Apa pun yang Terjadi, Jangan Pasung Penderita Gangguan Jiwa!

Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Diah Setia Utami, menegaskan penderita gangguan jiwa tidak boleh mengalami pemasungan

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 31 Jul 2013, 13:21 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2013, 13:21 WIB
pasung-130731b.jpg
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Diah Setia Utami, menegaskan bahwa penderita gangguan jiwa tidak boleh mengalami pemasungan.
 
"Apa pun yang terjadi, seberat apa pun gangguan jiwanya, mereka (penderita gangguan jiwa) tetap tidak boleh dipasung," tegas Diah usai peluncuran kampanye ’Lighting the Hope for Schizophrenia’ di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (31/7/2013).
     
Menurut Diah pemasungan justru akan memperburuk kondisi kejiwaan penderita dan tidak akan mengobati penyakitnya.

Hasil observasi Kementerian Kesehatan, ada sekitar 18 ribu penderita gangguan jiwa berat di seluruh Indonesia yang mengalami pemasungan.  

"Kemudian ini yang lalu menjadi fokus kita, itu salah satunya karena akses layanan yang terlampau rendah," jelas Diah.

Selain akses layanan kesehatan jiwa yang masih terlampau minim, stigma masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa itu berbahaya, menular, dan terkutuk, sehingga perlu dijauhi, masih banyak beredar di masyarakat.

"Karena kami sedang galakkan program jauhi pasung, maka tata laksanaan penderita skizofrenia dan gangguan jiwa lainnya harus bisa dilayani baik di layanan primer, sekunder, dan tertier," jelas Diah.
 
Bila layanan kesehatan primer akan diberikan di Puskesmas, maka pelayanan sekunder akan diberikan di Rumah Sakit Umum. Sementara pelayanan tertier akan diberikan di Rumah Sakit Jiwa.

Untuk pelayanan primer, Diah mengungkapkan bahwa Kemenkes sudah memberikan pelatihan kepada para dokter di puskesmas agar siap dan berani menangani kasus-kasus skizofrenia dan gangguan jiwa lainnya termasuk kondisi gawat darurat.
 
"Mereka sudah dilatih dalam waktu lima hari, bagaimana penanganan dan tanggap darurat terhadap kondisi-kondisi tersebut," kata Diah.

Untuk meluruskan stigmatisasi yang salah, pihak Kementerian Kesehatan juga menyiapkan sembilan ribu kader kesehatan jiwa di 12 provinsi Indonesia.

Kedua belas provinsi tersebut merupakan provinsi yang diduga memiliki prevalensi yang tinggi terhadap risiko terjadinya gangguan jiwa berat.

"Ini kerja sama dengan Community Mental Health Nursing dari FKUI, merekalah yang membantu bahwa masyarakat dengan gangguan jiwa itu tidak perlu ditakuti dan bisa kembali pulih," imbuh Diah.

(Abd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya