Liputan6.com, Jakarta THR atau Tunjangan Hari Raya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem ketenagakerjaan di Indonesia selama lebih dari tujuh dekade. Sebagai bentuk apresiasi terhadap pekerja, singkatan THR tidak hanya bermakna sebagai tambahan penghasilan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya yang mengakar dalam masyarakat Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Di era modern, singkatan THR telah berkembang dari sekadar tradisi menjadi hak yang dilindungi undang-undang. Regulasi yang ketat melalui berbagai peraturan pemerintah menjadikan THR sebagai salah satu bentuk perlindungan kesejahteraan pekerja yang wajib dipenuhi oleh pemberi kerja.
Pemahaman tentang singkatan THR dan segala aspeknya menjadi sangat penting, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja. Hal ini untuk memastikan hak dan kewajiban terkait THR dapat terpenuhi dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk memahami lebih dalam tentang THR dan aturannya, simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (16/1/2025).
Pengertian THR dan Asal-Usulnya
Singkatan THR memiliki kepanjangan Tunjangan Hari Raya, yaitu pendapatan tambahan di luar gaji yang wajib diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. Landasan hukumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Sejarah singkatan THR di Indonesia dimulai pada era 1950-an, tepatnya saat kepemimpinan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo. Awalnya, THR hanya diberikan kepada pegawai negeri dengan nominal sekitar Rp200 yang kala itu setara dengan 17,5 dolar AS. Seiring waktu, kebijakan ini berkembang menjadi hak universal bagi seluruh pekerja.
Perkembangan signifikan terjadi pada tahun 1994 ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 yang secara resmi mewajibkan pemberian THR kepada seluruh pekerja di sektor swasta. Ini menjadi tonggak sejarah penting dalam penyetaraan hak antara pegawai negeri dan swasta.
Advertisement
Regulasi dan Ketentuan THR
Regulasi THR di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan untuk mengikuti perkembangan dunia ketenagakerjaan. Peraturan terbaru tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi pekerja dan pemberi kerja, tetapi juga mempertimbangkan berbagai aspek seperti fleksibilitas dalam kondisi khusus dan perlindungan bagi pekerja non-permanen.
Landasan hukum utama pemberian THR diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 dan yang terbaru, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024. Setiap regulasi memberikan penyempurnaan dan kejelasan lebih detail tentang mekanisme pemberian THR.
Siapa Saja yang Berhak Menerima THR?
Berdasarkan regulasi terkini, setiap pekerja yang telah memiliki masa kerja minimal satu bulan secara terus menerus berhak mendapatkan THR. Ketentuan ini berlaku universal untuk:
- Pekerja tetap dengan segala bentuk perjanjian kerja
- Pekerja kontrak atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
- Pekerja harian lepas yang telah bekerja minimal 1 bulan
- Pekerja paruh waktu dengan jam kerja fleksibel
- Pekerja yang masih dalam masa percobaan
Regulasi juga mengatur perlindungan khusus bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja menjelang hari raya. Mereka tetap berhak mendapatkan THR secara proporsional sesuai masa kerja, asalkan pemutusan hubungan kerja bukan karena pelanggaran berat.
Kapan THR Harus Dibayarkan?
Waktu pembayaran THR telah diatur secara ketat dalam regulasi untuk memastikan pekerja dapat mempersiapkan perayaan hari raya dengan baik. Ketepatan waktu pembayaran THR tidak hanya menjadi kewajiban hukum bagi pemberi kerja, tetapi juga mencerminkan penghargaan terhadap hak pekerja dalam merayakan hari besar keagamaan.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, THR wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan yang dirayakan oleh pekerja. Tenggat waktu ini berlaku untuk semua jenis pekerja dan semua hari raya keagamaan yang diakui di Indonesia, termasuk:
- Idul Fitri bagi pekerja Muslim
- Natal bagi pekerja Kristiani
- Galungan bagi pekerja Hindu
- Waisak bagi pekerja Buddha
- Imlek bagi pekerja Kong Hu Cu
Dalam implementasinya, pemberi kerja perlu memperhatikan beberapa aspek penting terkait waktu pembayaran THR:
- Pembayaran harus dilakukan secara penuh sesuai perhitungan yang berlaku
- Tidak diperkenankan membayar THR secara bertahap kecuali ada kesepakatan tertulis
- Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer bank atau tunai
- Â Pemberi kerja wajib memberikan bukti pembayaran THR
- Keterlambatan dalam pembayaran THR akan dikenakan sanksi berupa:
- Denda administratif sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan
- Sanksi dapat bertambah sesuai lamanya keterlambatan
- Pemberi kerja tetap wajib membayar THR meskipun sudah dikenakan denda
- Sanksi tambahan berupa pembatasan kegiatan usaha bagi pelanggar berulang
Untuk menghindari keterlambatan, pemberi kerja disarankan untuk:
- Melakukan perencanaan anggaran THR sejak awal tahun
- Mempersiapkan perhitungan THR minimal satu bulan sebelum hari raya
- Memastikan ketersediaan dana untuk pembayaran THR
- Mengkomunikasikan jadwal pembayaran THR kepada pekerja
Kepatuhan terhadap jadwal pembayaran THR menjadi kunci dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis. Ketepatan waktu tidak hanya menghindari sanksi hukum, tetapi juga membantu pekerja dalam mempersiapkan perayaan hari raya dengan lebih baik dan tenang.
Fleksibilitas dalam Kondisi Khusus
Pemerintah memahami bahwa dalam situasi tertentu, perusahaan mungkin menghadapi tantangan dalam memenuhi kewajiban pembayaran THR. Untuk mengakomodasi hal ini, regulasi terbaru memberikan beberapa opsi fleksibilitas yang dapat ditempuh melalui mekanisme yang telah ditetapkan, dengan tetap memperhatikan kepentingan kedua belah pihak.
1. Pembayaran THR Secara Bertahap
Dalam kondisi perusahaan mengalami kesulitan finansial yang signifikan, pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap. Mekanisme ini memerlukan kesepakatan tertulis antara pengusaha dan pekerja yang memuat jadwal pembayaran yang jelas. Penting untuk dicatat bahwa opsi ini bukan berarti pembebasan dari kewajiban membayar THR, melainkan sebuah solusi win-win yang memungkinkan perusahaan tetap memenuhi kewajibannya sambil menjaga keberlangsungan usaha.
2. Restrukturisasi Pembayaran THR
Perusahaan dapat mengajukan permohonan restrukturisasi pembayaran THR melalui mekanisme dialog bipartit. Proses ini harus melibatkan transparansi penuh mengenai kondisi keuangan perusahaan dan didasarkan pada itikad baik kedua belah pihak. Hasil kesepakatan restrukturisasi harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh kedua pihak dan dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.
3. Keringanan Sanksi Keterlambatan
Dalam situasi force majeure seperti bencana alam atau krisis ekonomi yang berdampak signifikan, perusahaan dapat mengajukan permohonan keringanan sanksi keterlambatan pembayaran THR. Pengajuan ini harus disertai bukti-bukti yang mendukung dan mendapat persetujuan dari otoritas terkait. Keringanan sanksi tidak menghapuskan kewajiban pembayaran THR, tetapi memberikan ruang bagi perusahaan untuk memenuhi kewajibannya tanpa beban denda yang memberatkan.
4. Penyesuaian Komponen THR
Regulasi memungkinkan adanya penyesuaian komponen THR dalam kondisi khusus, namun tetap harus memenuhi nilai minimal yang ditetapkan undang-undang. Penyesuaian ini harus dilakukan melalui dialog konstruktif dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan dan kebutuhan pekerja. Setiap penyesuaian wajib didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan jelas kepada seluruh pekerja.
5. Mekanisme Pembayaran Alternatif
Dalam situasi tertentu, pembayaran THR dapat dilakukan melalui mekanisme alternatif yang disepakati bersama. Ini bisa mencakup kombinasi pembayaran tunai dan non-tunai, atau skema pembayaran bertahap dengan jadwal yang disepakati. Setiap alternatif pembayaran harus memenuhi prinsip keadilan dan tetap menjamin terpenuhinya hak pekerja secara penuh.
Penerapan fleksibilitas dalam pembayaran THR memerlukan pemahaman dan kerjasama dari semua pihak. Perusahaan harus transparan dalam menjelaskan kondisinya, sementara pekerja perlu memahami tantangan yang dihadapi perusahaan. Dialog yang konstruktif dan kesepakatan yang saling menguntungkan menjadi kunci dalam menerapkan fleksibilitas ini tanpa mengorbankan hak-hak mendasar pekerja.
Advertisement
Panduan Perhitungan THR
Perhitungan THR didasarkan pada beberapa komponen dan kriteria yang telah ditetapkan dalam regulasi. Berikut adalah panduan lengkap cara menghitung THR:
Komponen Dasar Perhitungan
- Gaji pokok
- Tunjangan tetap (seperti tunjangan jabatan, keluarga, transport)
Formula Perhitungan THR
Untuk pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih:
- THR = 1 bulan upah (gaji pokok + tunjangan tetap)
Untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan:
- THR = (masa kerja ÷ 12) × penghasilan satu bulan
Memahami cara perhitungan THR yang benar adalah kunci untuk memastikan terpenuhinya hak dan kewajiban kedua belah pihak secara adil. Bagi pemberi kerja, ketepatan perhitungan membantu dalam perencanaan anggaran dan menghindari perselisihan di kemudian hari. Sementara bagi pekerja, pemahaman ini memungkinkan mereka memverifikasi THR yang diterima dan memastikan hak-haknya terpenuhi sesuai ketentuan. Jika terdapat ketidakjelasan dalam perhitungan, kedua belah pihak disarankan untuk berkomunikasi secara terbuka atau berkonsultasi dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Pengawasan dan Sanksi
Untuk memastikan implementasi pemberian THR berjalan sesuai ketentuan, pemerintah telah membangun sistem pengawasan yang komprehensif disertai dengan mekanisme sanksi yang tegas. Sistem ini dirancang untuk melindungi hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan kewajiban pemberian THR. Berikut adalah penjelasan detail tentang sistem pengawasan dan sanksi yang berlaku:
1. Posko Pengaduan THR
Menjelang hari raya keagamaan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan di setiap daerah membuka posko pengaduan THR. Posko ini menjadi garda terdepan dalam mengawasi pelaksanaan pemberian THR dan menampung berbagai keluhan terkait THR. Petugas yang bertugas di posko telah dibekali pemahaman mendalam tentang regulasi THR dan mampu memberikan solusi cepat untuk berbagai permasalahan yang muncul.
2. Tim Pengawas Ketenagakerjaan
Pemerintah membentuk tim pengawas khusus yang bertugas melakukan pemantauan aktif terhadap pelaksanaan pemberian THR. Tim ini melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan-perusahaan, memeriksa dokumen pembayaran THR, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Pengawasan ini dilakukan secara sistematis dengan melibatkan berbagai unsur termasuk serikat pekerja dan asosiasi pengusaha.
3. Sistem Pelaporan Online
Dalam era digital, pengawasan THR juga memanfaatkan platform pelaporan online yang memungkinkan pekerja melaporkan pelanggaran THR secara cepat dan mudah. Sistem ini dilengkapi dengan fitur pelacakan status pengaduan, memungkinkan pelapor memantau perkembangan kasusnya. Data yang terkumpul melalui sistem ini juga membantu pemerintah dalam memetakan tingkat kepatuhan pemberian THR di berbagai sektor dan wilayah.
4. Sanksi Administratif
Pelanggaran terhadap ketentuan THR dikenakan sanksi administratif yang berjenjang. Dimulai dari teguran tertulis sebagai peringatan awal, sanksi dapat meningkat menjadi pembatasan kegiatan usaha jika pelanggaran berlanjut. Dalam kasus yang serius, pemerintah berwenang menghentikan sementara operasional perusahaan hingga kewajiban THR dipenuhi.
5. Denda Finansial
Keterlambatan pembayaran THR dikenakan denda sebesar 5% dari total nilai THR yang harus dibayarkan. Denda ini bersifat akumulatif, artinya semakin lama keterlambatan, semakin besar denda yang harus dibayar. Pembayaran denda tidak menghapuskan kewajiban perusahaan untuk tetap membayar THR secara penuh kepada pekerjanya.
6. Mekanisme Penyelesaian Perselisihan
Ketika terjadi sengketa terkait THR, tersedia mekanisme penyelesaian yang bertingkat. Dimulai dari dialog bipartit antara pekerja dan pemberi kerja, berlanjut ke mediasi oleh Dinas Ketenagakerjaan, hingga penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial jika diperlukan. Setiap tahapan memiliki prosedur dan jangka waktu yang jelas untuk memastikan penyelesaian yang efektif.
7. Pengawasan Preventif
Selain pengawasan reaktif, pemerintah juga menerapkan pengawasan preventif melalui program edukasi dan sosialisasi regulasi THR. Program ini bertujuan meningkatkan pemahaman tentang hak dan kewajiban terkait THR, sehingga dapat mencegah terjadinya pelanggaran dan perselisihan.
Efektivitas sistem pengawasan dan penegakan sanksi THR sangat bergantung pada partisipasi aktif semua pemangku kepentingan. Pekerja perlu proaktif melaporkan pelanggaran, pemberi kerja harus menunjukkan itikad baik dalam memenuhi kewajibannya, dan pemerintah harus konsisten dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Dengan kerjasama yang baik, diharapkan implementasi pemberian THR dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat optimal bagi semua pihak.
Singkatan THR telah berkembang dari sekadar bonus menjadi hak normatif yang dilindungi undang-undang. Pemahaman yang baik tentang regulasi, perhitungan, dan mekanisme pemberian THR sangat penting untuk memastikan hak dan kewajiban terpenuhi dengan baik.
Bagi pekerja, penting untuk memahami hak-hak terkait THR dan mekanisme pengaduan jika terjadi pelanggaran. Sementara bagi pemberi kerja, kepatuhan terhadap ketentuan THR tidak hanya menghindari sanksi, tetapi juga menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan produktif.
Advertisement