Kemenag Perkuat Program Ketahanan Keluarga, Upaya Tekan Angka Perceraian hingga Stunting

Kemenag bersama Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) memperkuat program Ketahanan Keluarga untuk mengatasi isu perceraian, perkawinan anak, dan stunting.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Des 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 06 Des 2024, 16:00 WIB
Kemenag Perkuat Program Ketahanan Keluarga Guna Tekan Angka Perceraian hingga Stunting
Kemenag Perkuat Program Ketahanan Keluarga Guna Tekan Angka Perceraian hingga Stunting. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin Al Ansori.

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan keluarga mulai dari perceraian hingga stunting adalah tanggung jawab berbagai pihak.

Untuk mengatasi beragam permasalahan ini, berbagai kementerian dan lembaga hingga masyarakat memiliki peran masing-masing. Termasuk Kementerian Agama (Kemenag).

Untuk itu, Kemenag bersama Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) memperkuat program Ketahanan Keluarga untuk mengatasi isu perceraian, perkawinan anak, dan stunting.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kemenag, Kamaruddin Amin, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan, dan masyarakat dalam mengatasi persoalan keluarga.

“Angka perceraian yang tinggi, kasus perkawinan anak, dan prevalensi stunting di atas 20 persen merupakan tantangan serius. Kemenag bersama NU berkomitmen mengatasi masalah ini demi tercapainya Indonesia Emas 2045,” ujar Kamaruddin saat memberi sambutan pada Program Ketahanan Keluarga di Makassar, Kamis (5/12/2024) mengutip laman Kemenag.

Program ini melibatkan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU Sulsel), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) kabupaten/kota, serta badan otonom (Banom) NU.

Kamaruddin mengapresiasi peran NU dalam mendukung berbagai kebijakan pemerintah. “Dukungan NU terhadap program pemerintah di berbagai bidang, seperti pendidikan dan kegiatan sosial, mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Sementara, Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf, atau Gus Yahya, mendorong GKMNU membentuk Satuan Tugas (Satgas) di tingkat kabupaten hingga desa. Ia menegaskan pentingnya pembinaan keluarga sebagai awal pembangunan peradaban.

“Membangun peradaban harus dimulai dari keluarga,” katanya.

Gus Yahya juga meminta Satgas Nasional GKMNU memperkuat koordinasi dengan Kemenag untuk mempercepat program Ketahanan Keluarga.

“GKMNU harus terus bersinergi dengan Kemenag demi mendukung visi Presiden Prabowo, khususnya dalam program makan bergizi untuk menangani stunting,” tutupnya.

Masalah Keluarga Kerap Dimulai dari Keluarga

Dalam kesempatan lain, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji menyampaikan bahwa masalah keluarga kerap dimulai dari keluarga. Karena itu, harus diatasi oleh keluarga, dan solusinya dikembalikan ke keluarga.

Menurutnya, kunci utama untuk mengatasi persoalan keluarga adalah komunikasi baik dengan pasangan maupun anak.

“Jangan biarkan anak 'ngobrol' setiap hari dengan HP," ujar Wihaji pada acara Ngobarmen atau Ngobrol Bareng Menteri di Posyandu Kenanga II, Karawang, Jawa Barat, Rabu (04/12/2024) siang.

Wihaji pun mengajak para remaja untuk menghindarkan diri dari tiga sikap negatif. Yakni, nikah dini, seks bebas dan narkotika. Pasalnya, hal tersebut akan berdampak negatif bagi kehidupan remaja di masa depan. Bahkan mereka berpotensi melahirkan generasi stunting baru.

Prevalensi Stunting Indonesia

Tak lupa, Wihaji berpesan kepada seluruh elemen bangsa untuk bergotong royong melakukan pencegahan stunting.

Diketahui, prevalensi stunting menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 tercatat 21,5 persen. Angka ini harus diturunkan menjadi 18 persen di 2025.  Juga diketahui, saat ini terdapat 8,7 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS).

Untuk itu, Wihaji mengingatkan agar intervensi pencegahan stunting dilakukan lebih fokus. Terutama pada empat hal yakni nutrisi, air bersih, rumah layak huni, dan edukasi.

"Kita punya data by name by address KRS. Kita tinggal carikan orangtua asuh," ujar Wihaji yang turut meluncurkan Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) pada Kamis (05/12/2024).

Kebiasaan Orangtua Merokok Bisa Picu Stunting pada Anak

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menjelaskan bahwa berbagai hal dapat memicu stunting termasuk kebiasaan merokok.

Orangtua perokok tak hanya memicu penyakit bagi diri sendiri tapi juga anak-anaknya. Selain menyerang paru, kebiasaan merokok juga memicu dampak jangka panjang pada anak yakni stunting.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, anak dari orangtua perokok memiliki risiko lebih tinggi alami stunting.

“Setengah dari perokok memulai kebiasaan ini di 15-19 tahun. Masalah lainnya, permasalahan tingginya angka stunting juga disebabkan karena perilaku merokok. Anak dari orang tua perokok memiliki risiko 5,5 persen lebih tinggi terindikasi stunting dibanding anak dari orang tua bukan perokok,” kata Nadia dalam Indonesian Youth Summit on Tobacco Control (IYSTC) di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

“Maka itu jika ingin menurunkan angka kejadian stunting, kita harus mengendalikan faktor penyebabnya dulu, salah satunya merokok,” pungkasnya.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya