang bergantung pada layanan neonatal dan perawatan intensif akan terancam karena alat-alat itu tak lagi berfungsi.
Lebih dari separuh penduduk Gaza kini berlindung di fasilitas badan pengungsi PPB (UNRWA) dalam kondisi yang memprihatinkan.
Persediaan air dan makanan tidak memadai, menyebabkan kelaparan dan kekurangan gizi, dehidrasi, dan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air.
Menurut penilaian awal UNRWA, 4.600 perempuan hamil yang mengungsi dan sekitar 380 bayi baru lahir yang tinggal di fasilitas ini memerlukan perhatian medis. Telah dilaporkan lebih dari 22.500 kasus infeksi pernafasan akut dan 12.000 kasus diare, hal ini sangat memprihatinkan mengingat tingginya angka malnutrisi.
Upaya PBB
Badan-badan PBB telah mengirimkan obat-obatan dan peralatan penyelamat jiwa ke Gaza, termasuk pasokan untuk bayi baru lahir dan layanan kesehatan reproduksi.
Namun, masih banyak hal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan warga sipil yang sangat besar, termasuk wanita hamil, anak-anak, dan bayi baru lahir.
Di sisi lain, badan-badan kemanusiaan sangat membutuhkan akses yang berkelanjutan dan aman untuk membawa lebih banyak obat-obatan, makanan, air dan bahan bakar ke Gaza.
Sejak 7 Oktober, tidak ada bahan bakar yang masuk ke Jalur Gaza. Sementara, badan-badan bantuan harus segera menerima bahan bakar agar dapat terus memberikan bantuan kepada rumah sakit, pabrik air, dan toko roti.
“Secara khusus, semua pihak harus melindungi anak-anak dari bahaya dan memberi mereka perlindungan khusus yang menjadi hak mereka berdasarkan hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional,” mengutip keterangan resmi WHO, Sabtu (4/11/2023).
Advertisement