Wajibkah Anak Melunasi Utang Orangtua yang Telah Meninggal Dunia?

Melunasi utang adalah kewajiban yang harus segera ditunaikan. Namun, jika orang yang berhtang telah meninggal dunia, apakah anak wajib untuk membayarnya?

oleh Putry Damayanty diperbarui 20 Apr 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2024, 20:30 WIB
[Bintang] Usia 20 Beli Rumah
Ilustrasi hutang | Via: akmal13yuhniani.blogspot.com

Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan utang memang menjadi masalah tak bisa terlepas dari kehidupan umum di masyarakat. Terlebih jika seseorang meninggal dalam keadaan berutang.

Seperti kebiasaan di beberapa masyarakat ketika ada orang meninggal dunia, sebelum jenazah dimandikan salah seorang keluarganya mengumumkan bahwa semua utang si mayit akan diambil alih oleh ahli waris.

Melunasi utang wajib hukumnya bagi orang yang berhutang. Bahkan Islam juga menganjurkan kita untuk tidak menunda-nunda membayar utang. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis: 

“Diriwayatkan dari Hamam ibn Munabbih, bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman.” (HR. al-Bukhari).

Pertanyaannya kemudian, apabila orang meninggal meninggalkan utang, apakah anak berkewajiban melunasi utang orangtua?

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Kewajiban Ahli Waris untuk Melunasi Utang

Melansir dari laman muhammadiyah.or.id, menerangkan bahwa jika orang yang berhutang sampai meninggal dunia belum melunasi hutangnya, dan ia meninggalkan harta waris, maka untuk pelunasan hutang diambil dari harta warisnya sebelum dibagikan kepada ahli warisnya.

Dalam al-Qur’an dijelaskan:

مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ 

Artinya: “… (Pembagian-pembagian warisan tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (QS. an-Nisa’: 11)

Dalam pada itu mengambil alih tanggung jawab orang yang berhutang yang tidak mampu membayar hutangnya adalah merupakan perbuatan yang dibenarkan dan bahkan merupakan perbuatan yang terpuji, termasuk dalam hal ini membayar hutang orang yang tidak mampu membayar hutang sampai ia meninggal dunia. Perbuatan ini merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam kebajikan.

Allah berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. al-Maidah: 2)

Penjelasan Hadis

Dalam hadis diterangkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa melapangkan seorang mukmin dari suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan melapangkannya dari kesusahan pada hari kiamat; barangsiapa yang memudahkan bagi orang yang sedang mendapakan suatu kesulitan, Allah akan memudahkan orang itu di dunia dan di akhirat; dan barangsiapa yang menutup cela seorang muslim, Allah akan menutup kesalahannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلأَكْوَعِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَقَالَ هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ قَالُوا لاَ فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى فَقَالَ هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ قَالُوا نَعَمْ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ عَلَيَّ دَيْنُهُ يَا رَسُولَ اللهِ فَصَلَّى عَلَيْهِ. [رواه البخاري]

Artinya: “Diriwayatkan dari Salmah Ibn al-Akwa’, bahwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan jenazah seseorang untuk dishalatkan. Nabi bertanya: Apakah jenazah ini mempunyai hutang? Mereka (para shahabat) menjawab: Tidak. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyalatkannya. Setelah itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan jenazah yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: Apakah jenazah ini mempunyai hutang? Mereka menjawab: Ya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para shahabat: Shalatkanlah jenazah temanmu ini. Abu Qatadah berkata: Wahai Rasulullah, saya yang menanggung hutangnya. Kemudian Nabi menyalatkan jenazah itu.” (HR. al-Bukhari)

Kesimpulan

Dari hadis terakhir, di samping diperoleh pelajaran bahwa seseorang dibenarkan menanggung hutang dari orang yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya juga terkandung pelajaran bahwa agar seseorang berusaha semaksimal mungkin untuk segera melunasi hutangnya, sehingga jangan sampai meninggal dunia masih mempunyai hutang.

Berdasarkan ayat dan hadis yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Orang yang berhutang wajib melunasi hutangnya.
  2. Hendaknya seseorang yang berhutang, berusaha semaksimal dan secepatnya untuk dapat melunasi hutangnya.
  3. Islam tidak membenarkan menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang telah memiliki kemampuan untuk melunasi hutangnya.
  4. Bagi orang yang berhutang dan sampai akhir hayatnya hutangnya belum dilunasi, maka untuk pembayaran hutangnya diambil dari harta warisnya sebelum dibagi kepada ahli warisnya.
  5. Islam mengajarkan dan menganjurkan agar menolong orang yang dalam keadaan kesulitan termasuk kesulitan dalam membayar hutang.
  6. Islam membenarkan dan menganjurkan seseorang menanggung hutang orang lain yang tidak mampu membayar hutangnya, apalagi jika orang yang berhutang itu tidak dapat melunasi hutangnya sampai dengan meninggal dunia.

Dengan keterangan di atas, maka kebiasaan yang terjadi dapat dibenarkan dalam ajaran Islam, hanya saja hendaknya diperhatikan butir-butir aturan agama sehubungan dengan pembayaran hutang sebagaimana yang telah disebutkan. Perlu untuk disampaikan pula hendaknya kebiasaan pengambilalihan tanggung jawab hutang orang yang meninggal dunia yang terjadi tersebut bukan hanya sekedar formalitas atau basa-basi, tapi orang yang mengambil alih hutang tersebut betul-­betul melaksanakan kesanggupannya.

Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya