Perbedaan dan Persamaan NU dengan Muhammadiyah yang Perlu Diketahui

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Keduanya memiliki jutaan pengikut yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia, bahkan sampai mancanegara.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 06 Feb 2023, 10:30 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2023, 10:30 WIB
NU dan Muhammadiyah
Perbedaan dan persamaan NU dengan Muhammadiyah. ©2015 Merdeka.com

Liputan6.com, Jakarta - Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Keduanya memiliki jutaan pengikut yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia, bahkan sampai mancanegara.

NU berdiri pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur yang dipelopori oleh KH Hasyim Asy'ari bersama ulama lainnya. Sementara Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 atau 18 November 1912. Dari segi usia memang Muhammadiyah lebih tua dari NU.

Baik NU maupun Muhammadiyah keduanya memiliki pengaruh yang besar dalam perjalanan Indonesia. Dua organisasi Islam ini ikut terlibat dalam melawan penjajah demi memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Dua organisasi ini pula telah melahirkan tokoh-tokoh bangsa yang ikut andil dalam segala persiapan-persiapan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, tokoh-tokoh yang berjasa ini mendapat gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah.

Meski keduanya tercatat sebagai organisasi Islam yang berperan penting dalam sejarah perjalanan Indonesia, NU dan Muhammadiyah seringkali dibenturkan karena persoalan perbedaan dalam pengamalan ibadah. 

Contoh sederhana, NU menggunakan qunut saat salat Subuh, sedangkan Muhammadiyah tidak. Perbedaan seperti ini sering menjadi perdebatan yang tidak ada ujungnya. Padahal keduanya memiliki dalil.

Selain perbedaan, sebetulnya NU dan Muhammadiyah memiliki persamaan. Persamaan inilah yang seharusnya ditonjolkan sehingga umat Islam di Indonesia semakin bersatu dan solid.

Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan NU dengan Muhammadiyah, simak ulasan Liputan6.com berikut yang dilansir dari berbagai sumber.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Pertemuan PBNU dan Muhammadiyah-Said Aqil Siradj-Haedar Nashir
Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj (ketiga kanan) dan Ketua Umum PP Muhammadiyah H. Haedar Nashir (kedua kiri) memberi keterangan saat silaturahim keluarga besar NU dan Muhammadiyah di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (23/3). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Mengutip Merdeka.com, NU dan Muhammadiyah memiliki perbedaan dalam pengamalan ibadah yang bersifat Furu'iyah (cabang-cabang) dalam Islam. Perbedaan sudut pandang dan metode ijtihad yang dikembangkan oleh dua organisasi Islam itu efeknya sangat terasa, misalnya ketika menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, Zulhijjah dan sebagainya.

Perbedaan orientasi keagamaan NU dan Muhammadiyah bisa dilacak berdasarkan proses polarisasi pemikiran dan pengalaman pendidikan dua tokoh utama pendiri organisasi tersebut, yaitu KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy‟ari. Keduanya merupakan representasi ulama nusantara yang hidup pada abad ke-19 dan ke-20. 

Perbedaan pendidikan dan pengalaman itulah yang menyebabkan NU dan Muhammadiyah menjadi dua organisasi yang berbeda, meski hal tersebut tidak bersifat prinsipil. Sehingga, perbedaan NU dan Muhammadiyah ini masih berada dalam koridor toleransi dan tidak sampai menimbulkan konflik.

Berikut ini rincian mengenai perbedaan NU dan Muhammadiyah, dikutip dari Nizham Journal of Islamic Studies IAIN Metro.

Perbedaan dalam Hal Guru

Film Jejak Langkah 2 Ulama
Muhammadiyah dan NU berkolaborasi membuat film biografi sejarah KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari yang diberi judul Jejak Langkah 2 Ulama(Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

KH Ahmad Dahlan dipengaruhi oleh Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang. Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida sebagai guru-gurunya. 

Kecenderungan orientasi keagamaan yang dibawa oleh para guru kepada pendiri Muhammadiyah ini adalah soal Reformisme (Tajdîd) Islam, Puritanisasi atau Purifikasi (pemurnian) ajaran Islam, Islam Rasional, dan Pembaruan sistem pendidikan Islam.

Sementara pada KH Hasyim Asy’ari, para guru yang berpengaruh adalah KH Kholil Bangkalan, KH Ya‟kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany.

Kecenderungan orientasi keagamaan yang dibawa oleh para guru ini adalah soal Penganjur Fiqih Madzhab Sunni terutama mazhab Syafi'i, menekankan pendidikan tradisional (pesantren), praktik tasawuf atau tarekat, dan paham Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Perbedaan dalam Hal Paham Keagamaan

Pertemuan PBNU dan Muhammadiyah-Said Aqil Siradj-Haedar Nashir
Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj memberikan cindermata ke Ketua Umum PP Muhammadiyah H. Haedar Nashir saat silaturahim keluarga besar NU dan Muhammadiyah di kantor PBNU, Jakarta, Jumat (23/3). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Masih mengutip sumber yang sama, berikut ini adalah perbedaan paham keagamaan antara NU dan Muhammadiyah yang perlu diketahui:

NU:

  • Membaca Qunut dalam sholat Subuh
  • Membaca Sholawat/puji-pujian setelah Adzan
  • Tarawih 20 Rakaat
  • Niat shalat dengan membaca Ushalli
  • Niat puasa dengan membaca nawaitu sauma ghadin dengan jahr, niat berwudulu dengan nawaitu Wudu’a lirafil hadats
  • Tahlilan, Dibaiyah, barjanzi dan selamatan (kenduren)
  • Bacaan Dzikir setelah sholat dengan suara Nyaring
  • Adzan subuh dengan lafad Ashalatu khair minan naum
  • Adzan Jum'at 2 kali
  • Menyebut Nabi dengan kata Sayyidina Muhammad
  • Shalat Id di masjid
  • Menggunakan Mazhab Empat dalam Fikih (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi)

Muhammadiyah:

  • Tidak membaca Qunut dalam Shalat Subuh
  • Tidak membaca puji-pujian/sholawat
  • Tarawih 8 rakaat
  • Niat Shalat tidak membaca Ushalli
  • Niat Puasa dan Wudlu tanpa dijahr-kan.
  • Tidak boleh Tahlilan, Dibaiyah, Berjanzi dan Selamatan (kenduren)
  • Dzikir setelah shalat dengan suara pelan
  • Adzan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum
  • Adzan Jum'at 1 kali
  • Tidak menggunakan kata Sayyidina
  • Shalat Id di lapangan
  • Tidak terikat pada mazhab dalam fikih

Sejatinya, perbedaan itu menjadi anugerah. Islam mengajarkan saling menghargai bukan saling memusuhi.

Persamaan NU dan Muhammadiyah

Ribuan Jamaah NU dan Muhammadiyah di Malang Bersatu
Halal bi halal jamaah NU dan Muhammadiyah di Malang, Jawa Timur (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Selain perbedaan, NU dan Muhammadiyah memiliki persamaan. Persamaan dua organisasi Islam ini diungkap oleh tokoh pendidikan Islam Prof Imam Suprayogo.

Mengutip tulisannya di situs UIN Malang, menurutnya persamaan NU dan Muhammadiyah cukup banyak. Akan tetapi jika menyebut di antaranya saja bahwa NU dan Muhammadiyah adalah sama-sama menganut ajaran Islam, hanya mengakui Tuhan yang satu atau esa, ialah Allah SWT.

NU dan Muhammadiyah mempercayai bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan oleh karena itu menjadikan kehidupannya sebagai tauladan. Kemudian sama-sama menjadikan Al-Qur'an sebagai kitab suci yang harus dipedomani, berkiblat kepada ka'bah, dan keduanya sama-sama berusaha menjalankan kelima rukun Islam sebaik-baiknya.

Selama bergaul dengan orang-orang NU dan Muhammadiyah, menurutnya di anatara mereka saling mendoakan hal yang baik. Setiap hari mereka mendoakan agar kaum muslimin dan muslimat tanpa terkecuali dikaruniai keselamatan, ampunan dari Allah, kesehatan, dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat. 

“Doa itu juga tidak bersifat diskriminatif, misalnya hanya umat Islam yang khusus menjadi anggota NU dan atau khusus sebagai anggota Muhammadiyah. Dalam doa tidak pernah disebutkan jenis anggota organisasi itu,” katanya.

Ia menjelaskan, NU akan merasa senang manakala ada orang Muhammadiyah yang ikut salat berjamaah dan mengikuti kegiatan kultural seperti istighosah, tahlil, dan semacamnya. Begitu pun sebaliknya, orang Muhammadiyah akan gembira ketika ada orang NU yang memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah.

“Hal sama pula, orang NU juga bergembira manakala ada anak-anak warga Muhammadiyah belajar ke pesantren yang dikelolanya,” tulis dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya