Liputan6.com, Cilacap - Selain tradisi bermaaf-maafan di pagi harinya setelah melaksanakan Sholat Idul Fitri, tampak juga tradisi menyiapkan makanan saat lebaran.
Baca Juga
Advertisement
Banyak makanan yang dipersiapkan. Dari makanan yang siap saji yang terdapat di meja dampai makanan menu khas lebaran seperti ketupat, opor ayam, rending dan lain sebagainya.
Fenomena ini sudah biasa dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia. Hal ini selain pengejawantahan rasa syukur kita kepada Allah SWT, juga dalam rangka memuliakan tamu yang berkunjung ke rumah kita.
Namun, benarkah demikian dibalik tradisi menyiapkan makanan di momen hari kemenangan itu mengandung juga unsur menghormati tamu sebagaimana perintah agama Islam?
Simak Video Pilihan Ini:
Bagian dari memuliakan Tamu
Menukil jatman.or.id, Hari raya Idul Fitri adalah salah satu momentum yang sering digunakan umat muslim untuk menyambung tali silaturahmi. Mereka berbondong-bondong untuk mengunjungi sanak keluarga dan kerabat untuk sekedar melepas rindu, saling bermaaf-maafan serta berkumpul bersama.
Pada momen ini, kebiasaan masyarakat muslim, khususnya muslim di Indonesia adalah memberikan suguhan terbaik untuk tamu-tamunya yang datang berkunjung sebagaimana perintah Rasulullah saw. untuk selalu memuliakan tamu, siapa pun dan dari mana pun tamu itu berasal karena merupakan salah satu cerminan keimanan seseorang.
Dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”
Bahkan jika Rasulullah saw. kedatangan tamu sedangkan ia hanya memiliki sedikit makanan untuk keluarganya saja, ia tetap memprioritaskan tamunya itu sebagai bentuk penghormatan terhadap tamunya.
Advertisement
Karakteristik Orang Beriman Ialah Memuliakan Tamu
Menukil Republika, salah satu karakteristik penting dalam masyarakat Islam yang terbuka adalah memuliakan tamu. Memuliakan tamu merupakan cermin penghargaan Islam terhadap hak-hak individu dan sosial. Karena itu Nabi SAW memberi justifikasi, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini memberi indikasi bahwa ada kaitan antara iman seseorang dengan memuliakan tamu. Di samping itu, memuliakan tamu juga berefek positif bagi kehidupan akhirat. Jadi Islam memandang tamu tidak hanya sebagai entitas penting dalam membangun kehidupan manusia dalam berbagai aspek di dunia, tapi juga jadi ukuran keimanan seseorang.
Tamu dan didatangi tamu adalah simbol kerja sama. Artinya, ada praktik tukar-menukar informasi, kepentingan, dan kebutuhan di dalamnya. Bagi Imam al-Ghazali, seperti dituturkannya dalam Ihya Ulumuddin, manusia sedemikian rupa diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendirian. Takdirnya, manusia adalah makhluk berkelompok.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul