Hukum Menangis Saat Puasa, Batal atau Tidak?

Hukum menangis saat puasa

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 06 Apr 2024, 17:15 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2024, 17:15 WIB
Contoh ilustrasi anak menangis karena memar
Anak akan bereaksi ketika sesuatu terjadi padanya seperti mengalami memar karena terbentur misalnya. (Foto: Pexels.com/Vika Glitter)

Liputan6.com, Jakarta Menangis saat berpuasa seringkali menjadi momen yang menghadirkan pertanyaan menarik terkait hukum dan dampaknya terhadap status puasa seseorang. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, menangis adalah reaksi alami manusia terhadap berbagai kejadian emosional yang dialami. Namun, ketika berpuasa, seseorang dituntut untuk dapat mengendalikan tidak hanya kebutuhan fisik seperti makan dan minum, tetapi juga emosi lainnya seperti marah, bergibah, dan berbohong. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah menangis dapat membatalkan puasa ataukah hanya merupakan hal yang makruh?

Dalam kaitannya dengan keislaman, puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menguji kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri secara keseluruhan, termasuk dalam menghadapi emosi. Namun, pertanyaan tetap muncul apakah menangis dianggap sebagai hal yang dapat mengakibatkan batalnya ibadah puasa atau hanya sebagai hal yang tidak diinginkan (makruh).

Dalam konteks ini, penting untuk menggali pemahaman yang lebih mendalam mengenai pandangan agama terhadap menangis saat berpuasa. Apakah menangis dapat mempengaruhi keabsahan ibadah puasa ataukah hanya menjadi bagian dari dinamika emosional manusia yang dihadapi dalam menjalani ibadah puasa.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum hukum menangis saat puasa, pada Senin (25/3).

Apakah menangis membatalkan puasa?

Contoh ilustrasi anak menangis karena efek alergi
Alergi sapi menjadi tantangan orangtua karena sulitnya mencari susu yang tepat untuk anak (Foto: Unsplash.com/Kelly Sikkema)

Menangis bukanlah hal yang secara langsung membatalkan puasa dalam pandangan agama Islam. Ini dikarenakan menangis tidak termasuk dalam tindakan yang memasukkan sesuatu ke dalam rongga bagian dalam tubuh (jauf), yang merupakan salah satu kriteria yang dapat membatalkan puasa. Dalam sebuah riwayat dari Muslim, diketahui bahwa Abu Bakar As Shiddiq sering menangis saat beribadah, seperti saat sholat atau membaca Al-Quran. Meskipun tidak ada penjelasan rinci apakah menangis dapat membatalkan puasa atau tidak, namun tidak dianggap sebagai hal yang mengakibatkan puasa batal.

Dalam kitab Rawdah at-Thalibin, disebutkan bahwa air mata yang keluar saat menangis tidak masuk ke dalam jauf atau bagian dalam tubuh. Ini ditegaskan dengan pernyataan bahwa tidak ada jalan dari mata menuju tenggorokan. Sehingga, air mata yang keluar saat menangis tidak dianggap sebagai sesuatu yang dapat membatalkan puasa.

   فرع لا بأس بالاكتحال للصائم، سواء وجد في حلقه منه طعما، أم لا، لان العين ليست بجوف، ولا منفذ منها إلى الحلق  

Artinya: “Cabang permasalahan. Tidak dipermasalahkan bagi orang yang berpuasa untuk bercelak, baik ditemukan dalam tenggorokannya dari celak tersebut suatu rasa atau tidak. Sebab mata tidak termasuk jauf (bagian dalam) dan tidak ada jalan dari mata menuju tenggorokan” (Syekh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Rawdah at-Thalibin, Juz 3, Hal. 222)

Namun, perlu diingat bahwa jika air mata yang keluar saat menangis tersebut tercampur dengan air liur dan kemudian tertelan ke dalam tenggorokan, hal ini dapat membatalkan puasa. Ini karena proses penelanan atau menelan zat cairan yang terkandung dalam air mata dan air liur.

