Liputan6.com, Jakarta Habib Abu Bakar Assegaf adalah seorang ulama yang dikenal sebagai pimpinan para wali di dunia pada masanya. Ia juga mendapatkan julukan "Al Qutb" atau "pimpinan para wali." kedudukannya di masyarakat membuat sosok Habib Abu Bakar Assegaf, sangat dihormati hingga saat ini.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Setiap hari peringatan wafatnya Habib Abu Bakar Assegaf, banyak jamaah yang berbondong-bondong mengunjungi makamnya yang berada di Gresik. Meskipun sudah puluhan tahun sejak kematiannya, ia masih dianggap memberi banyak manfaat bagi warga sekitar Gresik, termasuk berkah ekonomi bagi berbagai lapisan masyarakat, seperti UMKM, tukang parkir, dan para pedagang.
Habib Abu Bakar Assegaf, menjadi salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di tanah jawa. Berikut riwayat hidup Habib Abu Bakar Assegaf, serta silsilah keluarganya yang Liputan6.com rangkum dari laman laduni.id, Kamis (7/9/2023).
Masa Awal Hidup Habib Abu Bakar Assegaf
Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar As-Segaf lahir pada tanggal 16 Dzulhijjah tahun 1285 H (30 Maret 1869 M) di Besuki, Situbondo, Jawa Timur. Ayahnya adalah Habib Muhammad bin Umar bin Abu Bakar As-Segaf. Keluarga mereka kemudian pindah ke kota Gresik, di mana ayahnya meninggal ketika Habib Abu Bakar masih sekitar usia 2 tahun.
Sejak usia dini, Habib Abu Bakar telah menampakan tanda-tanda bakat kewalian. Kecinta terhadap ilmu pun sudah muncul sejak ia berusia 3 tahun. Ia tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang dan perhatian. Cahaya kebaikan dan kekhususan spiritualnya sudah terpancar dari wajahnya.
Pada usia 3 tahun, ia bahkan mampu mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi pada dirinya. Hal ini dipercayai karena kekuatan dan kejernihan rohaninya serta kesiapan untuk menerima anugerah dan pencerahan dari Allah SWT.
Kemudian, nenek dari pihak ibunya, yang bernama Fathimah binti Abdullah 'Allan, memutuskan untuk mengirim cucunya ke Hadramaut, Yaman, untuk belajar. Pada tahun 1293 H (sekitar usia 8 tahun), Habib Abu Bakar berangkat ke Yaman dengan didampingi oleh salah satu anggota keluarga, Syaikh Muhammad Bazemut.
Ketika tiba di Yaman, tepatnya di kota Seiwun, Habib Abu Bakar disambut dengan sukacita oleh pamannya dan juga guru pertamanya, Habib Abdullah bin Umar As-Segaf. Ia juga disambut oleh Habib Syaikh bin Umar bin Segaf As-Segaf. Ketika pertama kali melihat Habib Abu Bakar, beliau menangis bahagia sampai menciumi dan memeluknya berulang kali. Air matanya tak berhenti mengalir, sebab melihat pancaran sinar kewalian dari wajah Habib Abu Bakar. Lalu beliau mengucapkan satu bait syair,
"Hati para Auliya’ memiliki ketajaman mata, mereka mampu memandang apa yang tidak dilihat oleh manusia lainnya."
Advertisement
Masa Pendidikan Habib Abu Bakar Assegaf
Perjalanan pendidikan Habib Abu Bakar Assegaf dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu masa pendidikan di Hadramaut, Yaman, dan masa pendidikan di Indonesia.
1. Pendidikan di Hadramaut, Yaman
Habib Abu Bakar memulai pendidikannya di Hadramaut, Yaman, dengan belajar dari satu guru ke guru lainnya. Salah satu gurunya adalah pamannya sendiri, Habib Abdullah bin Umar Assegaf, yang memberikan banyak pelajaran kepadanya. Pamannya sengaja membawa Habib Abu Bakar ke dalam perjalanan dakwah untuk membentuk karakter dakwah dalam diri keponakannya, karena ia yakin bahwa Habib Abu Bakar akan menjadi seorang wali.
Selama perjalanan dakwah bersama pamannya, Habib Abu Bakar mendapat doa dari banyak ulama dan wali di Hadramaut, karena mereka melihat tanda-tanda keistimewaan dalam dirinya.
Habib Abu Bakar juga belajar dari Habib Syaikh bin Umar bin Segaf As-Segaf, seorang ulama yang dihormati dan dijadikan rujukan oleh warga Hadramaut. Dari pamannya, ia mempelajari ilmu fikih dan ilmu tasawwuf yang sebelumnya tidak ia ketahui.
Pendidikan yang diberikan oleh pamannya tidak hanya teori, tetapi juga praktik. Hampir setiap malam, ia dibangunkan oleh pamannya untuk melakukan sholat malam atau Qiyamul Lail, meskipun usianya masih sangat muda. Hal ini bertujuan agar Habib Abu Bakar terbiasa menjalankan ibadah yang dianggap suatu kewajiban oleh orang-orang yang mulia di sisi Allah SWT, dan juga untuk meniru keteladanan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Semua pendidikan yang diterima dari pamannya membentuk kepribadian Habib Abu Bakar saat ia tumbuh dewasa. Sejak kecil, hidupnya hanya diisi dengan belajar, beribadah, dan berdoa kepada Allah SWT. Ia juga diajarkan untuk sering mengunjungi makam para ulama salaf, sebuah kebiasaan yang tetap ia lakukan hingga dewasa.
Selain pamannya, Habib Abu Bakar juga belajar dari berbagai ulama terkenal di kota Seiwun, Hadramaut, seperti Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Habib Muhammad bin Ali Assegaf, Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi, Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, Habib Syaikh bin Idrus Al-Aydrus, dan Habib Abdul Qadir bin Ahmad Al-Quthban.
2. Pendidikan di Indonesia
Setelah belajar di Hadramaut, Habib Abu Bakar kembali ke Indonesia pada tahun 1302 H (sekitar usia 17 tahun). Para gurunya di Yaman merasa bahwa ilmu yang dimiliki oleh Habib Abu Bakar sudah cukup dan ia sudah siap untuk berdakwah.
Setelah kembali ke Indonesia, Habib Abu Bakar membawa Habib Alwi bin Segaf Assegaf dan langsung menuju kota kelahirannya, Besuki, Situbondo. Habib Abu Bakar mendalami ilmu agama yang telah ia pelajari di Yaman dan memperdalam ilmunya dengan bimbingan dari pada ulama dan auliya' di tanah Jawa.
Habib Abu Bakar tinggal di Besuki selama 3 tahun sebelum pindah ke Gresik pada tahun 1305 H (sekitar usia 20 tahun). Meskipun masih muda, ia sering mengunjungi para ulama dan auliya' di Gresik.
Selama di Gresik, ia terus menggunakan waktu dengan bijak untuk belajar dan meminta ijazah serta berkah dari ulama salaf seperti Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad, Habib Ahmad bin Abdullah Al-Attas, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Habib Muhammad Al-Muhdhor, dan Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf, serta masih banyak lagi guru lainnya yang ia temui selama di Indonesia.
Perjalanan Dakwah
Setelah menyelesaikan studinya dan kembali ke Indonesia, Habib Abu Bakar Assegaf menjadi pusat perhatian banyak orang. Rumahnya selalu ramai dengan tamu yang datang dari berbagai penjuru. Mereka datang untuk berkunjung, meminta doa, atau mencari solusi untuk masalah mereka. Rumahnya menjadi tempat yang penuh berkah, seperti lebah yang menghasilkan madu.
Pengaruh dan karomah Habib Abu Bakar semakin terlihat, dan banyak para wali mengakui tingkat kewaliannya yang sangat tinggi. Bahkan, beliau pernah bertemu dengan Rasulullah SAW secara langsung, yang menunjukkan derajat kewalian tertinggi. Beberapa pengakuan tentang kewalian beliau meliputi pengakuan dari Habib Muhammad Al-Muhdhor, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad Bogor, dan Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad Jombang.
Habib Abu Bakar mendirikan Majelis Rouhah atas persetujuan dari beberapa Ulama, serta isyarah dari kakek buyutnya yaitu Nabi Muhammad SAW, dan izin dari Allah SWT. Isyarah yang diperoleh Habib Abu Bakar melalui khalwat yang telah beliau lakukan selama kurang lebih 15 tahun. Majelis Rouhah adalah majelis pertama di Gresik yang berfokus pada kajian kitab-kitab tasawwuf dan mendukung pemurnian hati agar selalu dekat dengan Allah SWT.
Majelis Rouhah Habib Abu Bakar Assegaf menjadi pusat perhatian dan berkumpulnya banyak jamaah dari berbagai penjuru. Orang-orang datang untuk mendengarkan kajian, meminta doa, atau mencari keberkahan dalam hidup. Majelis ini mendapat sambutan positif dari masyarakat Gresik dan sekitarnya. Habib Abu Bakar juga mendirikan majelis serupa di Surabaya dan mendapatkan banyak pengikut dan jamaah.
Kehadiran Majelis Rouhah memberikan dampak positif dalam masyarakat. Para jamaah yang mengikuti majelis merasakan ketenangan hati, dan ajaran-ajaran yang diperoleh dari majelis ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Majelis ini juga dihadiri oleh berbagai ulama dan habaib terkemuka.
Setelah 15 tahun berada dalam khalwat, Habib Abu Bakar mendapat izin dari guru-gurunya, terutama Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, untuk keluar dari pengasingannya. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan usia dan kebutuhan akan seorang ulama panutan dalam masyarakat. Habib Abu Bakar kembali berdakwah dan mengadakan majelis di berbagai tempat.
Advertisement
Wafatnya Habib Abu Bakar Assegaf
Habib Abu Bakar Assegaf wafat pada malam Senin tanggal 17 Dzulhijah 1367 H atau 15 Juli 1957 dalam usia 91 tahun. Pada saat menjelang wafatnya, beliau berpuasa selama 15 hari dan sering berkata, "Aku merasa bahagia akan berjumpa dengan Allah SWT." Hal ini menunjukkan bahwa Habib Abu Bakar Assegaf menjalani akhir hidupnya dengan ketenangan, keikhlasan, dan rasa syukur atas kehidupan yang telah dijalani.
Setelah wafat, jenazahnya dimakamkan di sebelah Masjid Jami' Gresik. Makamnya bersebelahan dengan makam guru beliau, yaitu Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf. Pemakaman di dekat guru beliau ini mencerminkan rasa hormat dan penghargaan atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan oleh Habib Alwi.
Perjalanan dakwah yang telah beliau jalani selama hidupnya kemudian dilanjutkan oleh para putranya, yaitu Habib Ali bin Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan Habib Segaf bin Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Mereka mewarisi dan melanjutkan jejak dakwah dan pengabdian ayah mereka dalam menyebarkan Islam dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada masyarakat.
Kisah hidup Habib Abu Bakar Assegaf Gresik merupakan inspirasi bagi banyak orang, mengajarkan nilai-nilai kesabaran, ketabahan, keikhlasan, dan kecintaan pada agama. Semoga kisah hidup beliau memberikan hikmah dan inspirasi bagi kita semua untuk menjalani kehidupan yang penuh makna dan berkah.