Liputan6.com, Jakarta Bencana banjir menggenang beberapa wilayah di Indonesia. Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), banjir terjadi pada awal Maret 2025.
Hal ini disebabkan luapan beberapa sungai di kabupaten Bogor seperti Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas, Sungai Cileungsi dan Sungai Bekasi. Kondisi tersebut sempat melumpuhkan sejumlah daerah di Jabodetabek karena ketinggian air mencapai hingga delapan meter. Hal ini merupakan peringatan akan pentingnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih menyeluruh.
Advertisement
Baca Juga
Data menunjukkan bahwa sungai-sungai tersebut, termasuk Sungai Cisadane yang berhulu di pegunungan Jawa Barat, berada dalam kondisi kritis akibat ekosistem hutan yang terganggu di sekitar DAS. Sungai Cisadane yang memiliki panjang sekitar 126 km juga mengalir di daerah pemukiman padat di Jabodetabek. Sungai ini tidak terlepas dari ancaman alih fungsi lahan dan degradasi ekosistem.
Advertisement
Dalam lima tahun terakhir, luas hutan di Jawa Barat telah menyusut dari 3,206 juta hektar menjadi 2,711 juta hektar dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
Sebagai langkah mitigasi risiko, Proyek PAHALA (Pangrango-Halimun-Salak) dalam 2 tahun terakhir telah menggagas pendekatan berbasis lanskap untuk merestorasi DAS Cisadane secara berkelanjutan. Inisiatif ini merupakan kolaborasi bersama SNV dan Rekonvasi Bhumi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Pihak-pihak ini mendukung pengelolaan DAS secara terpadu dan berkelanjutan melalui penguatan kelembagaan forum multipihak DAS. Ada pula upaya peningkatan sosial ekonomi masyarakat dengan penerapan pertanian regeneratif dan agroforestri serta penguatan kapasitas organisasi kemasyarakatan untuk pengembangan akses pasar dan input.
Penyebab Meningkatnya Risiko Banjir
Kepala Sub Direktorat Pertanian dan Pangan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Gunawan Eko Movianto, menyebutkan bahwa lebih dari 100 DAS di Indonesia masuk kategori kritis.
Adanya praktik deforestasi, alih fungsi lahan, serta praktik pertanian yang kurang ramah lingkungan menjadi salah satu penyebab meningkatkan risiko banjir di musim hujan serta kekeringan di musim kemarau.
Selain itu, pencemaran air akibat limbah domestik dan industri juga menjadi perhatian utama yang harus ditangani bersama.
“Inisiatif program seperti PAHALA di DAS Cisadane Hulu menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, komunitas, dan sektor swasta menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan ekosistem,” kata Gunawan dalam keterangan pers dikutip Senin (17/3/2025).
“Oleh karenanya, saya mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk pemerintah, sektor swasta, lembaga pembangunan, komunitas lokal dan masyarakat, untuk membangun kemitraan yang lebih erat guna memperluas dan memperkuat inisiatif ini,” tambahnya.
Upaya bersama sangat diperlukan agar konservasi hutan, perbaikan tata kelola air, serta praktik pertanian yang lebih berkelanjutan dapat dilakukan secara menyeluruh.
Advertisement
Bogor Punya Peran Strategis Jaga Keseimbangan Ekosistem
Sebagai wilayah hulu bagi DAS Cisadane dan Ciliwung, Kabupaten Bogor memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan curah hujan tinggi serta tekanan alih fungsi lahan yang terus meningkat, diperlukan kebijakan yang lebih efektif dan sinergis antara pemerintah daerah dan nasional untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam.
“Melalui Proyek PAHALA, kerja sama antara Kabupaten Bogor dengan SNV telah terjalin dengan sangat baik. Acara ini menjadi momen penting dalam memperkuat komitmen berbagai pihak untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta memastikan keberlanjutan lingkungan hidup bagi generasi mendatang,” kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bogor, Ir. Suryanto Putra dalam keterangan yang sama.
Suryanto menambahkan, Implementasi Proyek PAHALA diharapkan dapat membantu memperkuat upaya konservasi, dengan pendekatan yang mengintegrasikan kegiatan usaha di kawasan hulu dengan keberlanjutan ekosistem.
“Penting bagi kita untuk dapat memadukan aktivitas ekonomi dengan kelestarian lingkungan, sehingga keduanya tidak saling merusak tetapi justru saling memberikan kontribusi yang positif," lanjutnya.
Libatkan Petani Kelola DAS Cisadane
Guna memastikan keberhasilan skema Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup (PJLH), Rekonvasi Bhumi sebagai salah satu pelaksana Proyek PAHALA mendorong keterlibatan aktor multi-pihak.
Upaya ini mendorong terbentuknya Forum Koordinasi Pengelolaan sub-DAS Cisadane Hulu (FKPCH) yang melibatkan pemerintah kabupaten, sektor swasta, LSM, dan masyarakat.
Selain itu, proyek ini juga memperkenalkan praktik agroforestri regeneratif, meningkatkan kapasitas petani, dan mendukung pengembangan bisnis berbasis komunitas Kelompok Usaha Masyarakat.
“Membangun pemahaman masyarakat bukan hal yang mudah, terutama terkait pentingnya menjaga ekosistem secara berkelanjutan. Namun, kini kesadaran mereka mulai tumbuh, termasuk dalam memahami konsep pembayaran jasa lingkungan, meskipun masih dalam tahap awal.”
Indikator perbaikan lingkungan juga mulai terlihat, termasuk inisiatif warga dalam menjaga kebersihan sungai.
“Harapannya, program ini bisa mencegah bencana ekologis dan memperkuat konservasi air,” ujar perwakilan Rekonvasi Bhumi Bidang Kelembagaan, Rudy Hartono.
Proyek PAHALA di DAS Cisadane Hulu yang menerapkan praktik agroforestri dan pertanian regeneratif telah menghasilkan empat komoditas unggulan, yaitu kopi, minyak atsiri, olahan pala, dan kompos organik.
Advertisement
Menghimpun 600 Petani
Asep Maliki, salah satu petani yang terlibat dalam program ini mengakui adanya manfaat yang dapat dirasakan warga setempat dari proyek ini. SNV melalui proyek PAHALA telah memberikan pendampingan dalam pengolahan minyak atsiri pala bagi kelompok petani.
“Saat ini, kelompok tani saya beranggotakan 13 orang dan sudah mulai berkembang pengelolaan produknya juga. Kami ada rencana untuk meningkatkan skala usaha menjadi koperasi agar lebih banyak masyarakat bisa terlibat,” ujar Asep.
Lebih lanjut Asep menjelaskan, dari awal proyek hingga bulan Februari 2025, kelompok tani telah menghasilkan sekitar 133 kg minyak atsiri pala yang dapat menjadi pemasukan bagi anggotanya.
Sementara, menurut Country Director SNV, Rizki Pandu Permana, dalam dua tahun, proyek ini telah menghimpun 600 petani dan 55 petani unggulan.
Pihaknya juga mendistribusikan lebih dari 7.000 bibit, serta membangun 4 hektar area percontohan atau demplot pertanian regeneratif.
“Ke depan, melalui pendekatan forum multipihak, agroforestri, dan penguatan komunitas, kami berharap PAHALA dapat direplikasi di DAS lain di Indonesia,” harap Rizki.