Meskipun menangis secara teknis tidak membatalkan puasa, umat Muslim tetap dianjurkan untuk menjalankan ibadah puasa dengan penuh kegembiraan dan kesyukuran. Puasa adalah salah satu ibadah yang mengharuskan kesabaran, keikhlasan, dan ketekunan dalam menjalankannya. Oleh karena itu, lebih baik untuk menjaga hati dan jiwa agar senantiasa dalam keadaan yang memperoleh rida dari Allah SWT.

Dalam praktiknya, sikap menangis yang berlebihan atau terus-menerus juga bisa mengganggu konsentrasi dalam menjalankan ibadah. Sehingga, disarankan untuk menjalani puasa dengan sikap yang tenang, penuh kesadaran, dan fokus pada tujuan utama dari ibadah tersebut, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meningkatkan ketaqwaan.

Hal-hal yang membatalkan puasa

Contoh ilustrasi anak ngambek atau cranky hingga menangis
Pastinya sebagai orangtua, kamu sering dihadapkan dengan situasi anak yang ngambek atau cranky. (Foto: Pexels.com/Keira Burton)

Dalam Islam, terdapat beberapa hal yang dapat membatalkan puasa berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam kitab Matnu Abi Syuja'. Kitab ini menyebutkan bahwa ada sepuluh hal yang dapat membatalkan puasa seseorang. Dalam kitab Matnu Abi Syuja', diterangkan 10 hal yang dapat membatalkan puasa.

والذي يفطر به الصائم عشرة أشياء : ما وصل عمدا إلى الجوف أو الرأس والحقنة في أحد السبيلين والقيء عمدا والوطء عمدا في الفرج والإنزال عن مباشرة والحيض والنفاس والجنون والإغماء كل اليوم والردة

Artinya: "Yang membatalkan puasa ada sepuluh hal, yakni (1) sesuatu yang sampai pada rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala, (2) mengobati dengan memasukkan sesuatu pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur), (3) muntah secara sengaja, (4) melakukan hubungan seksual secara sengaja pada alat kelamin, (5) keluarnya mani sebab bersentuhan kulit, (6) haid, (7) nifas, (8) gila, (9) pingsan di seluruh hari dan (10) murtad," (Syekh Abi Syuja', Matnu Abi Syuja', hal. 127).

Jadi hal-hal yang menbatalkan puasa bukanlah menangis, melainkan adalah:

  1. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga bagian dalam tubuh (jauf) atau kepala secara sengaja.
  2. Melakukan pengobatan dengan cara memasukkan sesuatu dari dua jalan, yaitu jalan makanan (qubul) atau jalan keluar (dubur).
  3. Muntah dengan sengaja.
  4. Melakukan hubungan intim dengan sengaja.
  5. Keluarnya mani karena bersentuhan kulit.
  6. Mengeluarkan darah haid.
  7. Mengeluarkan darah nifas.
  8. Pingsan sepanjang hari.
  9. Murtad atau meninggalkan agama Islam.
  10. Kehilangan akal sehat (junun) atau pingsan tanpa sebab yang jelas.

Dari uraian tersebut, kita dapat melihat bahwa menangis tidak termasuk dalam hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Hal ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa menangis tidak melibatkan pengiriman benda apapun ke arah tenggorokan atau jauf, sehingga tidak mempengaruhi status puasa seseorang.

Dalil yang menguatkan bahwa menangis tidak membatalkan puasa dapat ditemukan dalam hadits dan penjelasan ulama. Misalnya, hadits yang mengatakan bahwa Abu Bakar As Shiddiq sering menangis saat beribadah, namun puasanya tetap sah. Selain itu, penjelasan dari kitab Rawdah at-Thalibin juga menjelaskan bahwa air mata yang keluar saat menangis tidak masuk ke dalam jauf atau bagian dalam tubuh.

Dengan demikian, meskipun menangis adalah tindakan yang dilakukan dengan perasaan yang mendalam, namun hal tersebut tidak membatalkan puasa asalkan tidak ada pengiriman air mata yang tercampur dengan air liur dan tertelan ke dalam tenggorokan. Ini menunjukkan bahwa agama Islam memberikan pemahaman yang komprehensif terkait hal-hal yang dapat membatalkan puasa dan memberikan kelonggaran dalam hal-hal yang diluar kendali seseorang, seperti menangis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya