Jangan Hamil di Usia Kurang 20 Tahun, Bahaya! Kenali Risikonya!

Menikah atau hamil di usia 20 tahun tidak hanya mengalami komplikasi kehamilan namun juga risiko kesehatan jiwa.

oleh Kusmiyati diperbarui 10 Sep 2013, 13:30 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2013, 13:30 WIB
remaja-hamil-130910b.jpg
Para gadis usia kurang dari 20 tahun yang sudah terlanjur menikah dianjurkan untuk menunda kehamilan agar tidak terjadi risiko yang membahayakan bagi ibu dan anak.

"Sebaiknya menikah, hamil atau melakukan persalinan tidak di usia 20 tahun karena risikonya berbahaya bagi ibu dan bayi," ungkap Direktur Direktur Bina Kesehatan Anak Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH ditulis Selasa (9/10/2013).

Menurut Jane, menikah atau hamil di usia kurang 20 tahun bisa menyebabkan risiko tinggi pada ibu dan anak seperti dan juga terganggunya kesehatan jiwa.



Komplikasi kehamilan yang bisa terjadi antara lain

1. Anemia pada kehamilan

Anemia antara lain dapat disebabkan asupan gizi yang kurang di masa tumbuh kembang dan penyakit cacingan atau malaria.

Gejalanya:
Mudah letih, lemah, lesu, mudah mengantuk, pandangan berkunang-kunang dan wajah pucat.

Anemia pada ibu hamil terjadi jika kadar hemoglobinnya (Hb) kurang dari 11 gr/dl. Ini berbahaya bagi ibu dan bayi. Untuk ibu, kondisi ini menyebabkan persalinan menjadi lama, perdarahan yang lebih banyak saat persalinan dan masa nifas, dan berkurangnya produksi ASI.

Jika terjadi anemia berat dengan Hb kurang dari 4 g/dl dapat menimbulkan gagal jantung dan kematian ibu.

Sedangkan untuk bayi, anemia akan menyebabkan keguguran, tehambatnya pertumbuhan janin, lahir prematur, kematian, dan bayi lahir dengan kondisi anemia.

Pencegahan:
  • Konsumsi makanan yang mengandung zat besi hewani seperti daging, hati dan ikan. Selain itu juga penuhi asupan zat besi nabati seperti sayuran hijau, tempe, tahu serta buah-buahan.
  • Minum satu tablet penambah darah sekali sehari, minimal selama 90 tablet selama kehamilan
  • Lakukan pencegahan dan pengobatan penyebab penyakit cacingan dan malaria
  • Jalani hidup bersih dan sehat untuk mencegah cacingan, misalnya cuci tangan dengan sabun dan air bersih.

Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Rs. Omni Pulomas, Sub Spesialis Fertilitas dan Hormon Reproduksi, dr. Caroline Tirtajasa, Sp.OG (K) mengatakan perlunya memperhatikan asupan nutrisi.

"Untuk menjaga bayi agar selalu sehat dalam kandungan perlu makan gizi seimbang dan penuhi asupan nutrisinya. Selain itu ibu juga mesti rutin memeriksakan kandungannya," ungkap dr. Caroline.



2. Tekanan darah tinggi saat hamil

a. Pre eklampsia adalah tekanan darah tinggi pada kehamilan yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

Gejala:

Tekanan darah tinggi (hipertensi), kadang-kadang bengkak pada tungkai (edema pre tibial), disertai adanya protein dalam urin (proteinuri) yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium.

b. Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Ditandai dengan adanya preeklampsia dan kejang.

Gejala:

Sama seperti preeklampsia namun ada tambahan kondisi lain seperti nyeri kepala, penglihatan berkunang-kunang, mual, muntah, kaku kuduk dan kejang.

Hipertensi saat kehamilan sangat berbahaya, bisa berdampak kematian pada ibu dan bayi.

Untuk menghindari terjadinya kedua hipertensi ini, ibu hamil dapat melakukan deteksi dini dengan rutin kontrol secara teratur di tenaga kesehatan.


 
3. Perdarahan saat kehamilan lanjut

Pada kehamilan di usia muda (remaja0 kerap dijumpai kelainan letak plasenta atau ari-ari dan lepasnya plasenta sebelum waktunya yang mengakibatkan perdarahan. Ini dapat mengancam jiwa ibu dan bayinya.

Gejala :

Keluarnya darah dari jalan lahir mulai bercak-bercak sampai yang menggumpal. Lemas, pusing, berkunang-kunang bahkan pingsan.



4. Perdarahan pasca salin

Proses persalinan pada kehamilan remaja sering lebih lama karena belum elastisnya otot-otot dasar panggul. Hal ini mengakibatkan perdarahan pasca persalinan karena kontraksi rahim yang lemah yang dapat mengancam jiwa ibu.

Gejala:
Perdarahan yang tidak berhenti dan kontraksi rahim kurang atau lemah.

Pencegahan:
Selain rutin kontrol kehamilan perlunya asupan gizi seimbang, senam hamil dan konseling persiapan persalinan yang baik.


5. Kegugurun atau abortus

Ini terjadi akibat dari belum sempurnanya kualitas sel telur yang diproduksi pada usia kurang dari 20 tahun.

Gejala:
  • Nyeri perut bagian bawah dan mulas
  • Keluar darah melalu vagina pada kehamilan 22 minggu atau kurang, mulai bercak-bercak, sampai menggumpal, kadang disertai keluarnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi
  • Keadaan ibu lemas, lemah,pucat bahkan pingsan
  • Apabila tidak segera mendapat pertolongan yang memadai dapat terjadi infeksi
  • Ibu demam menggigil

"Segala macam infeksi harus segera diatasi, misalnya infeksi jamur karena dapat mengganggu kehamilan," ungkap dr. Jane.

Selain komplikasi kehamilan, melahirkan di usia kurang dari 20 tahun berisiko pada terganggunya kondisi jiwa sang ibu, seperti cemas dan depresi.



6. Cemas

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, pada umumnya terjadi karena minimnya pengetahuan.

Kondisi yang menyebabkan kecemasan yaitu:
  • Perubahan fisik yang dialami setelah kehamilan
  • Risiko keguguran
  • Perkembangan bayi di dalam rahim
  • Kegiatan-kegiatannya seolah terhambat
  • Peran sebagai ibu
  • Kemampuan ekonomi yang akan berdampak pada perawatan dan pendidikan anak
  • Risiko bayinya meninggal atau cacat ketika dilahirkan.


7. Depresi

Depresi adalah gangguan yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilang gairah hidup.

Deperesi setelah melahirkan berkaitan dengan terganggunya keseimbangan hormon. "Risiko ibu muda mengalami depresi setelah melahirkan akan meningkat jika disertai rasa tidak ingin hamil, hubungan buruk dengan suami dan perkawinan tidak stabil," papar Psikolog Adelina Syarief SE, Mpsi.

Secara sosial budaya, masalah kehamilan atau persalinan masih dianggap sebagai tanggung jawab pihak perempuan. Ini yang menyebabkan depresi.

"Perempuan sekarang bekerja kantoran juga dan sampai rumah langsung mengurus keluarga membuat risiko depresi semakin meningkat," ujar Adel.

(Mia/Abd)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya