Liputan6.com, Jakarta Lebaran identik dengan silaturahmi dan berkumpul bersama keluarga. Meski demikian, Lebaran 2020 memang terasa sangat berbeda. Silaturahmi kini sebagian besar dilakukan secara virtual, demi mencegah penularan virus Corona Covid-19.
Di tengah suasana Lebaran yang sepi, kesedihan paling besar justru dirasakan para tenaga medis, baik dokter maupun perawat, yang terpaksa tidak bisa pulang hingga berbulan-bulan lamanya. Bahkan, di hari Lebaran, mereka pun rela tidak berkumpul bersama keluarga demi mencegah keluarga tertular virus Covid-19. Mereka khawatir sudah menjadi carrier atau Orang Tanpa Gejala. Â
Baca Juga
"Saya sudah 2 bulan tak pulang ke rumah. Terakhir nginep pas sahur pertama, tapi sampai sekarang hanya sekali itu saja pulangnya," ujar Era, salah satu perawat pasien Covid-19, Minggu (25/05).
Advertisement
Rumah sakit tempatnya bekerja memang menjadi salah satu tempat rujukan pasien Covid-19 di Kota Depok.
Era mengaku sangat sedih karena harus terpisah jauh dari keluarga hingga batas waktu yang ia belum tahu hingga kapan.
"Sedih sih, kangen sama keluarga. Tapi udah risiko kerja jadi perawat, jadi enjoy aja. Karena di rumah sakit ada pasien yang butuh kami. Positif thinking aja Allah jaga keluarga kami di rumah, sementara kami jaga pasien," ujarnya berusaha ceria.
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini
Berbesar Hati dan Tetap Tabah
Meski demikian, Era agak berbesar hati menerima penghiburan dari orang-orang terdekatnya. Apalagi menjadi perawat adalah cita-citanya gadis manis berkulit sawo matang ini sejak dulu.
"Mama juga berpesan supaya saya jaga kesehatan, jangan malas makan, jangan lupa salat. Tenang aja Mama sehat, kok. Kalau lagi pengin pulang, pulang aja enggak papa," kata Era menyebut pesan Mamanya.
Padahal, Era takut pulang karena orang tuanya di rumah termasuk berisiko tinggi. Kedua orangnya masuk kategori lansia, sehingga susah sembuh bila terpapar Covid. Apalagi sang Mama juga mengidap komorbid dan ada sakit hipertensi. Ditambah ia berjaga di ruang isolasi yang kemungkinan risiko terpaparnya juga besar.
Namun, dari hasil rapid test yang sudah dijalaninya sebanyak dua kali, ia dinyatakan non-reaktif. Kini ia menunggu hasil tes swab yang belum diketahui kapan akan keluar. Tes dilakukan pada 11 Mei lalu. Namun, ia yakin hasilnya akan negatif pula, karena peralatan medis pelindung diri (APD) di rumah sakit tempatnya bekerja sangat memadai.
Â
Â
Advertisement
Pengalaman yang Berharga
Era bercerita, tak semua pasien Covid-19 itu mampu menerima bahwa dirinya tertular Covid. "Ada pasien yang awalnya denial gitu dirawat di ruang isolasi. Pasien itu belum bisa terima kalau reaktif, jadi sempat mengamuk selama dirawat di RS. Tapi selama berjalannya waktu dan dengan pendekatan, akhirnya pasien luluh juga dan mau menerima perawatan," ujar Era.
Ia pun merasa gembira karena pasien yang dirawatnya kini juga dinyatakan non-reaktif selama 2 minggu terakhir. Hanya karena foto thorax-nya jelek, maka pasien dipisahkan dan dirawat di ruang isolasi.
"Karena mereka non-reaktif juga makanya aku berani ketemu Mama," ujar Era gembira.
Ya, Era akhirnya telah bertemu dengan Mamanya yang menyempatkan diri berkunjung ke rumah kakaknya, tempat Era selama ini menumpang tinggal. Mereka pun melepas kangen di hari kedua Lebaran. Tentu tetap dengan menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak.
Selamat ya, Era!
                               Â