Kontroversi Susi ART Ferdy Sambo dan Kesaksian Palsu dalam Perspektif Islam

Kesaksian palsu dalam pengadilan ini pun juga diatur dalam Islam. Bahkan, kesaksian palsu ini juga tertera dalam Al-Qur'an dan hadis

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2022, 00:30 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2022, 00:30 WIB
Palu Hakim Pengadilan
Palu Hakim Pengadilan

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu terakhir, kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J atau kembali jadi perhatian usai bergulirnya proses peradilan. Adalah Susi, ART Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang kini tengah menuai sorotan.

Susi diketahui mencabut kesaksian dalam BAP dalam kasus yang kini tengah disidangkan. Tak hanya itu, langkah kontroversial lainnya, keterangan yang diberikan Susi di depan majelis hakim juga dinilai tak konsisten.

Jaksa, pengacara, hingga majelis hakim pun berkali-kali mengingatkan agar Susi memberikan keterangan yang benar. Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa juga sempat mengingatkan agar ke depannya tidak lagi memberikan keterangan bohong.

Majelis hakim juga sempat dibuat jengkel dengan keterangan ART Susi yang berubah-ubah dan dinilai berbohong. Bahkan hakim pun meminta agar Susi dihadirkan terus dalam persidangan.

Saking curiganya, jaksa juga sempat curiga Susi menggunakan earphone atau handsfree, saat proses persidangan.

Terlepas dari bergulirnya kasus ini, dalam hukum di Indonesia, seorang saksi memberikan keterangan yang tidak benar maka dapat dikenakan ancaman pidana sebagai tindak pidana keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP).

Kesaksian palsu dalam pengadilan ini pun juga diatur dalam Islam. Bahkan, kesaksian palsu ini juga tertera dalam Al-Qur'an dan hadis.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Kesaksian Palsu dalam Al-Qur'an

Mengutip ltnnujabar.or.id, prosedur pengadilan yang lumayan terperinci dan panjang di Al-Quran adalah terkait perzinahan. Firman Allah dalam surat An-Nur ayat 2 sampai 20 menjelaskan tentang had (hukuman) zina, prosedur pengadilannya beserta larangan perihal tuduhan tanpa saksi dan kesaksian palsu.

Kurang lebih isinya seperti ini, untuk mendakwa seseorang telah berzina, pelapor harus mendatangkan minimal 4 saksi yang benar-benar menyaksikan perzinahan tersebut. Jika gagal mendatangkan 4 saksi, maka pelapor dianggap berdusta dan mendapat hukuman dera 80 kali dan kesaksiannya tidak boleh diterima lagi selamanya.

Jika pelapor adalah sang suami atau istri, dan tidak memiliki saksi kecuali dirinya, harus bersumpah 4 kali bahwa kesaksiannya benar, dan bersumpah sekali lagi menyatakan dia rela diazab Allah apabila dia berbohong.

Pasangan yang tertuduh tidak boleh dikenai hukuman apabila dia juga bersaksi 4 kali bahwa dia tidak berzina dan menyatakan diri rela atas azab Allah apabila dia berdusta. Jadi intinya, hukuman untuk pezina tidak bisa dilaksanakan apabila tidak ada minimal 4 saksi dan/atau pengakuan.

Lanjutan dari ayat tersebut adalah keharusan kita bersikap kritis ketika menerima berita terutama ketika menerima berita buruk tentang orang lain, lebih baik kita mengedepankan prasangka baik dan adalah dosa besar kalau kita meneruskan berita itu kepada orang lain padahal kita belum mengecek kebenarannya.

 


Kesaksian Palsu dalam Hadis

Kembali lagi terkait kesaksian palsu, dalam suatu riwayat Imam Bukhari, Nabi SAW mengkategorikan kesaksian palsu sebagai dosa besar yang setara dengan syirik dan durhaka kepada orang tua.

Dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari Ayahnya radhiyallahu ‘anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua.” -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya: “Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu.” Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira beliau tidak akan berhenti.” (HR Bukhari no. 5519)

Mengapa konsekwensi saksi palsu bisa setara musyrik alias menganggap ada yang Maha Kuasa selain Allah, sesuatu yang kita ketahui sebagai dosa terbesar bagi seorang muslim? Karena Al-Qur’an menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, kita diharuskan bersikap adil meskipun itu akan memberatkan kerabat sendiri (QS Annisa :135) atau dari kelompok/golongan kita sendiri (QS Al-Maidah : 8) .Al-Quran surat Al-Furqon ayat 68-72 menjelaskan tentang konsekwensi siksaan berlipat bagi orang musyrik dan termasuk juga pelaku syahadat zur alias saksi palsu.

Bersaksi bohong merupakan suatu hal yang sangat berbahaya karena bisa menjatuhkan hukuman atau putusan cacat yang akan menciderai keadilan dan kejujuran yang dijunjung Islam. Sebagai orang yang beriman dan warga negara yang rindu keadilan bisa tegak di negri ini, sudah tentu kita tidak sepatutnya melakukan dan menolerir kebohongan dalam persaksian di pengadilan.

(Sumber:https://ltnnujabar.or.id/saksi-palsu-dalam-pengadilan-menurut-hukum-islam/)

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya