Korban Anak Sebaiknya Tak Diminta Ceritakan Berulang-Ulang Pengalaman Selamat dari Bencana, Ini Alasannya

Proses penggalian informasi secara berulang-ulang terkait pengalaman selamat dari bencana yang didapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma atau yang dikenal sebagai PTSD pada anak.

oleh Tim Health diperbarui 27 Apr 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2024, 17:00 WIB
Peringati Hari Kesiapsiagaan Bencana, BNPB Gelar Simulasi dan Mitigasi
Puluhan siswa menyimak instruksi dari personel Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Kawasan Kota Tua, Jakarta, Jumat (26/4/2024). (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Para relawan bencana diimbau untuk tidak meminta korban anak menceritakan kembali pengalamannya dalam menyelamatkan diri dari suatu bencana tertentu. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) hal itu akan bisa membangkitkan trauma pada anak.

Ketua Satuan Tugas Penanggulangan Bencana IDAI Kurniawan Taufiq Kadafi mengatakan, melakukan recall akan menjadi tekanan batin bagi anak.

"Padahal, melakukan recall (membangkitkan kenangan) seperti itu menjadi tekanan batin buat anak," katanya dalam acara bedah buku "Panduan Penanggulangan Bencana" yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat, dilansir Antara.

Kurniawan yang juga penulis buku mengonfirmasi bahwa cerita soal anak yang selamat dari sebuah bencana alam selalu jadi bahasan menarik di media, namun, upaya dalam menggali informasi itu tidak bisa dilaukan dengan bertanya langsung pada korban anak, tegasnya. Sebaiknya anak didampingi oleh psikolog atau psikiater yang terhubng dalam penanggulangan bencana tersebut.

"Relawan tidak bisa jadi one man show, hubungi psikolog atau psikiater yang terhubung dalam penanganan bencana tersebut," ucapnya.

Proses penggalian informasi, kata Kurniawan, seringkali dilakukan secara berulang-ulang oleh orang yang berbeda-beda, baik wartawan, relawan, juga sesama korban.

Menurutnya, hal tersebut dapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma atau yang dikenal sebagai PTSD. Hal tersebut, kata dia, dapat menyebabkan anak korban bencana yang tinggal di pengungsian menjadi cenderung diam serta sulit makan dan tidur, yang dapat memperburuk kesehatan anak. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pentingnya Kesiapan Hadapi Bencana

Untuk itu, Kurniawan mengimbau--khususnya di Hari Kesiapsiagaan Bencana yang diperingati setiap 26 April, agar para relawan fokus dengan tugasnya membantu para korban bencana, baik secara moril maupun materiel.

Hal senada diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang menekankan pentingnya masyarakat untuk memiliki sikap siap siaga dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana alam.

"Memiliki kesiapan untuk selamat perlu diupayakan masyarakat dengan membangun sense of safety atau sense of defence di tengah kelompok masyarakat," kata Muhadjir (25/4).

Dengan menguasai dua hal itu, kata Muhadjir, maka di manapun masyarakat berada secara otomatis dapat mengenali risiko termasuk mengambil tindakan antisipasi terkait dampak bencana.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya