Marak Praktik E-Commerce, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

E-commerce dalam pandangan Islam

oleh Putry Damayanty diperbarui 11 Okt 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2023, 20:30 WIB
Ilustrasi belanja online di e-commerce. Foto; Freepik
Ilustrasi belanja online di e-commerce. Foto; Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa lepas dan saling terhubung satu dengan lainnya. Tak ada manusia yang tidak membutuhkan bantuan orang lain.  

Dalam syariat Islam, hubungan antar manusia dengan manusia lainnya disebut dengan muamalah. Hukum dasarnya ialah al-ibahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya.

الأصل في المعاملات الحل والإباحة 

Artinya: “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

Salah satu bentuk muamalah adalah jual beli. Sejak dulu, jual beli telah menjadi kebiasaan yang melekat di kalangan masyarakat.

Seiring perkembangan zaman, aktivitas jual beli pun turut mengalami perubahan yang demikian pesat. Dengan perkembangan teknologi digital yang canggih, sehingga semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas jual beli online saat ini atau yang dikenal dengan sebutan e-commerce.

Pembeli yang awalnya harus keluar rumah sekarang tinggal menggunakan smartphone dari jarak jauh untuk membeli barang melalui aplikasi toko online, seperti Tik-Tok, Shopee, Lazada,  Tokopedia, dan lain-lain. Lantas bagaimana pandangan Islam sendiri terhadap fenomena jual beli online yang sekarang banyak digandrungi oleh anak muda ini?

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Akad dalam Transaksi Jual Beli 

Mengutip dari laman NU Online Jateng, dalam Islam, jual beli disebut dengan al-bai' yang secara bahasa berarti memindahkan kepemilikan sebuah benda dengan akad saling mengganti.  

Seperti disinggung sebelumnya, jual beli di era sekarang bisa dilakukan dengan cara online. Nah jual beli secara online ini disebut juga dengan e-commerce atau perdagangan elektronik. E-commerce merupakan salah satu hasil dari penerapan internet (dalam hal ini ekonomi digital) pada bidang ekonomi.  

Mengetahui status dari transaksi e-commerce bagi kaum muslim merupakan hal yang penting. Hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hukum akad saat jual beli secara langsung.  

Perlu dicatat bahwa hukum akad jual beli melalui alat elektronik itu adalah sah. Sah dalam artian, kedua belah pihak (penjual dan pembeli) sebelumnya sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya dengan dasar pengambilan hukum.

Dalam Islam, terdapat beberapa kontrak/akad dalam transaksi jual beli, di antaranya adalah bai’ as-salam, bai’ al-istisna, dan bai’ muajjal. Ketiganya memiliki pengertian yang berbeda-beda. 

  • Bai’ as-salam merupakan suatu perjanjian jual beli dengan pembayaran lunas di muka dan barang dikirimkan kemudian;
  • Bai’ al-istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. Pembayaran tidak wajib disegerakan namun dilakukan ketika pesanan telah dibuat, tergantung kesepakatan antara pemesan/pembeli dengan penjual;
  • Bai’ muajjal, merupakan suatu perjanjian di mana pembeli dan penjual keduanya telah sepakat untuk penangguhan pembayaran. 

Jika melihat dari pengertian ketiga akad dalam transaksi jual beli di atas, maka transaksi e-commerce lebih condong kepada akad bai’ as-salam. Sama seperti jual beli secara langsung, transaksi e-commerce juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan aturan Islam tentang jual beli. 

Syarat Diperbolehkan Jual Beli

Maksudnya begini, transaksi e-commerce itu diperbolehkan asalkan memenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli. Rukun jual beli meliputi ada barang atau jasa yang akan diperjualbelikan, ada pihak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi, harga dapat diukur dengan nilai uang atau alat pembayaran lain yang berlaku di suatu daerah dan adanya serah terima atau ijab qabul. 

Sedangkan syarat jual beli meliputi antara pembeli dan penjual harus saling ridha, barang yang diperjualbelikan bukan barang haram, pihak yang bertransaksi harus berakal sehat dan dewasa serta yang paling penting adalah transparansi atau tidak adanya manipulasi harga dari penjual.

Apabila rukun dan syarat jual beli sudah benar-benar diterapkan, maka pelaku e-commerce sudah menjalankan nilai-nilai ajaran Islam. Islam memang melarang transaksi jual beli yang mengandung unsur riba (kelebihan/tambahan dalam pembayaran utang piutang/jual beli yang disyaratkan sebelumnya oleh salah satu pihak), gharar (ketidakpastian), penipuan, paksaan, dan maisir (judi), serta haram. 

Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275 disebutkan, 

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ 

Artinya: ” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba…(QS. Al-Baqarah: 275). 

Itulah salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menegaskan bahwa Islam sangat melarang aktivitas ekonomi yang terdapat unsur riba di dalamnya. E-commerce ini memang sangat memberikan kenyamanan bagi pelaku ekonomi. Namun terlepas dari itu, dalam aktivitas e-commerce bisa saja terjadi penipuan. Semoga hal itu tidak terjadi pada kita.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya