Binti Artinya Hubungan Anak Perempuan dan Ayah, Ini Aturan Penggunaannya di Indonesia

Kata binti digunakan sebagai penanda bahwa seseorang adalah anak perempuan dari seorang ayah tertentu.

oleh Laudia Tysara diperbarui 14 Nov 2023, 14:55 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2023, 14:55 WIB
Iustrasi ayah bersama anak perempuannya
Ayah dan anak perempuannya sedang berlarian di padang rumput. (Foto oleh Josh Willink/Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta - Binti artinya apa? Binti adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan di Indonesia untuk menunjukkan hubungan keluarga, khususnya hubungan antara seorang perempuan dengan ayahnya. Kata binti digunakan sebagai penanda bahwa seseorang adalah anak perempuan dari seorang ayah tertentu.

Dalam penulisan nama seseorang, terutama dalam dokumen kependudukan di Indonesia, penambahan "binti" tidak diperkenankan. Jika digunakan untuk keperluan informal maka sah-sah saja. Ini karena aturan terbaru di Indonesia, nama di dokumen kependudukan seperti KTP harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir. Selain itu, panjang nama termasuk spasi tidak boleh melebihi 60 huruf, dan jumlah kata minimal harus dua kata.

Contohnya, jika seorang ayah bernama Ahmad dan memiliki seorang putri, maka nama lengkap putri tersebut bisa menjadi Putri binti Ahmad. Penggunaan "binti" ini berlaku untuk menyatakan afiliasi keluarga dan memberikan informasi tentang hubungan keturunan. Simak penjelasan lengkapnya.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang arti binti dan aturan penggunaannya di Indonesia, Selasa (14/11/2023).

Hubungan Anak Perempuan dan Ayah

ayah
Seorang ayah yang sedang bergosip dengan anak perempuannya sambil menyisir rambut di kamar. (Foto: Unsplash/OPPO Find X5 Pro)

Binti adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang digunakan untuk menunjukkan hubungan keluarga, khususnya hubungan antara seorang perempuan dengan ayahnya. Arti binti dalam bahasa Indonesia, umum digunakan sebagai bagian dari nama seseorang, menandakan bahwa individu tersebut adalah putri dari seorang ayah tertentu.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pada penggunaan praktisnya, binti ditempatkan setelah nama perempuan dan sebelum nama ayahnya. Contohnya, Siti Aisyah -- Abu Bakar, "Siti Aisyah" adalah nama perempuan, dan "Abu Bakar" adalah nama ayahnya. Jadi, ungkapan Siti Aisyah binti Abu Bakar, mencerminkan bahwa Siti Aisyah adalah anak perempuan dari Abu Bakar.

Aturan mengenai penggunaan "binti" pada nama adalah mengikuti pola Nama Ayah + "Binti" + Nama Ayahnya, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya.

Contoh lainnya, jika seorang ayah bernama Ahmad dan memiliki seorang putri, maka nama lengkap putri tersebut bisa menjadi Putri binti Ahmad. Penggunaan "binti" ini berlaku untuk menyatakan afiliasi keluarga dan memberikan informasi tentang hubungan keturunan.

Masyarakat yang menganut aturan ini, penggunaan binti penting dalam penentuan identitas seseorang. Nama lengkap, dengan mencantumkan binti, tidak hanya memberikan informasi tentang individu tersebut tetapi juga menggambarkan kedekatan dan keterikatan dalam lingkup keluarga.

Ini menciptakan suatu sistem yang mempermudah orang untuk melacak asal-usul dan keturunan dalam suatu kelompok masyarakat.

 

Aturan Penggunaannya di Indonesia

Ilustrasi e-KTP
Menggenggam E-KTP. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Melansir dari Indonesia Baik, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Zudan Arif Fakrulloh, memberikan penjelasan tentang penambahan nama orang tua atau bin/binti dalam perubahan nama. Dikemukakannya bahwa penambahan ini dapat diwujudkan tanpa terlalu banyak hambatan jika digunakan untuk hal-hal informal.

Contohnya, dalam lingkup aktivitas sehari-hari atau penggunaan nama di lingkungan sosial yang lebih santai, penambahan ini tidak memerlukan prosedur formal atau syarat khusus.

Namun, Zudan Arif menyoroti perbedaan penting ketika penambahan ini terkait dengan urusan formal, khususnya yang melibatkan perubahan data di dokumen kependudukan seperti e-KTP. Dalam konteks formal ini, dibutuhkan penetapan resmi dari pengadilan sebagai persyaratan yang harus dipenuhi. Kata lainnya, perubahan atau penambahan nama tidak dapat dilakukan sembarangan tanpa persetujuan formal dari lembaga peradilan.

Kejelasan dan aturan dari proses perubahan nama menjadi relevan ketika memahami betapa pentingnya pemberian nama anak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses ini melibatkan pertimbangan yang matang, termasuk nilai-nilai budaya, norma agama, dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan kepatutan dan identitas keluarga.

Dalam hal ini, tindakan perubahan nama atau penambahan bin/binti diharapkan dilakukan dengan penuh pertimbangan etis dan hukum.

Pentingnya memahami aturan terbaru yang mewajibkan pemberian nama anak dengan minimal dua suku kata menegaskan bahwa setiap tindakan perubahan atau penambahan nama harus memenuhi persyaratan administratif yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk memastikan nama anak tidak hanya memenuhi kebutuhan sosial dan budaya, tetapi juga memenuhi tuntutan administratif yang diperlukan, sehingga proses kependudukan dan identifikasi personal berjalan lancar dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Administrasi Pencatatan Nama

Ilustrasi e-KTP (Istimewa)
Ilustrasi e-KTP (Istimewa)

Proses pencatatan nama pada dokumen kependudukan merupakan tugas yang dilaksanakan oleh instansi resmi, seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ("Disdukcapil") Kabupaten/Kota, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Disdukcapil Kabupaten/Kota, atau Perwakilan Republik Indonesia. Dalam melaksanakan pencatatan tersebut, ketiga entitas ini diharuskan mematuhi persyaratan yang telah ditetapkan pada Pasal 4 ayat (1) dan (2) Permendagri 73/2022.

  1. Pertama, nama yang dicatat harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak dapat diartikan secara multitafsir.
  2. Kedua, jumlah huruf dalam nama tersebut maksimal 60 huruf termasuk spasi.
  3. Terakhir, jumlah kata dalam nama minimal harus terdiri dari 2 kata.

Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan juga diatur secara rinci dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permendagri 73/2022. Penggunaan huruf Latin dalam penulisan nama harus mengikuti kaidah bahasa Indonesia, menegaskan pentingnya mempertahankan integritas linguistik. Selain itu, penulisan nama keluarga atau marga, famili, atau nama lain yang terkait dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan, dan semuanya dianggap sebagai satu kesatuan dengan nama individu tersebut.

Selanjutnya, tata cara pencatatan nama juga memberikan ruang untuk mencantumkan gelar pendidikan, adat, dan keagamaan pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el). Penulisan gelar tersebut dapat disingkat, memberikan kelonggaran dalam mencantumkan elemen-elemen identitas tambahan tanpa mengorbankan keterbacaan atau kesesuaian dengan batas jumlah huruf yang telah ditetapkan.

Melalui ketentuan-ketentuan ini, proses pencatatan nama pada dokumen kependudukan tidak hanya mengatur aspek formal administratif, tetapi juga memperhatikan kejelasan, integritas linguistik, dan pemberian fleksibilitas untuk mencantumkan elemen identitas tambahan yang dapat memberikan gambaran lebih lengkap mengenai individu tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya