Citizen6, Jakarta: Menghadapi Pilpres 2014 sesuai dengan UU Pilpres bahwa Capres harus diajukan oleh sesuatu parpol atau koalisi beberapa Parpol yang mampu menembus Presidential Threshold 20 % jumlah kursi di DPR atau 25 % suara Pemilih, beberapa parpol telah berusaha memilih bakal Capres nya yang pada umumnya adalah kader partai yang dianggap terbaik, dengan harapan tokoh ini mampu menjadi daya tarik dari Parpol yang bersangkutan.
Ada berbagai cara yang berbeda yang dilakukan oleh Partai-Partai yang berkeinginan mengajukan Capresnya, meskipun pada umumnya Partai-Partai mengarah menyodorkan panutan partai, yaitu Ketua Dewan Pembina atau Ketua Umum Partai sebagai bakal capres dengan cara sejak awal telah mendeklarasikan tokoh panutannya tersebut sebagai bakal Capres, seperti Partai Golkar, Partai PAN, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.
Untuk memberikan warna demokratis atau karena kendala UU Pilpres, bahwa ada kemungkinan Ketua Umum Partai tidak mungkin tampil sebagai Capres, maka direkayasalah cara pemilihan Capres melalui konvensi seperti dilakukan oleh Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sosial (PKS), dimana tetap jelas pengaruh kepentingan politik dari panutan partai dalam proses kerja konvensi. Partai Demokrat penentu politik partai adalah Ketua Umum, SBY dan di Partai Keadilan Sosial, Majelis Syuro Partai.
Melihat gelagat umum dalam memilih bakal Capres semacam itu, muncullah isu Capres alternatif, yaitu capres yang datang dari kelompok independen, bakal capres bukan dari kalangan parpol. Isyu ini bukan baru, namun nampaknya menjadi signifikan dalam masa-masa mendekatnya Pilprestahun 2014, dimana terasa adanya sikap umum rakyat yang mengindikasikan belum merasa mantap dengan bakal capres yang sudah muncul yang diajukan oleh berbagai parpol.
Bersamaan dengan perkembangan suasana politik semacam itu, maka diduga didorong oleh sesuatukepentingan politik yang belum jelas, telah tampil sekelompok aktivis politik yang dengan sebuah konsep konvensi telah mendeklarasikan adanya forum yang disebut konvensi rakyat untuk memilih capresalternatif, yang dipimpin oleh seorang aktivis sosial politik,seorang budayawan dan sekaligus seorang rohaniwan, yaitu Shalahuddin Wahid.
Tokoh ini secara pribadi pernah mendeklarasikan diri sebagai cawapres yang bersama Wiranto tampil sebagai pasangan Capres dalam Pilpres tahun 2004, tetapi kalah telak.
Konvensi rakyat tersebut telah memulai agendanya pada 5 Januari 2014 di kota Surabaya, berupa serangkaian orasi politik oleh para peserta konvensi rakyat yang bersangkutan. Acara semacam ini akan diteruskan dibeberapa kota besar lainnya diseluruh Indonesia dan pada akhirnya oleh sejumlahtim surveiakan disimpulkan siapa dari tujuhpesertakonvensi rakyat tersebut yang paling populer dan diperhitungkan elektabilitasnya paling tinggi.
Pemrakarsa konvensi rakyat akhirnya akan menawarkan pesertakonvensi rakyat yang terbaik tersebut kepada parpol untuk mengadopsinya sebagai capres dari partai yang bersangkutan, dimana belum tentu ada parpol yang mau.
Secara berkoinsidensi komunitas politik dewasa ini juga menungguturunnya sebuah keputusan MK tentangusulanperubahan UU Pilpres 2014 yang apabila usulan tersebut diterima oleh MK, maka tata cara pengajuan capres akan berubah, diantaraintinya adalah Pilpres dan Pileg akan dilakukan serentak dan setiap parpol peserta pemilu legislatif bisa mengajukan capresnya tanpa ada persyaratan Presidential Threshold.
Namun menurut informasi dari salah satu professor politik dari LIPI menyatakan, ide judicial review UU Pilpres 2014 yang dilakukan salah satu tokoh parpol sebenarnya mengambil hasil penelitian yang dilakukan oleh LIPI, karena pada 25 November 2013, LIPI pernah mengusulkan agar Pemilu dapat dilakukan serentak, sehingga tidak perlu ada presidential threshold, karena sudah ada verifikasi parpol dan electoral threshold itu sendiri. Padahal, menurut profesor politik LIPI ini, hasil atau usulan LIPI tersebut sebenarnya cocok digunakan pada Pemilu 2019 bukan Pemilu 2014.
Siapa Capres Alternatif?
Jeffrie Geovanie, anggota Dewan Penasehat CSIS (Center Strategic International Studies) mengatakan partai politik semestinya mencari figur alternatif yang telah teruji kinerjanya untuk dijadikan bakal calon presiden atau calon wakil presiden pada Pilpres 2014 mendatang. Hal tersebut disampaikan dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (14/1/2014). Menurut Jeffrie, bisa-bisa pemilu Presiden 2014, tidak ada calon yang berani maju melawan Jokowi.Padahal, tambahnya, kalau mau kreatif seharusnya partai-partai berani mengajukan capres alternatif seperti figur Hakim Agung Artidjo Alkostar.Jeffrie menilai, Artidjo Alkostar merupakan hakim yang jelas sudah teruji hidup lurus dan jujur, bukankah saat ini masyarakat merindukan figur seperti itu."Kita tunggu saja adakah partai yang berani mencapreskan Artidjo Alkostar, kalau ada yang berani maka partai tersebut akan melejit suaranya di pemilu 2014," katanya.
Sementara itu, sebagai bagian dari proses untuk mencari dan menguji kapasitas Kandidat Capres Rakyat 2014, Komite Konvensi Rakyat akan melangsungkan Debat Publik. Surabaya berkesempatan menjadi kota pertama tempat dilangsungkannya Debat Publik tersebut, dari 6 (enam) kota yang direncanakan. Ada tujuh Kandidat Capres Rakyat yang akan mengikuti Debat Publik. Mereka adalah: Anni Iwasaki (Tokoh Perempuan), Isran Noor (Bupati), Ricky Sutanto (Pengusaha), Rizal Ramli (Mantan Menteri Perekonomian), Sofjan Siregar (Rektor Universitas Islam Eropa), Tony Ardie (Aktifis Senior), dan Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri Sesneg).
Menurut Anggota Komite Konvensi Rakyat, Tjuk Kasturi Sukiyadi, Debat Publik yang digelar di Surabaya pada Minggu (5/1/2014), akan dimulai pukul 09.00 WIB di kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga. Debat ini adalah kerjasama Konvensi Rakyat dengan Forum Kebangsaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan FISIP Unair. “Ini adalah salah satu bentuk kepedulian dan tanggung jawab kita bersama akan nasib bangsa Indonesia di masa depan,” kata Tjuk Sukiyadi di Surabaya.
Sedangkan Sekretaris Komite, Rommy Fibri, menjelaskan bahwa setelah Debat Publik pertama di Surabaya, maka Debat berikutnya akan dilakukan di Medan pada Sabtu (18 Januari 2014). Setelah itu dilanjutkan secara berturut-turut di Samarinda (1 Februrari 2014), Makassar (15 Februari 2014), Bandung (1 Maret 2014), dan diakhiri di Jakarta (8 Maret 2014).
Ada tujuh orang tokoh dideklarasikan sebagai bakal capres alternatif hasil Konvensi Rakyat yang dibesut oleh Solahudin Wahid alias Gus Solah. Kemunculan mereka diharapkan bisa menekan jumlah golput dalam Pemilu dan Pilpres 2014.
"Tujuan kegiatan ini adalah memberikan alternatif kandidat dalam Pilpres 2014," ujar Gus Solah dalam acara deklarasi di Hotel Oasis Amir, Senen, Kamis (19/12/2013).Tujuh orang itu adalah, Prof. Sofjan Siregar (rektor Islamis University of Europe, Rotterdam, Belanda), DR Anni Iwasaki (WNI aktifis perempuan yang tinggal di Jepang), Ricky Sutanto (pengusaha dan aktifis pemberdayaan masyarakat), Isran Noor (Bupati Kutai Timur), Tony Ardi (mantan aktifis), Rizal Ramli (ekonom, menko perekonomian dan menkeu era Gus Dur) dan Yusril Ihza Mahendra (politisi PBB, menkumham era Megawati Soekarnoputri dan mensesneg era SBY).
Yang Penting Pemilu Lancar
Pada dasarnya ada tiga faktor pengaruh yang berasal dari tigaunsur penentu, jalannya Pilpres tahun 2014, yaitu pertama, Partai Politik akan tetap menjadi kendaraan politik seseorang capres untuk maju dalam Pilpres 2014. Hanya partai politik yang solid dapat menjadi kendaraan politik yang dihandalkan. Kedua, semua figur yang dewasa ini disebut sebagai bakal capres partai politik tertentu, mereka yang menjadi peserta konvensi capres Partai Demokrat, tokoh-tokoh politisi peserta Pemira PKS dan pesertakonvensi rakyat pada dasarnya baru berkompetisi untuk dipilih parpol sebagai capresnya. Ketiga, popularitas, elektabilitas dan kemampuan yag tinggi seorang capres dengan parpol yang solid sebagai kendaraan politik akan mampu meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya, dalam tahap kampanye Pilpres 2014, selanjutnya akan menentukan hasil Pilpres2014.
Siapapun boleh dan berhak untuk memilih dan dipilih, namun yang penting bagi bangsa dan negara ini adalah pelaksanaan Pemilu berjalan dengan aman dan lancar dengan tingkat golput yang tidak meninggi, serta terpilihnya Presiden dan Wapres yang mementingkan kinerja dan meritokrasi serta membela harga diri dan martabat rakyat dan bangsanya dimanapun juga. (kw)
Penulis:
Otjih Sewandarijatun adalah peneliti senior di Forum Dialog (Fordial), Jakarta dan alumnus Universitas Udayana, Bali.
Baca Juga:
Minimalkan Pelanggaran Kampanye, Maksimalkan Pemilu Bersih
Pilcaleg 2014: Caleg Harus Punya Solusi Untuk Rakyat
Judicial Review UU Pilpres, Upaya Meluruskan Konstitusi
Ada berbagai cara yang berbeda yang dilakukan oleh Partai-Partai yang berkeinginan mengajukan Capresnya, meskipun pada umumnya Partai-Partai mengarah menyodorkan panutan partai, yaitu Ketua Dewan Pembina atau Ketua Umum Partai sebagai bakal capres dengan cara sejak awal telah mendeklarasikan tokoh panutannya tersebut sebagai bakal Capres, seperti Partai Golkar, Partai PAN, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.
Untuk memberikan warna demokratis atau karena kendala UU Pilpres, bahwa ada kemungkinan Ketua Umum Partai tidak mungkin tampil sebagai Capres, maka direkayasalah cara pemilihan Capres melalui konvensi seperti dilakukan oleh Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sosial (PKS), dimana tetap jelas pengaruh kepentingan politik dari panutan partai dalam proses kerja konvensi. Partai Demokrat penentu politik partai adalah Ketua Umum, SBY dan di Partai Keadilan Sosial, Majelis Syuro Partai.
Melihat gelagat umum dalam memilih bakal Capres semacam itu, muncullah isu Capres alternatif, yaitu capres yang datang dari kelompok independen, bakal capres bukan dari kalangan parpol. Isyu ini bukan baru, namun nampaknya menjadi signifikan dalam masa-masa mendekatnya Pilprestahun 2014, dimana terasa adanya sikap umum rakyat yang mengindikasikan belum merasa mantap dengan bakal capres yang sudah muncul yang diajukan oleh berbagai parpol.
Bersamaan dengan perkembangan suasana politik semacam itu, maka diduga didorong oleh sesuatukepentingan politik yang belum jelas, telah tampil sekelompok aktivis politik yang dengan sebuah konsep konvensi telah mendeklarasikan adanya forum yang disebut konvensi rakyat untuk memilih capresalternatif, yang dipimpin oleh seorang aktivis sosial politik,seorang budayawan dan sekaligus seorang rohaniwan, yaitu Shalahuddin Wahid.
Tokoh ini secara pribadi pernah mendeklarasikan diri sebagai cawapres yang bersama Wiranto tampil sebagai pasangan Capres dalam Pilpres tahun 2004, tetapi kalah telak.
Konvensi rakyat tersebut telah memulai agendanya pada 5 Januari 2014 di kota Surabaya, berupa serangkaian orasi politik oleh para peserta konvensi rakyat yang bersangkutan. Acara semacam ini akan diteruskan dibeberapa kota besar lainnya diseluruh Indonesia dan pada akhirnya oleh sejumlahtim surveiakan disimpulkan siapa dari tujuhpesertakonvensi rakyat tersebut yang paling populer dan diperhitungkan elektabilitasnya paling tinggi.
Pemrakarsa konvensi rakyat akhirnya akan menawarkan pesertakonvensi rakyat yang terbaik tersebut kepada parpol untuk mengadopsinya sebagai capres dari partai yang bersangkutan, dimana belum tentu ada parpol yang mau.
Secara berkoinsidensi komunitas politik dewasa ini juga menungguturunnya sebuah keputusan MK tentangusulanperubahan UU Pilpres 2014 yang apabila usulan tersebut diterima oleh MK, maka tata cara pengajuan capres akan berubah, diantaraintinya adalah Pilpres dan Pileg akan dilakukan serentak dan setiap parpol peserta pemilu legislatif bisa mengajukan capresnya tanpa ada persyaratan Presidential Threshold.
Namun menurut informasi dari salah satu professor politik dari LIPI menyatakan, ide judicial review UU Pilpres 2014 yang dilakukan salah satu tokoh parpol sebenarnya mengambil hasil penelitian yang dilakukan oleh LIPI, karena pada 25 November 2013, LIPI pernah mengusulkan agar Pemilu dapat dilakukan serentak, sehingga tidak perlu ada presidential threshold, karena sudah ada verifikasi parpol dan electoral threshold itu sendiri. Padahal, menurut profesor politik LIPI ini, hasil atau usulan LIPI tersebut sebenarnya cocok digunakan pada Pemilu 2019 bukan Pemilu 2014.
Siapa Capres Alternatif?
Jeffrie Geovanie, anggota Dewan Penasehat CSIS (Center Strategic International Studies) mengatakan partai politik semestinya mencari figur alternatif yang telah teruji kinerjanya untuk dijadikan bakal calon presiden atau calon wakil presiden pada Pilpres 2014 mendatang. Hal tersebut disampaikan dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (14/1/2014). Menurut Jeffrie, bisa-bisa pemilu Presiden 2014, tidak ada calon yang berani maju melawan Jokowi.Padahal, tambahnya, kalau mau kreatif seharusnya partai-partai berani mengajukan capres alternatif seperti figur Hakim Agung Artidjo Alkostar.Jeffrie menilai, Artidjo Alkostar merupakan hakim yang jelas sudah teruji hidup lurus dan jujur, bukankah saat ini masyarakat merindukan figur seperti itu."Kita tunggu saja adakah partai yang berani mencapreskan Artidjo Alkostar, kalau ada yang berani maka partai tersebut akan melejit suaranya di pemilu 2014," katanya.
Sementara itu, sebagai bagian dari proses untuk mencari dan menguji kapasitas Kandidat Capres Rakyat 2014, Komite Konvensi Rakyat akan melangsungkan Debat Publik. Surabaya berkesempatan menjadi kota pertama tempat dilangsungkannya Debat Publik tersebut, dari 6 (enam) kota yang direncanakan. Ada tujuh Kandidat Capres Rakyat yang akan mengikuti Debat Publik. Mereka adalah: Anni Iwasaki (Tokoh Perempuan), Isran Noor (Bupati), Ricky Sutanto (Pengusaha), Rizal Ramli (Mantan Menteri Perekonomian), Sofjan Siregar (Rektor Universitas Islam Eropa), Tony Ardie (Aktifis Senior), dan Yusril Ihza Mahendra (Mantan Menteri Sesneg).
Menurut Anggota Komite Konvensi Rakyat, Tjuk Kasturi Sukiyadi, Debat Publik yang digelar di Surabaya pada Minggu (5/1/2014), akan dimulai pukul 09.00 WIB di kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga. Debat ini adalah kerjasama Konvensi Rakyat dengan Forum Kebangsaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan FISIP Unair. “Ini adalah salah satu bentuk kepedulian dan tanggung jawab kita bersama akan nasib bangsa Indonesia di masa depan,” kata Tjuk Sukiyadi di Surabaya.
Sedangkan Sekretaris Komite, Rommy Fibri, menjelaskan bahwa setelah Debat Publik pertama di Surabaya, maka Debat berikutnya akan dilakukan di Medan pada Sabtu (18 Januari 2014). Setelah itu dilanjutkan secara berturut-turut di Samarinda (1 Februrari 2014), Makassar (15 Februari 2014), Bandung (1 Maret 2014), dan diakhiri di Jakarta (8 Maret 2014).
Ada tujuh orang tokoh dideklarasikan sebagai bakal capres alternatif hasil Konvensi Rakyat yang dibesut oleh Solahudin Wahid alias Gus Solah. Kemunculan mereka diharapkan bisa menekan jumlah golput dalam Pemilu dan Pilpres 2014.
"Tujuan kegiatan ini adalah memberikan alternatif kandidat dalam Pilpres 2014," ujar Gus Solah dalam acara deklarasi di Hotel Oasis Amir, Senen, Kamis (19/12/2013).Tujuh orang itu adalah, Prof. Sofjan Siregar (rektor Islamis University of Europe, Rotterdam, Belanda), DR Anni Iwasaki (WNI aktifis perempuan yang tinggal di Jepang), Ricky Sutanto (pengusaha dan aktifis pemberdayaan masyarakat), Isran Noor (Bupati Kutai Timur), Tony Ardi (mantan aktifis), Rizal Ramli (ekonom, menko perekonomian dan menkeu era Gus Dur) dan Yusril Ihza Mahendra (politisi PBB, menkumham era Megawati Soekarnoputri dan mensesneg era SBY).
Yang Penting Pemilu Lancar
Pada dasarnya ada tiga faktor pengaruh yang berasal dari tigaunsur penentu, jalannya Pilpres tahun 2014, yaitu pertama, Partai Politik akan tetap menjadi kendaraan politik seseorang capres untuk maju dalam Pilpres 2014. Hanya partai politik yang solid dapat menjadi kendaraan politik yang dihandalkan. Kedua, semua figur yang dewasa ini disebut sebagai bakal capres partai politik tertentu, mereka yang menjadi peserta konvensi capres Partai Demokrat, tokoh-tokoh politisi peserta Pemira PKS dan pesertakonvensi rakyat pada dasarnya baru berkompetisi untuk dipilih parpol sebagai capresnya. Ketiga, popularitas, elektabilitas dan kemampuan yag tinggi seorang capres dengan parpol yang solid sebagai kendaraan politik akan mampu meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya, dalam tahap kampanye Pilpres 2014, selanjutnya akan menentukan hasil Pilpres2014.
Siapapun boleh dan berhak untuk memilih dan dipilih, namun yang penting bagi bangsa dan negara ini adalah pelaksanaan Pemilu berjalan dengan aman dan lancar dengan tingkat golput yang tidak meninggi, serta terpilihnya Presiden dan Wapres yang mementingkan kinerja dan meritokrasi serta membela harga diri dan martabat rakyat dan bangsanya dimanapun juga. (kw)
Penulis:
Otjih Sewandarijatun adalah peneliti senior di Forum Dialog (Fordial), Jakarta dan alumnus Universitas Udayana, Bali.
Baca Juga:
Minimalkan Pelanggaran Kampanye, Maksimalkan Pemilu Bersih
Pilcaleg 2014: Caleg Harus Punya Solusi Untuk Rakyat
Judicial Review UU Pilpres, Upaya Meluruskan Konstitusi
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com
Advertisement