Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan tentang perjalanan ruh setelah kematian umumnya lebih sering dibahas daripada perjalanan ruh menuju rahim. Konsep perjalanan ruh setelah kematian dalam Islam sering kali terkait dengan akhirat, yaitu fase setelah kehidupan di dunia ini, di mana ruh manusia akan dihisab (dihitung amalannya) dan dipertanggungjawabkan atas perbuatannya di dunia.
Konsep perjalanan ruh menuju rahim juga ada dalam Islam. Ada keyakinan bahwa Allah SWT menciptakan ruh setiap manusia jauh sebelum mereka lahir ke dunia ini.
Advertisement
Dalam beberapa hadis, disebutkan bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin di rahim pada suatu tahap perkembangan tertentu.
Advertisement
Makanya dalam tradisi tertentu ada prosesi ngupati, atau syukuran empat bulan kehamilan. Konon lantaran di umuran Allah tiupkan ruh kedalam janin.
Meskipun pembahasannya tidak seumum pembahasan tentang perjalanan ruh setelah kematian, konsep ini tetap menjadi bagian penting dalam pemahaman tentang penciptaan manusia dan siklus kehidupan menurut ajaran Islam.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Inilah Perjalanan Ruh
Menukil tebuireng.online, ruh adalah rahasia Allah SWT, Kehidupan manusia tergantung ada tidaknya ruh dalam tubuhnya. Bisa saja manusia tidak punya kaki atau tangan tapi masih dapat hidup. Mungkin saja seseorang memiliki jantung dan paru-paru yang tidak berfungsi, tapi masih mendapat kehidupan. Itulah anugerah Allah yang diberikan kepada makhluknya, berupa ruh.
Sebelum ditiupkan ke dalam rahim, ruh seluruh manusia sudah diciptakan oleh Allah SWT di luar alam dunia. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar mengungkapkan bahwa ruh yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah nur Muhammad, yakni ruh dan nur Muhammad, pena takdir, dan akal. Tapi kesemuanya dalam satu lingkup yaitu Al-Haqiqatul Muhammadiyah (zat Muhammad paling haq) dinamakan nur Muhammad karena suci dari kegelapan.
Setelah itu Allah menciptkan ruh semua makhluk di alam Lahut, sebuah tempat termulia paling haq di sisi-Nya (ahsani taqwim al-haqiqi). Di sanalah semua ruh makhluk berasal. Setelah empat ribu tahun, Allah menciptakan ‘Arsy dari nur ‘ain Muhammad (pokok cahaya Muhammad).
Lalu Allah menggiring semua ruh dari alam Lahut menuju tempat yang lebih rendah, yakni alam jabarut. Dan ruh-ruh itu diberikan nur jabarut oleh Allah. Pada posisi ini ruh para makhluk disebut ruh al-Sulthani. Usai dari alam jabarut, para ruh diturunkan lagi ke alam malakut. Dan dihiasi oleh Allah dengan nur al-malakut. Sehingga ruh tersebut dinamakan ruh al-Rawwani.
Setelah dari alam Malakut, para ruh akan digiring menuju alam Jisim. Dan dengan itu nama ruh disebut ruh al- jismaniy. Dari alam inilah ruh-ruh manusia ditiupkan oleh Allah ke dalam rahim pada usia kandungan 4 bulan. Ketika ruh sudah berada dalam jasad, tiba-tiba mereka lupa tempat mereka berasal, yakni alam jabarut.
Advertisement
Ruh akan Diingatkan Kemana Harus Kembali
Untuk mengingatkan tempat asal para ruh tersebut, maka diutuslah para Nabi dan Rasul di setiap zamannya. Dengan tujuan utama agar ruh-ruh itu ingat di mana seharusnya mereka kembali dan berasal.
Saat para ruh itu mampu menuju tempat mereka berasal, maka mereka akan kembali bertemu jamalullah (sifat indah Allah). Pusat hati (fua’ad) mereka kembali terbuka. Dan hal itu tidak dapat dilalui dengan ilmu-ilmu zahir, melainkan dengan ilmu-ilmu batin. Melalui orang-orang ahli bashirah (pandangan hati) dengan cara talqin kepada wali mursyid yang menuduhkan jalan kepada alam lahut.
Usaha-usaha untuk mengembalikan ruh dari alam jasad menuju alam lahut merupakan kewajiban bagi setiap manusia, begitu ungkap Abdul Qadir Al-Jailani. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan berupaya menuju kemakrifatan.
Kemakrifatan yakni terbukaya hijab nafsu. Sehingga mampu melihat kanz al-makhfiy (sesuatu berharga yang lembut) melalui lubukhati yang paling dalam.
Begitulah perjalan ruh mulai dari tempat paling dekat dengan Allah, yakni lahut. Hingga menuju ke tempat yang paling jauh dari Allah, yakni alam jisim. Dan para ruh tersebut—dalam hal ini manusia—punya kewajiban untuk kembali mengenal Allah SWT dengan ilmu-ilmu batin atau tasawuf. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul