Liputan6.com, Jakarta - Jemaah haji Indonesia telah berangsur-angsur pulang ke Tanah Air. Namun, kepulangan jemaah dari Tanah Suci ternyata tak selalu dipenuhi dengan cerita sukacita. Terlebih jika jumlah jemaah yang kembali ke Indonesia tidak lengkap karena meninggal dunia.
Seperti yang terjadi pada kelompok terbang (Kloter) 18 Embarkasi Surabaya (SUB 18). Jemaah yang mayoritas berasal dari Tuban, Jawa Timur, ini semula berjumlah 449 orang saat berangkat ke Tanah Suci, namun ketika pulang ke Tanah Air tersisa 441 orang. Sebab, delapan orang meninggal dunia di Makkah dan langsung dimakamkan di sana.
Baca Juga
Ketua Kloter SUB 18, Imam Syafi’i menuturkan, tiga jemaah meninggal sebelum fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Sementara lima jemaah lainnya wafat pasca-Armuzna. Rata-rata mereka meninggal karena kelelahan, dan sebagian memiliki riwayat sakit diabetes hingga jantung.
Advertisement
“Yang meninggal laki-laki empat orang dan perempuan empat orang. Rata-rata berusia 70 tahun ke atas dan memiliki riwayat sakit sejak dari Tanah Air,” ujarnya saat ditemui di Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Azis, Jeddah, jelang kepulangan ke Indonesia, Selasa malam (11/7/2023).
Bahkan, ada jemaah yang meninggal sesaat sebelum pulang ke Indonesia. Jemaah tersebut sempat mengikuti ibadah tawaf wada pada Selasa pukul 10.00 Waktu Arab Saudi (WAS) dan meninggal satu jam setelahnya.
“Ini awalnya sehat dan tanpa keluhan, sehingga tidak menjadi fokus perhatian tim Kesehatan. Yang jadi fokus perhatian tim kesehatan adalah yang berisiko tinggi (risti), justru ikut pulang bareng kami saat ini,” katanya.
Banyaknya jemaah haji meninggal membuat anggota kloter ini hampir selalu menggelar tahlilan dan doa bersama setiap malam. Setiap jemaah yang wafat minimal didoakan selama 7 hari berturut-turut di hotel Sektor 5 Makkah.
“Pernah baru sehari ada yang meninggal, belum 24 jam sudah disusul satu lagi. Kami membaca doa pun digabung untuk dua jemaah yang wafat sekaligus,” ucapnya.
Jemaah haji kloter SUB 18 masuk dalam pemberangkatan gelombang pertama yang tiba di Tanah Suci melalui Bandara Internasional Amir Mohammed bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah pada 1 Juni 2023 lalu. Mereka lebih dulu tinggal di Madinah selama delapan hari untuk melaksanakan ibadah arbain di Masjid Nabawi sebelum didorong ke Makkah.
“Saat menjalankan ibadah arbain di Madinah, belum ada yang wafat. Satu kloter jemaah haji masih bersama diberangkatkan ke Makkah untuk menjalani umrah wajib dan mempersiapkan puncak ibadah haji,” kata Imam.
Jemaah Haji Beri Isyarat Meninggal di Tanah Suci
Dia mengungkapkan, rata-rata jemaah haji yang wafat di Makkah ini memang sudah mengisyaratkan bercita-cita meninggal di Tanah Suci.
“Sebagian di antara mereka, sudah ada yang menyampaikan pesan-pesan atau wasiat kepada keluarganya masing-masing. Karena itulah, sebagian keluarga yang ditinggalkan juga ikhlas menerimanya karena sudah ada sinyal,” kata Imam yang turut dibenarkan oleh dua ketua rombongan (Karom), yakni Syaifullah Nurhadi Abdul Mujib dan Khafid Abdul Wahid.
Bahkan sebelum wafat, sebagian jemaah sudah memperlihatkan perilaku di luar kebiasaan, namun baru bisa dipahami orang di sekelilingnya setelah benar-benar tiada. Termasuk sudah ada yang pesan kepada adiknya terkait posisi harta bendanya untuk diurus.
“Keluarganya juga sudah dikasih pesan, kalau dia mau wafat di sini (Makkah, red). Jemaah haji lainnya bahkan sudah menyatakan diri dengan anggota keluarga, ‘aku rasane mau meninggal neng kene’ begitu pesannya,” kata Imam menceritakan kisah almarhum.
Sebagai ketua kloter, Imam Syafi’i mengaku cukup sibuk mengurus jemaahnya yang wafat. Bahkan hingga detik terakhir jelang kepulangan menuju Bandara Jeddah, dia masih mengurus certificate off date (COD) untuk jemaah haji yang wafat.
Advertisement