Liputan6.com, Banyumas - Karena kondisi tubuh lelah atau aktivitasnya, seseorang mungkin saja bangun kesiangan sehingga tinggalkan sholat subuh. Atau bisa jadi kebiasaan tidur sebelum waktu subuh dan menyebabkan baru bangun ketika matahari telah terbit.
Mengutip laman NU, hukum tidur menjelang waktu subuh tidak diharamkan walaupun karena kebiasaan itu orang tersebut akan bangun setelah matahari terbit. Sebab orang tersebut tidak masuk khitab sebagai mukallaf, karena orang yang lupa, hilang akal dan tidur tidak mendapat ancaman siksa. Sebagaimana keterangan dalam Kitab Fatawa Ar-Ramli.
Advertisement
Baca Juga
"Seseorang tidur menjelang waktu subuh tiba, sedangkan sebagimana biasanya ia akan terbangun setelah matahari terbit, apakah tidurnya orang tersebut dihukumi haram atau tidak? Jawaban Imam Ar-Ramli: tidurnya orang tersebut tidak diharamkan, karena orang yang sedang tertidur keluar dari khitab syara’. Kebiasaan yang tidak baik tentu harus dihindari, apalagi hal ini menyangkut dengan meninggalkan kewajiban shalat, dikarenakan orang yang tidur terlalu malam akan terasa malas ketika hendak menjalankan shalat subuh, apalagi kalau ia sampai sengaja meninggalkan shalat maka ancaman siksanya lebih berat lagi,".
Namun begitu, kebiasaan yang tidak baik tentu harus dihindari dan segera ditinggalkan. Apalagi menyangkut meninggalkan kewajiban sholat subuh karena kebiasaannya bangun kesiangan tersebut.
Sebab, biasanya orang yang tidur pada dinihari akan malas ketika hendak bangun untuk menjalankan sholat subuh. Apalagi kalau ia sampai sengaja meninggalkan shalat maka ancaman siksanya lebih berat lagi.
Orang yang meninggalkan sholat, baik sengaja maupun tidak harus diqadha. Namun begitu, sebelum mengetahui tata cara dan niat qadha sholat subuh, alangkah lebih baik mengetahui definisi qadha terlebih dahulu.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pengertian Qadha
Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. 110 menjelaskan qadha sholat sebagai berikut:
وأما القضاء: فهو تدارك الصلاة بعد خروج وقتها، أو بعد أن لا يبقى من وقتها ما يسع ركعة فأكثر وإلا فهي أداء
“Adapun qada (dalam shalat) ialah melaksanakan shalat sesudah habisnya waktu, atau sesudah waktu yang tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat atau lebih. Kondisi sebaliknya disebut adâ’.”
Dari keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa jika shalat dilaksanakan di dalam waktunya disebut sebagai adâ’ dan jika dilaksanakan di luar waktunya maka disebut qadha. Masih menurut al-Khin dan al-Bagha, ada dua macam qada yakni:
وقد اتفق جمهور العلماء من مختلف المذاهب على أن تارك الصلاة يكلف بقضائها، سواء تركها نسياناً أم عمداً، مع الفارق التالي: وهو أن التارك لها بعذر كنسيان أو نوم لا يأثم، ولا يجب عليه المبادرة إلى قضائها فوراً، أما التارك لها بغير عذر- أي عمداً - فيجب عليه - مع حصول الإثم - المبادرة إلى قضائها.
“Mayoritas ulama dari berbagai ulama sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadla-nya, ia meninggalkannya secara sengaja ataupun tidak, perbedaanya adalah: jika ia meninggalkan shalat karena udzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa namun mesti segera mengqadla-nya, sedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqada-nya.”
Dengan demikian, lupa ataupun sengaja, shalat yang kita tinggalkan harus segera kita qada.
Advertisement
Niat dan Tata Cara Gadha Sholat Subuh
Tidak ada cara khusus untuk mengganti sholat yang terlewat itu kecuali secepat mungkin mulai melaksanakannya, termasuk qadha sholat subuh.
Jumlah rakaat serta gerakan-gerakannya sama seperti shalat yang ditinggalkan itu. Hal ini senada dengan dalil hadis riwayat Imam Bukhari No. 572:
من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها، لا كفارة لها إلا ذلك
“Barangsiapa meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka laksanakanlah shalat saat ia ingat. Tidak ada denda baginya kecuali hal tersebut.”
Berikut tatacara mengqadha shalat yang terlewat:
Tatacara qadha shalat yang terlewat sangat mudah, hanya ada pada niatnya saja, yaitu:
أُصَلِّي فَرْضَ…… مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قَضَآءً لله تَعَالَى
Usholli fardha (sebutkan nama shalat yang diqadha. Misalnya, fardha dhuhri atau fardha subhi dsb) mustaqbilal qiblati qadha’an lillahi taala.
Artinya: Saya berniat sholat fardhu (subuh dua rakaat-misalnya) menghadap kiblat, qadha karena Allah Ta'ala.
Semua niat dalam melaksanakan qada shalat sama, hanya diganti dengan qadaan pada lafad adaan. Untuk Gerakan dan doanya sama seperti salat fardu biasanya.