Gelombang Aksi Para Dokter di Berbagai Daerah Hari Ini

Di berbagai daerah, Rabu 27 November para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia melakukan berbagai macam aksi.

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 27 Nov 2013, 16:30 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2013, 16:30 WIB
demo-dokter-5-131127b.jpg
Di berbagai daerah, Rabu 27 November para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia melakukan berbagai macam aksi. Kalau di Jakarta ada aksi tafakur dan diam, di beberapa daerah juga melakukan aksi yang sama secara simultan.

Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Palu, Rabu 27 November menggelar aksi solidaritas untuk mendesak aparat agar membebaskan tiga dokter di Manado yang dipenjara karena kasus malapraktik.

Aksi para dokter itu juga diikuti oleh sekitar 250 mahasiwa Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako Palu dan Universitas Alkhairaat Palu.

Mereka menggelar aksi secara damai di halaman kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

Ketua IDI Cabang Palu, Husaema, saat berorasi mengatakan dokter juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.

"Aparat hukum harus melihat kasus itu secara manusiawi sehingga ketiga dokter itu harus dibebaskan," katanya seperti dikutip dari Antara, Rabu (27/11/2013).

Dia juga mengatakan pelayanan kedokteran mengutamakan pada upaya, bukan pada hasil karena kesembuhan merupakam kehendak Tuhan.

"Dokter tidak bisa menghidupkan dan mematikan pasien," katanya.

Menurutnya, setiap dokter terikat pada sumpah dan kompetensi sehingga tidak ada dokter yang berniat jahat atau mencelakakan pasiennya.

"Dokter tidak boleh dikriminalisasi," katanya.

Dia mengatakan penangkapan tiga dokter di Manado, yakni Dewa Ayu Sasiary Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian tidak manusiawi.

"Mereka harus dibebaskan," kata Husaema.

Sejumlah peserta aksi kemudian menemui pejabat Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, dan pertemuan itu berlangsung tertutup.

Usai pertemuan itu, peserta aksi membubarkan diri dengan tertib dengan pengawalan sejumlah petugas kepolisian.

Saat aksi berlangsung sejumlah dokter juga membacakan puisi, membacakan sumpah dokter, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Seluruh dokter kandungan di Kota Palu sepakat tidak melakukan praktik satu hari pada 27 November 2013, namun jika ada kejadian luar biasa akan ditangani.

Banyumas, Aksi Solidaritas
Sementara itu , di Banyumas, ratusan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banyumas, Jawa Tengah, menggelar aksi solidaritas guna menuntut agar dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, Sp.O.G. (dr.Ayu, red.) dibebaskan dari hukuman.

Dalam aksi yang digelar di depan kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Rabu, para dokter dan mahasiswa kedokteran membentangkan spanduk warna merah berukuran 7x1,5 meter yang bertuliskan bertuliskan "Mohon Maaf Kepada separuh Masyarakat, Segenap Dokter di Banyumas Tidak Bisa Memberikan Pelayanan Kecuali Tindakan Emergency (IGD) pada Rabu 27 November 2013" serta spanduk putih berukuran 2x4 meter yang bertuliskan Aksi Solidaritas Menolak Kriminalisasi Dokter. Gerakan Sehari Tanpa Dokter".

Setelah berorasi di depan kampus FKIK Unsoed, Jalan dr Gumbreg, Kelurahan Berkoh, Kecamatan Purwokerto Selatan, para dokter dan mahasiswa kedokteran melakukan "longmarch" menuju gedung DPRD Banyumas di Jalan Kabupaten, Kelurahan Sokanegara, Kecamatan Purwokerto Timur.

Penasihat IDI Cabang Banyumas, dr Budhi Setiawan mengatakan bahwa pihaknya mendatangi gedung DPRD Banyumas untuk menyampaikan memorandum guna diteruskan ke DPR RI.

"Kita tidak boleh diam mengeluh dan menyerah, aksi kita harapannya tidak sampai disini saja jika tuntutan kita belum dipenuhi. Kita menuntut keadilan, karena kita melakukan praktik profesi untuk sosial dan kemanusiaan, tapi jika seperti ini kita marah dan akan melakukan upaya sebagai bentuk solidaritas," kata dia yang juga Wakil Bupati Banyumas.

Salah seorang orator, dr Hendro mengatakan bahwa seluruh rumah sakit milik pemerintah maupun swasta di Banyumas tetap melayani tindakan darurat terhadap pasien meskipun saat ini para dokter menggelar aksi solidaritas untuk dr Ayu.

"Kami mohon maaf, khusus hari ini tidak melayani rawat jalan. Kami sudah siapkan semua agar ada yang berjaga (di rumah sakit, red.) untuk memberikan pelayanan khusus 'emergency', sedangkan klinik umum tidak beroperasi," katanya.

Sementara di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Margono Soekarjo, Purwokerto, sejumlah pasien mengeluhkan aksi mogok yang digelar para dokter.

"Saya datang ke sini sejak pukul 07.00 WIB untuk mengantarkan kakak yang menderita kanker payudara, namun tidak ada dokter yang menangani. Kami sangat kecewa dengan adanya aksi mogok para dokter," kata salah seorang keluarga pasien asal Purbalingga, Abdul Latif.

Salah seorang pasien patah tulang, Anshori mengaku jika sebenarnya telah dijadwalkan untuk menjalani operasi pengambilan pen (alat bantu penyambung tulang, red.) pada hari Rabu (27/11).

Akan tetapi sesampainya di RSUD Margono Soekarjo, kata dia, operasi pengambilan pen batal dilakukan karena para dokter sedang menggelar aksi mogok.

"Saya sangat kecewa. Padahal, saya harus sewa mobil untuk datang ke sini," kata dia yang berasal dari Sumpiuh.

Aksi renungan di Maluku
Di Maluku, Ikatan Dokter Indonesia Maluku dan Kota Ambon hanya melakukan aksi perenungan sebagai wujud solidritas terhadap tiga rekan dokter di Manado yang divonis Mahkamah Agung melakukan malpraktek.

"Memang ada seruan dari IDI pusat dan sejak tadi malam saya sudah korodinasi dengan IDI di sini agar aksi solidaritas ini tidak mengganggu pelayanan pasien di rumah sakit," kata Kepala Dinas Kesehatan Maluku, dr. M. Pontoh di Ambon, Rabu.

Aksi solidaritas dalam bentuk perengungan khusus ini dilakukan para dokter dan berpusa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. M. Haulussy Ambon.

Seruan IDI pusat kepada semua dokter di Indonesia dikeluarkan sebagai aksi solidaritas terhadap tiga orang dokter yang divonis majelis hakim MA bersalah melakukan tindakan malpraktek.

Tindakan tersebut telah mengakibatkan seorang pasien di Manado meninggal dunia sejak tiga tahun lalu dan masalah tersebut berlanjut ke Pengadilan Negeri setempat yang menyatakan ketiga dokter ini tidak bersalah.

Namun jaksa penuntut umum bersama pihak keluarga korban melakukan upaya hukum sampai ke MA dan majelis hakim memutuskan dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani bersama dua rekannya bersalah melakukan tindakan malpraktek.

IDI pusat kemudian mengeluarkan seruan kepada seluruh dokter untuk melakukan aksi solidaritas demi menuntut perlindungan pekerja medis yang berprofesi dokter.

"Kami sudah imbau Ketua IDI Kota Ambon, dr. Hans Liesay maupun IDI Maluku untuk mengikuti ajakan IDI pusat, tapi tidak sampai mengabaikan pelayanan pasien yang kritis maupun pasien miskin di rumah sakit," katanya.

Di Waykanan diimbau tidak mogok
Di Waykanan, Lampung IDI setempat mengimbau dokter yang bertugas di lingkungan pemerintah setempat tidak mogok, mengingat daerah yang masih dinyatakan tertinggal ini mengalami kekurangan tenaga kesehatan.

"Kami mendukung sikap menolak kriminalisasi dokter dan sudah mengirim pernyataan ke Pengurus Besar IDI di Jakarta," ujar Ketua IDI Cabang Waykanan Edwin Rusli, di Blambanganumpu, Rabu.

Namun, katanya menambahkan, melihat kondisi daerah dan masyarakat, IDI Waykanan mengimbau kepada dokter se-Kabupaten Waykanan untuk tetap melayani pasien pada fasilitas kesehatan milik pemerintah tempat para dokter ini bertugas seperti biasa.

"Adapun untuk praktik fasilitas kesehatan swasta atau pribadi, kami serahkan kepada kebijakan masing-masing," ujar dia lagi.

Pernyataan tersebut juga telah dikirimkan kepada Pengurus IDI Lampung, kata Edwin lagi.

Di RSUD ZA Pagaralam di Waykanan, aktivitas para dokter hari Rabu ini tetap berjalan seperti biasa. Hanya ada satu spanduk berukuran sekitar 2x2 meter yang menyatakan IDI Waykanan menyerukan menolak kriminalisasi dokter.

"Aktivitas seperti hari-hari biasa sesuai saran Ketua IDI Cabang Waykanan," ujar Direktur RSUD ZA Pagaralam Raden Heru Susanto.

Terkait mogok dokter secara nasional, sejumlah warga Kabupaten Waykanan menilai aksi tersebut luar biasa karena menyangkut tanggung jawab sosial.

"Saya pikir harus berimbang, dampak terhadap masyarakat juga harus dilihat atas aksi tersebut," kata warga Kampung Tiuhbalak Pasar Kecamatan Baradatu, Widyo Kuncoro.

Widyo menyatakan, tidak ada manusia yang kebal hukum, hal itu yang seharusnya dijunjung tinggi, semua punya hak.

"Hubungan masyarakat dengan dokter adalah profesional, masyarakat membayar, kecuali dia bekerja tanpa dibayar, kalau membayar, outputnya pelayanan bagus harus didapatkan masyarakat," ujar Widyo lagi.

Widyo menyarankan, perbaikan SDM dokter perlu dilakukan, artinya sumber daya manusia mumpuni, bukan yang penting sudah lulus sebagai dokter. Budi Suyanto

Seperti diwartakan, dr Ayu bersama dua rekan sejawatnya, Hendy Siagian (30), Hendry Simanjuntak (38), adalah terpidana kasus malapraktik yang menyebabkan Julia Fransiska Makatey meninggal dunia, April 2010.

Mereka divonis 10 bulan penjara oleh MA karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 361 KUHP, Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau subsidair Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manado, Romi Johanes SH, Theodorus Rumampuk SH MH, dan Maryanti Lesar SH.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya