Ketika Para Desainer Muda Prancis Bicara Keberlanjutan di JF3 2024

Melalui karya-karyanya, Vincent Garnier, Guillaume Hiriart Carriat, Bastien Beny, dan Alice Rio Derrey menyampaikan pesan keberlanjutan dalam gelaran JF3 Fashion Festival 2024.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 03 Agu 2024, 22:46 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2024, 20:24 WIB
Fashion JF3
Salah satu koleksi dari para desainer Prancis yang ditampilkan dalam JF3 Fashion Festival 2024. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari sekadar pakaian atau aksesoris yang menghiasi tubuh, fashion adalah sebuah statement atau pernyataan, refleksi diri, juga budaya. Fashion merupakan cara untuk mengekspresikan diri, apa yang diyakini dan bagaimana seseorang melihat dunia.

Fashion tak ubahnya medium yang mewakili kata-kata, menyampaikan makna melalui pola, bentuk, warna, dan tekstur. Seperti yang ditampilkan desainer-desainer muda Pracis pada gelaran JF3 Fashion Festival 2024. Melalui karya-karyanya, Vincent Garnier, Guillaume Hiriart Carriat, Bastien Beny, dan Alice Rio Derrey menyampaikan pesan keberlanjutan.

Guillaume Hiriart Carriat misalnya yang terinspirasi dari style pada masa sang kakek hidup menggabungkan material kulit sapi, sutra dan wol lokal dengan gaya dari Basque, sebuah wilayah di barat daya Prancis.

"Atxi terinspirasi dari kakek saya, Atxi (dibaca: Atchi) berarti 'kakek' di kampung halaman saya di Basque, berlokasi di antara Prancis dan Spanyol. Jadi semua koleksi ini terinspirasi oleh kakek saya, tahun-tahun di mana dia hidup, di antara tahun '50-an hingga '90-an," tutur Guillaume dalam sesi bincang-bincang bersama media, Minggu (28/7), di sela-sela gelaran JF3 di Summarecon Kelapa Gading, Jakarta.

Basque baginya memberi inspirasi tersendiri karena terletak di antara pegunungan dan lautan dan menjadi melting pot bagi budaya dari dua negara. Guillaume mengatakan desain-desainnya menghadirkan romantika gaya masa lalu di mana hidup terasa lebih sederhana dan mudah, namun dengan pendekatan masa kini.

Memiliki kesadaran akan keberlanjutan, khususnya terkait industri fashion, Guillaume mengaplikasikannya ke dalam koleksi-koleksinya dengan memilih menggunakan meterial sisa. Alih-alih menggunakan bahan kulit utuh, desainer yang pernah berlibur ke Bali ini memilih kulit sisa yang dirancangnya sedemikian rupa. Guillaume juga memastikan tidak membuat koleksi dalam jumlah besar sehingga tidak perlu menyimpan sebagian besar koleksinya. Selain itu, dia pun memilih material yang bisa didapat dari wilayah terdekat dan berkegiatan dengan sepeda guna mendukung kampanye berkelanjutan (sustainability).

 

Vincent Garnier Pressiat

Desainer Prancis di JF3 Fashion Festival 2024
Vincent Garnier, Guillaume Hiriart Carriat, Bastien Beny, dan Alice Rio Derrey dalam konferensi pers JF3 2024 di Summarecon Kelapa Gading, Minggu (28/7). (Foto: LIputan6.com)

Begitu pula dengan Vincent Garnier dengan brand fashion Pressiat. Meski Pressiat memproduksi koleksi haute couture, namun Garnier memastikan kerap mendaur ulang koleksi-koleksi terdahulunya menjadi koleksi baru yang tak kalah menarik.

Melalui koleksi bertema ECHO, Vincent Garnier Pressiat menyoroti kecepatan di mana segala sesuatu bergerak. Roda berputar semakin cepat dan semakin cepat mengumpulkan kecepatan ke arah sebuah ledakan apokaliptik. Dia mempertanyakan bagaimana kita dapat memerangi kesia-siaan. Mengadvokasi keabadian (timelessness), koleksi-koleksinya lahir dari daur ulang materi sebelumnya, mengeksekusi langkah kecil terhadap model fashion sirkular.

Alice Rio-Derrey bersama 2 Mai Paris secara nyata memanfaatkan material daur ulang untuk menciptakan koleksi eklektik, maksimalis dan multikultural bagi pria dan wanita.

"Brand saya menggabungkan kain-kain sisa, materi-materi vintage, dan harta karun seconhand menjadi pakaian yang cerah dan unik, memberi nilai sentimental terhadap pakaian. Sustainability adalah kunci dari proses desain kami," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

 

Domestique

Berbeda dari ketiga rekannya, Bastien Beny hadir dengan brand aksesori tas Domestique. Terinspirasi dari benda-benda yang dapat ditemui dalam keseharian, Beny mendesain aksesoris eco-responsible yang inovatif dan versatile. Diproduksi secara hand-made di jantung Kota paris, koleksi aksesoris Domestique terbuat dari kulit sapi yang dirancang menyerupai material lain dengan memanfaatkan teknologi canggih.

"Dengan suatu teknologi terkini, kami membuat tas dari bahan kulit yang menyerupai plastik," tutur Beny.

Domestique memilih produksi artisanal dengan sumber bahan-bahan yang dipilih secara sadar dan teliti, semuanya dirancang agar berkelanjutan dan menghormati lingkungan. Seluruh proses pembuatannya memiliki jejak karbon yang rendah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya