Liputan6.com, Jakarta - Para relawan bencana diimbau untuk tidak meminta korban anak menceritakan kembali pengalamannya dalam menyelamatkan diri dari suatu bencana tertentu. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) hal itu akan bisa membangkitkan trauma pada anak.
Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Bencana IDAI Kurniawan Taufiq Kadafi mengatakan, melakukan recall akan menjadi tekanan batin bagi anak.
Baca Juga
"Padahal, melakukan recall (membangkitkan kenangan) seperti itu menjadi tekanan batin buat anak," katanya dalam acara bedah buku "Panduan Penanggulangan Bencana" yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat, dilansir Antara.
Advertisement
Kurniawan yang juga penulis buku mengonfirmasi bahwa cerita soal anak yang selamat dari sebuah bencana alam selalu jadi bahasan menarik di media, namun, upaya dalam menggali informasi itu tidak bisa dilaukan dengan bertanya langsung pada korban anak, tegasnya. Sebaiknya anak didampingi oleh psikolog atau psikiater yang terhubng dalam penanggulangan bencana tersebut.
"Relawan tidak bisa jadi one man show, hubungi psikolog atau psikiater yang terhubung dalam penanganan bencana tersebut," ucapnya.
Proses penggalian informasi, kata Kurniawan, seringkali dilakukan secara berulang-ulang oleh orang yang berbeda-beda, baik wartawan, relawan, juga sesama korban.
Menurutnya, hal tersebut dapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma atau yang dikenal sebagai PTSD. Hal tersebut, kata dia, dapat menyebabkan anak korban bencana yang tinggal di pengungsian menjadi cenderung diam serta sulit makan dan tidur, yang dapat memperburuk kesehatan anak.Â
Â
Pentingnya Kesiapan Hadapi Bencana
Untuk itu, Kurniawan mengimbau--khususnya di Hari Kesiapsiagaan Bencana yang diperingati setiap 26 April, agar para relawan fokus dengan tugasnya membantu para korban bencana, baik secara moril maupun materiel.
Hal senada diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang menekankan pentingnya masyarakat untuk memiliki sikap siap siaga dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana alam.
"Memiliki kesiapan untuk selamat perlu diupayakan masyarakat dengan membangun sense of safety atau sense of defence di tengah kelompok masyarakat," kata Muhadjir (25/4).
Dengan menguasai dua hal itu, kata Muhadjir, maka di manapun masyarakat berada secara otomatis dapat mengenali risiko termasuk mengambil tindakan antisipasi terkait dampak bencana.
Advertisement