Hindari Jogging Pakai Masker di Tengah Pandemi Corona, Ini Penjelasannya

Sebaiknya hindari jogging pakai masker dan lebih baik melakukannya di tempat yang tidak ramai.

oleh Laudia Tysara diperbarui 01 Jun 2020, 19:20 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2020, 19:20 WIB
Ilustrasi Olahraga Lari (iStockphoto)
Ilustrasi Olahraga Lari (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Melakukan aktivitas olahraga memang sangat dianjurkan. Bahkan aktivitas ini bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia. Misalnya saja seperti olahraga jogging ini. Namun, melakukan olahraga di luar rumah seperti jogging kini menjadi momok bagi sebagain orang. Hal ini disebabkan oleh pandemi Corona COVID-19 yang belum juga mereda. 

Menanggapi permasalahan ini, ternyata masih banyak juga yang melakukan olahraga. Solusi yang mereka ambil yakni jogging atau olahraga di luar rumah menggunakan masker. Tentu saja masker memang sangat dianjurkan karena dapat memperkecil risiko penularan virus Corona COVID-19. Namun, sayangnya belum banyak yang mengetahui bahwa jogging atau berolahraga menggunakan masker justru akan memperburuk sistem pernapasan manusia.

Dilansir dari Fox News (1/6/2020), Seorang pria di Wuhan, China mengalami paru-paru kolpas atau pneumotorak setelah rutin jogging menggunakan masker. Pria ini berusia 26 tahun, mengalami sakit pada dada dan sesak napas hingga harus melalui tahap operasi. Dokter menemukan paru-parunya terkompresi 90 persen dan jantungnya pindah ke sisi kanan tubuhnya.

Berikut penjelasan mengenai menghindari jogging menggunakan masker di tengah pandemi Corona yang sudah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (1/6/2020).

Jogging Menggunakan Masker Membuat Sulit Bernapas

20160303-Ilustrasi lari-iStockphoto
Ilustrasi lari (iStockphoto)

Saat berolahraga seperti jogging, detak jantung manusia akan lebih cepat berdetak. Permasalahannya adalah ketika detak jantung naik maka manusia akan lebih sulit untuk bernapas. Kondisi ini akan diperparah jika pelari menggunakan masker.

Terutama jika pelari menggunakan masker bedah dan masker kain. Masker ini memang sangat baik menyaring udara bahkan memperkecil penyebaran virus Corona COVID-19. Namun, masker ini juga mudah menjadi lembab dan berat karena keringat. Bahkan akan membuatmu menjadi sesak napas karena bahannya yang dapat menghalau udara masuk.

“Hindari memakai masker sekali pakai seperti masker bedah yang sering orang-orang pakai. Masker jenis ini biasanya membuat Anda jadi sesak karena bahannya yang menghalau udara masuk. Kemungkinan saat berolahraga napas Anda malah jadi sesak,” ujar dr. Chaerunisa dikutip dari KlikDokter (1/6/2020).

Berolahraga seperti jogging menggunakan masker sebenarnya boleh saja dilakukan. Asalkan tidak memakai masker bedah atau kain. Melainkan menggunakan masker khusus olahraga. Seperti masker N95 yang bisa juga digunakan untuk berolahraga ketika polusi sedang tinggi.

Risiko dari masker N95 ini tetap masih ada. Kemungkinan terburuknya, pelari justru akan mengalami hiperventilasi. Kondisi ketika pernapasan menjadi cepat atau dalam yang abnormal dan menyebabkan turunnya tekanan darah. Hal ini juga akan semakin memburuk bagi penderita tekanan darah tinggi dan kardiovaskuler.

 

Negara yang Menganjurkan Olahragawan Memakai Masker dan Tidak Memakai Masker

Lebaran Pun Usai, Ingat Jangan Lupa Lakukan 5 Hal Ini
Ilustrasi jogging

Beberapa negara ada yang mengharuskan warganya memakai masker ketika berolahraga. Tidak terkecuali seperti olahraga lari/jogging. Namun, ada juga negara yang sukses memutus penyebaran virus Corona COVID-19 tetapi tidak meminta pelari menggunakan masker.

Dilansir dari The New York Times (1/6/2020), Walikota Boston AS Marty Walsh tetap mengharuskan warganya menggunakan masker saat berolahraga. Detak jantung yang meningkat tidak dijadikan alasan untuk tidak menutup hidung dan mulut.

San Francisco juga mendesak pelari untuk membawa dan menggunakan masker ketika di keramaian. Los Angeles mewajibkan menggunakan masker saat meninggalkan rumah, tetapi tidak ketika berlari dan bersepeda. New York juga menetapkan bahwa ketika berjalan, berlari, dan bersepeda tidak harus memakai masker asal menjaga jarak.

Hongkong yang dikenal paling sukses memutus mata rantai penyebaran virus Corona COVID-19 tidak meminta pelari menggunakan masker. Bahkan jika dihitung, hanya ada sedikit pelari yang menggunakan masker.

“Saya beranggapan bahwa berlari bukan waktu yang tepat untuk menggunakan masker,” ujar Pendiri Kelompok Lari Hongkong Brian Woo dilansir dari The New York Times (1/6/2020).

Cara Tepat Jogging/Berolahraga Saat Pandemi Corona COVID-19

[Bintang] Cara membentuk lengan lebih berotot
Ilustrasi jogging | Via: reps-id.com

Jogging atau berolahraga di tengah pandemi memang tidak disarankan menggunakan masker. Meski demikian, protokol kesehatan tetap harus dilakukan. Pelari tetap harus menjaga jarak sekitar 32 kaki. Pesepeda harus menjaga jarak 65 kaki yang setara dengan panjang empat mobil.

Dilansir dari The New York Times (1/6/2020), para insinyur Belgia dan Belanda menunjukkan bahwa pelari, pejalan cepat, dan pengendara sepeda menciptakan gelombang udara di belakang tubuh mereka. Gelombang udara ini dapat membawa tetesan pernapasan yang dihembuskan lebih jauh dari enam kaki.

Penting juga untuk menghindari berlari atau bersepeda langsung di belakang seseorang dalam jangka waktu lama. Dilansir dari The New York Times (1/6/2020), pemilik Go Run Miami Douglas Nicaragua menyarankan untuk tetap membawa masker ketika berolahraga di luar rumah. Cukup gunakan masker ketika berada di keramaian. Namun, ketika sedang sendirian lebih baik untuk melepasnya.

Hal ini membuat cara tepat berolahraga seperti jogging/lari/bersepeda di tengah pandemi dilakukan saat orang-orang tidak jogging. Tentu saja upaya ini untuk menghindari jalanan yang ramai. Meski beberapa penelitian mengatakan bahwa sirkulasi udara di luar ruangan dapat menghambat penularan virus Corona COVID-19.

"Pendapat pribadi saya adalah jika orang mempraktikkan kebersihan pernapasan yang baik, kebersihan tangan yang sehat, mereka menjauhkan diri mereka secara fisik dari orang lain di luar, dan Anda berolahraga dan berjalan di taman - saya pikir itu sebenarnya praktik kesehatan yang baik di masyarakat," ujar Ahli Epidemiologi Yale School of Public Health Albert Ko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya