Liputan6.com, Jakarta Sanitasi menjadi salah satu hal penting yang menentukan angka stunting di suatu daerah. Sayangnya, 12 persen atau 49.408 keluarga di Banten tidak memiliki sumber air minum utama yang layak.
Bahkan, 48,5 persen atau sebanyak 199.877 keluarga tidak memiliki jamban yang layak. Di sisi lain, 70 persen atau 325.857 keluarga masuk dalam kategori risiko 4Terlalu yakni terlalu muda melahirkan, terlalu tua, terlalu dekat jarak kehamilannya, dan terlalu banyak anak. Sementara, 62,7 persen atau 258.561 keluarga bukan peserta KB modern.
Baca Juga
Data ini diungkap dalam diseminasi Data Keluarga Berisiko Stunting Hasil Pemutakhiran, Verifikasi dan Validasi dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Banten. Diseminasi dilakukan di Kota Serang pada Senin 12 Februari 2024.
Advertisement
Menurut Koordinator Satuan Tugas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Banten, Ricky Febrianto, data tersebut sangat penting untuk diketahui bersama. Sebab, faktor risiko yang mudah diamati dan signifikan dalam memengaruhi terjadinya stunting adalah sanitasi, akses air bersih, serta kondisi 4Terlalu dan kesertaan KB modern.
Di berbagai daerah, upaya penurunan stunting dibantu oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK). Ricky memaparkan, jumlah TPK di Banten sebanyak 8.136, dengan jumlah keluarga risiko stunting mencapai 412.532 keluarga. Ini berarti target sasaran pendampingan per TPK adalah 51 persen.
Apabila melihat anggota TPK yang jumlahnya mencapai 24.408 personil, maka target setiap anggota TPK untuk melaksanakan pendampingan sebesar 17 persen.
Lebih lanjut Ricky mengatakan, pemanfaatan data keluarga risiko stunting (KRS) bisa dijadikan peta kerja TPK dalam melaksanakan pendampingan. Mulai dari pembagian tugas tim, melaporkan update data KRS, menyusun skala prioritas pendampingan hingga memetakan keluarga sasaran pendampingan.
Tahun Penentu Tercapainya Target Penurunan Stunting
Sementara, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Banten, Rusman Efendi, mengatakan bahwa tahun 2024 menjadi tahun penentu tercapainya target penurunan stunting.
Ini sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
RPJMN ini menargetkan penurunan prevalensi stunting hingga mencapai 14 persen pada 2024.
Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, menurut Rusman, kian memperkuat upaya percepatan penurunan stunting secara holistik, integratif, dan berkualitas. Dilakukan melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan.
Advertisement
Pastikan Intervensi Tepat Sasaran
Rusman menambahkan, pendekatan berbasis keluarga berisiko stunting merupakan strategi untuk memastikan bahwa intervensi yang dimasifkan jadi tepat sasaran. Dan dapat menjangkau seluruh keluarga dengan risiko melahirkan anak stunting.
Di samping itu, sinergitas pemutakhiran data, verifikasi dan validasi data keluarga risiko stunting sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan intervensi penanganan stunting di seluruh tingkatan wilayah.
“Tentu saja, data KRS ini harus tersampaikan dengan baik kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting, baik di tingkat provinsi maupun desa.”
Data KRS Turut Mudahkan Penjangkauan Sasaran
Data KRS juga akan memudahkan petugas di lapangan untuk menjangkau langsung ke titik sasaran. Sehingga tercegah lahirnya stunting baru, lanjut Rusman.
Dia pun menyebutkan, persentase jumlah keluarga risiko stunting berdasarkan hasil pemutakhiran, verifikasi dan validasi keluarga berisiko stunting tahun 2022 sebesar 28,91 persen atau sebanyak 532,580 keluarga. Dan mengalami penurunan menjadi 21,95 persen atau 412.535 keluarga pada tahun berikutnya.
Kegiatan diseminasi ini, lanjutnya, adalah upaya menuju satu data provinsi Banten yang lebih akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, dan mudah diakses. Juga dapat dimanfaatkan dan menjadi strategi dan rekomendasi optimalisasi kegiatan prioritas percepatan penurunan stunting provinsi Banten tahun 2024.
Advertisement