Pakar Hukum Sarankan Kuasa Hukum Dr. Ayu Fokus ke PK

Praktisi Hukum dari Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Jawa Timur, menganjurkan agar kuasa hukum lebih fokus pada proses PK ke MA

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 28 Nov 2013, 14:30 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2013, 14:30 WIB
dokter-ayu131125b.jpg
Praktisi Hukum dari Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Jawa Timur, menganjurkan agar kuasa hukum lebih fokus pada proses peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) kejadian yang menimpa dokter Ayu, yang tersandung kasus malapraktik.

"Proses hukum itu sudah berlangsung, dan mereka masih punya hak yaitu PK (peninjauan kembali), itu harusnya mekanisme yang ditempuh," kata praktisi hukum Uniska Nur Baedah di Kediri, seperti dikutip dari Antara, Kamis (28/11/2013).

Pihaknya menyayangkan unjuk rasa dan mogok yang dilakukan oleh para dokter, yang disebut mereka sebagai aksi solidaritas atas kasus kriminalisasi dokter Ayu tersebut.

Banyak masyarakat atau pasien yang menjadi korban, karena mereka melakukan mogok. Padahal, sebagai pelayan  medis, tugas mereka untuk melayani masyarakat jauh lebih penting.

Terlebih lagi, para dokter yang statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Mereka sudah diberi gaji oleh pemerintah yang diperoleh dari pajak, yang dibayarkan oleh rakyat.

"Unjuk rasa adalah hak menyampaikan pendapat, akan tetapi jangan abaikan layanan pada masyarakat karena merugikan kepentingan umum, apalagi PNS. Harusnya, mereka lebih mengedepankan kemanusiaan," ucapnya.

Ratusan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota dan Kabupaten Kediri, unjuk rasa di simpang lima gumul (SLG).

Mereka unjuk rasa sebagai bentuk solidaritas atas kasus yang menimpa rekan mereka, dokter Ayu, yang dinilai telah melakukan malapraktik ketika membantu persalinan pasiennya Julia Fransiska Makatey (25).

Para dokter baik umum ataupun spesialis itu menggunakan baju kebesaran mereka, jas putih. Mereka juga membawa berbagai macam tulisan yang isinya tuntutan menolak kriminalisasi profesi dokter.

Selain itu, mereka juga mengenakan pita hitam yang diikatkan di lengan kiri mereka. Pita itu sebagai simbol duka, karena kriminalisasi tersebut. Mereka juga membawa stiker yang isinya penolakan kriminalisasi dokter.

Unjuk rasa itu dipusatkan di SLG Kabupaten Kediri. Mereka juga mendapatkan kawalan yang ketat dari aparat penegak hukum. Setelah dari SLG, mereka melanjutkan aksinya ke kantor DPRD Kabupaten Kediri untuk menyampaikan aspirasinya.

Kejaksaan menangkap dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Dewa Ayu Sasiary Prawani. Ia adalah terpidana dalam kasus malapraktik pada Julia Fransiska Makatey. Eksekusi dilakukan terhadap Ayu setelah putusan inkrah Mahkamah Agung.

Dokter Ayu ditangkap karena terlilit kasus tindak pidana perbuatan kealpaannya yang menyebabkan matinya orang lain. Ia dijebloskan ke tahanan berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Mahkamah Agung, Nomor 365.K/Pid/2012 tanggal 18 September 2012.

Korban Julia merupakan wanita yang sedang hamil anak keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua, pada April 2010.

Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Dr Nurdadi Saleh mengatakan setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan justru malah muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga diputuskan untuk dilakukan operasi sesar darurat.

Menurut dia, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen. Pascaoperasi kondisi pasien menjadi semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia.

Namun, keluarga tidak terima dengan kejadian itu dan menilai terjadi malapraktik. Pada September 2011, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena laporan malapraktik keluarga korban.

Namun saat itu, Pengadilan Negeri (PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni, sebab, dari hasil otopsi ditemukan penyebab kematiannya karena adanya emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara tersebut ada pada bilik kanan jantung pasien, sehingga PN Manado membebaskan dokter tersebut.

Keluarga korban tetap tidak terima dan mengajukan kasus tersebut ke Mahkamah Agung dan dikabulkan. Akhirnya, dr Dewa Ayu, yang merupakan satu di antara terpidana kasus malapraktik diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara.

Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Manado sekitar pukul 11.04 WITA pada awal November 2013 lalu.

(Abd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya