Teladan Sahabat Tsauban dalam Memenuhi Janji

Teladan kisah sahabat tsauban bin bajdad.

oleh Putry Damayanty diperbarui 02 Jul 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2023, 20:30 WIB
Tsauban bin Bajdad
Tsauban bin Bajdad

Liputan6.com, Jakarta - Dalam hilyatul auliyā’, Tsauban disebut sebagai maulā Rasûlillāh (budak Rasulullah). Imam Al-Ashbahani menggambarkannya dengan kalimat:

وَمِنْهُمُ الْقَنِعُ الْعَفِيْفُ، الْوَفِيُّ الظَّرِيْفُ، أَبُوْ عَبْدِ اللهِ ثَوْبَانُ مَوْلَى رَسُوْلِ الرَّحْمنِ

Artinya: “Sebagian (di antara) mereka terdapat (sahabat Nabi) yang qana’ah lagi menjaga kehormatan diri; (selalu) memenuhi janji lagi cerdas. Dia adalah Abu Abdullah Tsauban, budak seorang Rasul yang penuh kasih sayang.” (Al-Ashbahani, Hilyatul Auliyā’, juz I, halaman 180). 

Tsauban bin Bajdad merupakan tawanan dari Hijaz yang dibeli dan dimerdekakan oleh Rasulullah SAW.

Kemudian ia melayani Rasulullah SAW dan menyerap banyak ilmu darinya. Ia juga meriwayatkan banyak hadis yang langsung didapat dari Rasulullah SAW.

Selain menjadi periwayat hadis, Tsauban juga dikenal karena sikap memenuhi janjinya. Janji tersebut yakni bahwa dia tak akan meminta tolong selain kepada Allah SWT.

Bahkan, untuk hal-hal ringan dan kecil sekalipun, Tsuaiban akan melakukannya sendiri dan bersandar hanya kepada Allah SWT semata.

Saksikan Video Pilihan ini:

Tidak Pernah Meminta Bantuan Selain kepada Allah SWT

Di zaman sekarang, hampir mustahil menemukan orang seperti Sayyidina Tsauban bin Bajdad, atau bahkan tidak ada. Namun demikian kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Sebab, sebuah nilai mulia seringkali berada di awang-awang dan tidak memiliki garis finish, jika pun ada, garis finish itu sangat susah untuk dicapai.

Tapi bukan berarti kita tidak mencobanya, bahkan harus menjadikannya sebagai cita-cita dan tujuan sepanjang hidup. Sebab dengan kisah-kisah semacam inilah kita berproses. Berjuang membenahi diri dari hari ke hari, yang semula mengingkari janji puluhan kali, menjadi tersadar dan berjuang untuk menjauhinya.

"Di samping itu, dengan membaca kisah semacam ini, kita jadi tahu bahwa mungkin saja praktik keagamaan dilaksanakan dalam level idealnya, seperti Sayyidina Tsauban yang terkenal dengan al-wafiyyu (orang yang memenuhi janji)," tulis Ustadz Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Petanahan, Kebumen, dikutip dari laman NU Online, Sabtu (1/7/2023).

Gelar al-wafiyyu didapatkan olehnya karena keteguhan dan keistiqamahannya memegang janji. Sejak mengatakan, “Aku (mau), wahai Rasulullah”, Tsauban tidak pernah sekalipun meminta sesuatu kepada orang lain, baik itu harta benda ataupun pertolongan.

Ia memilih mengambil sendiri cambuknya yang jatuh meski sedang mengendarai unta, padahal banyak orang yang bisa dimintai tolong olehnya. Dalam riwayat lain dikatakan (jalur Sulaiman bin Ahmad), bahwa Rasulullah berkata:

مَنْ يَتَكَفَّلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ النَّاسَ وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ؟ فَقَالَ ثَوْبَانُ: أَنَا، فَكَانَ ثَوْبَانُ لَا يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْئًا 

Artinya: “Siapa yang (mau) menjamin kepadaku bahwa ia tidak akan meminta kepada manusia, dan aku akan menjaminnya masuk surga?” Tsauban menjawab: “Aku (mau, wahai Rasulullah).” Kemudian, (setelah itu) Tsauban tidak pernah meminta sesuatu pun kepada siapa pun.” (Al-Ashbahani, Hilyatul Auliyā’, juz I, halaman 181).   

Sejak saat itu Sayyidina Tsauban tidak pernah meminta bantuan selain kepada Allah. Ia memegang teguh janjinya kepada Rasulullah, bahkan dalam keadaan paling ringan dan normal sekalipun seperti ketika cambuknya terjatuh. Suatu keadaan yang wajar jika ada orang yang mengambilkannya, tapi ia menolak dan mengambilnya sendiri karena memegang teguh janjinya kepada Rasulullah SAW.    

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya