Liputan6.com, Jakarta - Tradisi Lebaran Ketupat di Jawa Timur merupakan warisan budaya yang kaya makna dan perlu dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama generasi muda.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Memahami tradisi ini penting untuk menjaga kelestarian budaya lokal dan memperkuat identitas bangsa. Lebaran Ketupat, dirayakan seminggu setelah Idul Fitri (8 Syawal), merupakan perayaan unik masyarakat Jawa Timur yang sarat dengan nilai religius, sosial, dan filosofis.
Bukan sekadar menikmati hidangan ketupat, tradisi ini menyimpan pesan moral dan ajaran kehidupan yang perlu diwariskan.
Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Sabtu (15/2/2025).
Sejarah Tradisi Lebaran Ketupat di Jawa Timur
Sejarah tradisi Lebaran Ketupat di Jawa Timur berakar pada masa penyebaran Islam di Jawa. Secara umum, tradisi ini diyakini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo. Beliau memanfaatkan tradisi slametan yang telah ada sebelumnya, mengintegrasikannya dengan ajaran Islam.
Sunan Kalijaga memperkenalkan istilah "Bakda Lebaran" (setelah Lebaran) untuk silaturahmi dan "Bakda Kupat" (setelah Kupat) merujuk pada Lebaran Ketupat.
Melansir dari buku 'Fenomena Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa dalam Kajian Sosiologi' (2021) oleh Lilik Setiawan dkk, Lebaran Ketupat awalnya dikaitkan dengan penyempurnaan ibadah puasa. Puasa sunnah enam hari di bulan Syawal dianggap melengkapi puasa Ramadan, dan perayaan ini menjadi simbol kemenangan atas penyelesaian ibadah selama satu tahun.
Tradisi ini menjadi sarana untuk mengajarkan nilai-nilai Islam seperti bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan mempererat silaturahmi. Menurut catatan sejarah yang dikutip dari laman NU Online, Sunan Kalijaga mempopulerkan tradisi ini dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah ada sebelumnya di masyarakat Jawa. Tradisi ini kemudian diintegrasikan dengan ajaran Islam, menjadikannya perayaan yang sarat makna religius.
Dari laman RRI, Lebaran Ketupat, atau Kupatan, telah ada sejak lama, bertepatan dengan masuknya Islam di Jawa. Sunan Kalijaga dianggap sebagai tokoh penting dalam memperkenalkan tradisi ini, dan kenduri ketupat menjadi simbol kebersamaan.
Perayaan Lebaran Ketupat seminggu setelah Idul Fitri berkaitan dengan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal, yang dianggap melengkapi ibadah puasa Ramadan. Perayaan makan ketupat bersama menjadi simbol penyelesaian ibadah selama setahun.
Lalu, berdasarkan Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat yang diterbitkan oleh UIN Surakarta, tradisi Lebaran Ketupat awalnya dipraktikkan di Durenan, Trenggalek, Jawa Timur. Tradisi ini telah berlangsung selama sekitar 200 tahun dan tetap dilestarikan hingga sekarang, bahkan menyebar ke berbagai wilayah di Jawa Timur, seperti Surabaya.
Di Surabaya, seperti dikutip dari Kemdikbud RI, perayaan Lebaran Ketupat dilakukan di masjid atau mushola dengan membawa ketupat dari rumah masing-masing untuk selamatan atau bancakan bersama.
Advertisement
Makna Mendalam Lebaran Ketupat di Jawa Timur
Makna tradisi Lebaran Ketupat di Jawa Timur sangat kaya dan mendalam. Kata "kupat" (ketupat) dalam bahasa Jawa dikaitkan dengan "ngaku lepat," mengakui kesalahan. Makan ketupat menjadi simbol permintaan maaf dan saling memaafkan.
Melansir dari buku 'Fenomena Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa dalam Kajian Sosiologi' (2021) oleh Lilik Setiawan dkk, ketupat melambangkan permintaan maaf dan keberkahan. Nasi sebagai isi ketupat melambangkan nafsu, sementara janur melambangkan hati nurani. Tradisi ini mengajarkan untuk mengendalikan nafsu dengan hati nurani.
Selain itu, ketupat juga dimaknai sebagai "laku papat": Lebaran (selesai berpuasa), Luberan (melimpah ruah), Leburan (melebur kesalahan), dan Laburan (membersihkan diri).
Ini menunjukkan proses penyucian diri setelah Ramadan. Bentuk segi empat ketupat melambangkan prinsip "kiblat papat lima pancer," menunjukkan bahwa apapun arah hidup, manusia akan kembali kepada Allah. Anyamannya yang rumit merepresentasikan kesalahan manusia, sementara warna putihnya melambangkan kesucian setelah bertobat.
Dari laman NU Online, ketupat juga dimaknai sebagai simbol kesempurnaan (kaffatan) dalam konteks kembali ke fitrah setelah Idul Fitri. Hal ini menekankan pentingnya penyucian diri dan kembali kepada fitrah setelah bulan Ramadan. Menurut laman RRI, kenduri ketupat dalam tradisi Lebaran Ketupat di Jawa Timur juga melambangkan pengakuan kesalahan (ngaku lepat) kepada Allah SWT dan saling memaafkan.
Tradisi berbagi ketupat juga memperkuat makna kebersamaan dan silaturahmi. Berbagi ketupat dengan keluarga dan tetangga mempererat ikatan sosial dan memperkuat rasa persaudaraan. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang pentingnya silaturahmi.
Keunikan Lebaran Ketupat di Jawa Timur
-
Tellasan Ketupat di Madura: Di Madura, Lebaran Ketupat dikenal sebagai Tellasan Ketupat. Perayaan ini menjadi puncak rangkaian Lebaran, menyelesaikan silaturahmi yang belum tuntas saat Idul Fitri. Hidangan utamanya tetap ketupat, namun dengan variasi masakan khas Madura. Tellasan Ketupat di Madura memiliki keunikan tersendiri, menunjukkan kekayaan budaya lokal yang berpadu dengan tradisi Lebaran Ketupat. Variasi masakan khas Madura yang disajikan bersama ketupat semakin menambah kekhasan perayaan ini.
-
Berbagai Hidangan Pendamping: Ketupat biasanya disajikan dengan berbagai hidangan pendamping seperti opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng, dan lainnya. Kombinasi ini menambah kelezatan dan keunikan perayaan Lebaran Ketupat. Kombinasi hidangan pendamping yang beragam menunjukkan kekayaan kuliner Jawa Timur yang melengkapi tradisi Lebaran Ketupat. Setiap hidangan memiliki makna tersendiri, menambah kekayaan filosofis perayaan ini.
-
Tradisi Menganyam Ketupat Bersama: Menganyam ketupat bersama keluarga dan tetangga menjadi kegiatan khas menjelang Lebaran Ketupat. Kegiatan ini mempererat tali silaturahmi dan memperkuat kebersamaan. Tradisi menganyam ketupat bersama-sama merupakan kegiatan yang sarat makna. Kegiatan ini mengajarkan nilai kebersamaan, gotong royong, dan keakraban antar anggota keluarga dan masyarakat sekitar.
-
Doa Bersama dan Selamatan: Di beberapa daerah, perayaan Lebaran Ketupat diiringi doa bersama dan selamatan. Kegiatan ini memperkuat aspek spiritual perayaan dan meningkatkan rasa syukur. Doa bersama dan selamatan merupakan bagian penting dari perayaan Lebaran Ketupat. Kegiatan ini memperkuat aspek spiritual dan meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.
-
Berbagi Ketupat dengan Tetangga dan Kerabat: Berbagi ketupat dengan tetangga dan kerabat merupakan bagian penting dari tradisi ini. Hal ini memperkuat nilai sosial dan mempererat tali silaturahmi. Berbagi ketupat merupakan simbol dari rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama. Tradisi ini memperkuat ikatan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan.
-
Kupatan di Surabaya: Di Surabaya, perayaan Lebaran Ketupat sering dilakukan di masjid atau mushola dengan membawa ketupat dari rumah masing-masing untuk selamatan atau bancakan bersama. Perayaan Lebaran Ketupat di Surabaya menunjukkan adaptasi tradisi ini dengan konteks perkotaan, tetap mempertahankan nilai-nilai inti perayaan sambil menyesuaikannya dengan kondisi lingkungan.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)