Liputan6.com, Jakarta Salat tahajud adalah salat yang dilakukan secara sukarela pada malam hari, setelah terlaksananya salat tarawih pada bulan Ramadan. Hukum salat tahajud setelah tarawih dalam Islam adalah mubah yang berarti diperbolehkan. Tidak ada larangan untuk melaksanakan salat tahajud setelah tarawih, di mana beberapa ulama merekomendasikan untuk melaksanakannya sebagai amalan.
Advertisement
Baca Juga
Salat tahajud merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan di bulan Ramadan. Dalam menjalankan ibadah ini, umat Islam sering kali bingung apakah mereka boleh melaksanakan salat tahajud usai tarawih, ataukah harus menunggu hingga waktu tengah malam. Hukum salat tahajud usai tarawih menurut beberapa ulama boleh dilakukan setelah salat tarawih, meskipun hanya dengan dua rakaat.
Advertisement
Pendapat ini didasarkan pada Hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, "Jika salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan salat tarawih, maka janganlah dia meninggalkan salat witir". Namun, ada juga pendapat yang berbeda bahwa salat tahajud sebaiknya dilakukan setelah tidur sejenak dan bangun kembali di tengah malam. Berikut ini hukum salat tahajud usai tarawih yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (12/3/2024).
Bisakah Salat Tahajud Usai Tarawih
Shalat Tahajjud (Qiyaamul Lail) adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari, meskipun tidurnya hanya sebentar. Sangat ditekankan apabila shalat ini dilakukan pada sepertiga malam yang terakhir karena pada saat itulah waktu dikabulkannya do’a.
Dalam bulan suci Ramadan ini, perbincangan seputar hukum pelaksanaan salat Tahajud setelah menunaikan ibadah Tarawih di malam hari, menjadi topik yang mencuat. Para ulama dan ahli agama berperan aktif dalam mengklarifikasi pandangan mereka mengenai hal ini. Menurut Imam Ahmad, seorang ulama terkemuka, salat Tahajud merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam, khususnya di bulan Ramadan. Imam Ahmad menjelaskan bahwa meskipun telah melaksanakan Tarawih, melanjutkan dengan sholat Tahajud akan membawa manfaat berupa tambahan pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Sheikh Abdul Rahman yang menekankan bahwa sholat Tahajud memberikan kesempatan emas, untuk berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Melaksanakan sholat ini setelah Tarawih dianggap sebagai langkah yang dapat menambah keberkahan dan spiritualitas, dalam bulan Ramadan yang penuh berkah ini.
Namun, di sisi lain, ada pandangan lain dari beberapa ulama yang menyatakan bahwa jika seseorang merasa lelah atau tidak mampu untuk melaksanakan sholat Tahajud setelah Tarawih, maka boleh untuk tidak melakukannya. Mereka menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan kebugaran fisik saat menjalani ibadah di bulan Ramadan.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa shalat malam tidak dibatasi jumlah raka’atnya, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua raka’at salam, dua raka’at salam. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar).
Advertisement
Hukum Salat Tahajud Usai Tarawih
Hukum shalat Tahajjud adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Shalat sunnah ini telah tetap berdasarkan dalil dari Al-Qur-an, Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ kaum Muslimin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam, lakukanlah shalat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat ke tempat yang terpuji” [Al-Israa/17 :79]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”
Ustadz Khalid Basalamah menambahkan pada riwayat lain disebutkan 13 rakaat, karena Witirnya 5 rakaat baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.
Berikut bunyi hadits selengkapnya:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَة
Dari A’isyah, istri Nabi Muhammad SAW, ia berkata, "Rasulullah pernah melakukan sholat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau sholat witir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Namun pengakuan Aisyah RA ini ketika Rasulullah SAW berada di rumahnya, sementara Nabi SAW juga pernah melakukan sholat malam di mesjid.
Tata Cara, Niat dan Doa Shalat Tahajud
Shalat Tahajud dapat dilakukan setelah bangun tidur di malam hari. Tidak ada batas maksimal jumlah rakaatnya. Hendaknya setiap malam tidak dikosongkan dari shalat Tahajjud, meskipun dua rakaat.
Adapun bacaan surat setelah al-Fatihah dapat memilih surat mana saja dalam Al-Qur’an. Baik surat pendek maupun surat panjang. Namun menurut Al-Habib Abdullah Al-Haddad, hendaknya yang dibaca adalah Al-Qur’an mulai awal dan seterusnya, sehingga tiap bulan, tiap 40 hari, atau jangka waktu yang lebih banyak atau sedikit dari waktu tersebut orang dapat mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat Tahajud, sesuai kadar kesemangatannya.
Shalat Tahajud dapat dilaksanakan sebagaimana shalat-shalat sunnah lainnya, yaitu dua rakaat salam sebagaimana berikut:
1. Mengucapkan niat shalat Tahajud:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Ushallî sunnatat tahajjudi rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku menyengaja shalat sunnah Tahajud dua rakaat karena Allah ta’ala.”
2. Niat dalam hati bersamaan takbîratul ihrâm, dan seterusnya sampai salam setelah dua rakaat.
3. Setelah salam atau selesai seluruh shalat kemudian membaca doa:
اَللهم رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ واْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاءُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ. اَللهم لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي. أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لآ اِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
Allâhumma rabbanâ lakal hamdu. Anta qayyimus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta mâlikus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta nûrus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haqq. Wa wa‘dukal haqq. Wa liqâ’uka haqq. Wa qauluka haqq. Wal jannatu haqq. Wan nâru haqq. Wan nabiyyûna haqq. Wa Muhammadun shallallâhu alaihi wasallama haqq. Was sâ‘atu haqq. Allâhumma laka aslamtu. Wa bika âmantu. Wa ‘alaika tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khâshamtu. Wa ilaika hâkamtu. Fagfirlî mâ qaddamtu, wa mâ akhkhartu, wa mâ asrartu, wa mâ a‘lantu, wa mâ anta a‘lamu bihi minnî. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru. Lâ ilâha illâ anta. Wa lâ haula, wa lâ quwwata illâ billâh.
Artinya:
“Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian pula Nabi Muhammad ﷺ itu benar. Hari Kiamat itu benar. Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah.”
Advertisement