Liputan6.com, Jakarta Perayaan tahun baru Masehi kerap diwarnai berbagai tradisi, termasuk meniup terompet. Aktivitas ini dianggap sebagai simbol kemeriahan menyambut pergantian tahun. Namun, bagi sebagian umat Islam, kebiasaan ini memunculkan pertanyaan tentang hukumnya dalam pandangan agama.
Islam mengajarkan umatnya untuk bijak dalam menjalankan tradisi, terlebih yang tidak memiliki dasar dalam ajaran agama. Tradisi meniup terompet, meskipun terlihat sederhana, mengundang perdebatan karena dianggap menyerupai kebiasaan budaya lain yang bertentangan dengan syariat.
Baca Juga
Lalu, bagaimana hukum meniup terompet dalam Islam? Apakah tindakan ini sekadar kebiasaan atau memiliki implikasi yang lebih besar dalam hal akidah dan ibadah? Artikel ini akan mengulas pandangan para ulama serta dalil-dalil yang relevan.
Advertisement
1. Sejarah Tradisi Meniup Terompet di Tahun Baru
Tradisi meniup terompet pada malam tahun baru sudah berlangsung lama dan diadopsi dari budaya Barat. Akar kebiasaan ini tidak memiliki kaitan dengan agama, melainkan sebagai bentuk ekspresi kegembiraan.
Dalam Islam, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW atau para sahabat merayakan pergantian tahun dengan cara ini. Tradisi ini kemudian dianggap tidak memiliki dasar dalam syariat dan dipandang sebagai kebiasaan yang diimpor dari budaya lain.
Sebagian ulama menyarankan umat Islam untuk tidak terjebak dalam tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, terlebih jika kebiasaan tersebut berpotensi melanggar syariat atau menyerupai budaya agama lain.
Advertisement
2. Hukum Islam Tentang Meniup Terompet
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa meniup terompet pada malam tahun baru adalah kebiasaan yang subhat, atau tidak jelas hukumnya. Berdasarkan hadis Rasulullah SAW, tindakan yang membuang-buang harta untuk hal yang tidak bermanfaat, seperti membeli terompet, dapat tergolong makruh.
Lalu jika tradisi meniup terompet dilakukan secara terus-menerus dan melibatkan unsur pemborosan, maka hukumnya dapat bergeser menjadi haram.
3. Perspektif Ulama: Tradisi atau Ibadah?
Buya Yahya menjelaskan bahwa meniup terompet pada dasarnya mubah atau boleh, selama tidak disertai niat menyerupai budaya agama lain. Namun, ia menegaskan pentingnya menjaga identitas sebagai umat Islam.
Dijelaskan oleh Buya Yahya bahwa meniup terompet sendiri merupakan kebiasaan orang, jadi tidak ada masalah dengan kegiatan tersebut. Namun, jika itu adalah budaya di luar Islam dan tidak sesuai, maka umat Islam tidak boleh menirunya.
Melalui pendekatan ini, umat Islam diajak untuk bijak memilah tradisi yang tidak bertentangan dengan syariat, tanpa melupakan nilai-nilai toleransi dan saling menghormati.
Advertisement
4. Dalil tentang Menyerupai Kaum Lain
Hadis yang berbunyi: "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka" menjadi dasar penolakan terhadap kebiasaan yang menyerupai budaya non-Islam.
Dalam konteks meniup terompet, ulama menyebutkan bahwa terompet adalah simbol khas kaum Yahudi. Rasulullah SAW pun tidak menyukai penggunaan terompet, bahkan untuk keperluan ibadah, karena identitasnya sebagai alat kaum tertentu.
5. Pentingnya Toleransi dan Saling Menghormati
Meski Islam memiliki pandangan tegas tentang beberapa tradisi, umat Muslim diajarkan untuk menjaga hubungan harmonis dengan pemeluk agama lain. Buya Yahya menekankan bahwa menghormati budaya orang lain adalah bagian dari ajaran Islam.
Hal ini bukan berarti mengabaikan akidah, melainkan menjaga keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip ini penting untuk memperkuat toleransi tanpa mengorbankan nilai-nilai Islam.
Advertisement
1. Apakah meniup terompet saat tahun baru haram?
Hukumnya tergantung pada niat dan konteksnya. Jika dilakukan tanpa maksud menyerupai budaya lain dan tidak melanggar syariat, hukumnya mubah. Namun, jika disertai unsur pemborosan atau menyerupai budaya agama lain, hukumnya makruh atau bahkan haram.
2. Apakah semua ulama sepakat tentang hukum ini?
Tidak semua ulama sepakat. Beberapa memandangnya sebagai kebiasaan yang netral, sementara yang lain menganggapnya bertentangan dengan syariat karena menyerupai budaya non-Islam.
Advertisement
3. Bagaimana cara menyambut tahun baru yang sesuai syariat?
Umat Islam disarankan untuk memanfaatkan momen tahun baru dengan kegiatan positif seperti berdoa, introspeksi diri, dan memperbaiki ibadah.