Liputan6.com, Jakarta - Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid, adalah sosok ulama dan politikus berpengaruh yang menjabat sebagai Presiden ke-4 Indonesia dari tahun 1999 hingga 2001.
Terkenal dengan kepemimpinan demokratis dan reformisnya, Gus Dur berkomitmen pada hak asasi manusia, kebebasan pers, dan toleransi antarumat beragama.
Selama masa kepresidenannya, ia mengambil langkah-langkah berani untuk mengatasi ketidakadilan sosial dan mempromosikan persatuan di Indonesia, termasuk mencabut pembatasan terhadap kelompok minoritas dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Advertisement
Sebagai Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur memimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan visi progresif yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan modernitas dan pluralisme.
Ia dikenal karena sikapnya yang inklusif dan humornya yang cerdas, serta kontribusinya dalam memperjuangkan pendidikan dan dialog antarumat beragama.
Gus Dur, sang Presiden, meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Indonesia sebagai sosok yang memperjuangkan toleransi, keadilan, dan pemahaman yang lebih luas dalam masyarakat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Konsep Gus Dur
Soal kesederhanaan, menukil Nu Online, Gus Dur, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan rendah hati. Kesederhanaan ini terlihat jelas dalam berbagai aspek kehidupannya, baik sebagai ulama, tokoh masyarakat, maupun saat menjabat sebagai Presiden ke-4 Indonesia.
Meskipun berasal dari keluarga terhormat dan berpengaruh, seperti darah mengalir dari KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, dan KH Bisri Sansuri, Gus Dur tetap menjaga sikap tawadu' dan sederhana.
Pendidikan yang diterimanya dari keluarga dan pesantren serta pengalaman di dunia perkuliahan membentuk karakternya untuk selalu terbuka kepada siapa saja.
Ketika menjabat sebagai Presiden, Gus Dur menunjukkan banyak teladan tentang kesederhanaan dan kebijaksanaan. Salah satu momen yang paling dikenang adalah saat pelengseran dirinya dari kursi presiden.
Gus Dur keluar dengan mengenakan celana pendek, pakaian yang biasanya ia gunakan untuk bermalam atau saat tidak menjalankan tugas sebagai presiden. Ini adalah bentuk kesederhanaan yang ingin ia tunjukkan kepada publik.
Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang terbuka kepada siapa saja tanpa memandang status atau latar belakang. Ia pernah memutuskan agar Istana Negara terbuka untuk umum, memungkinkan siapa saja untuk mengunjunginya, baik yang bersandal jepit, tak beralas kaki, maupun yang mengendarai bajaj.
Ini adalah contoh nyata dari sikapnya yang tidak membeda-bedakan orang. Gus Dur tidak canggung makan gorengan seperti bakwan, tahu, tempe, dan lainnya, tanpa membedakan makanan yang ada di hadapannya.
Salah satu ungkapan terkenal dari Gus Dur adalah "gitu aja kok repot". Ungkapan ini mencerminkan pandangannya bahwa setiap persoalan pasti dapat diatasi dengan baik.
Gus Dur mengungkapkan bahwa tiap persoalan yang dihadapi pasti dapat ditangani dan ada jalan keluarnya. Namun, ini bukan berarti Gus Dur menggampangkan setiap masalah yang ada.
Â
Advertisement
Begini Cara Gus Dur Memimpin Negara
Dalam konteks kepemimpinan, Gus Dur pernah membubarkan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan yang dianggap tidak berfungsi dengan baik pada masa Orde Baru.
Langkah ini diambil Gus Dur sebagai bentuk penyederhanaan birokrasi yang dianggap berbelit-belit.
Selama masa jabatannya sebagai presiden, Gus Dur memilih untuk menanggalkan simbol-simbol kekuasaan dan menjaga jarak dengan publikasi.
Ia sering kali menghadiri acara tanpa iringan pengawal dan tanpa protokoler yang mencolok. Gus Dur malah datang hanya ditemani beberapa orang, dan bahkan nyelonong lewat pintu belakang pesantren saat sowan ke ulama kharismatik Mbah Abdullah Salam Kajen.
Gus Dur juga dikenal anti-nepotisme. Meskipun menjabat sebagai presiden, ia tidak menggunakan kekuasaannya untuk menaikkan keluarga, kerabat, atau teman dekat ke posisi jabatan. "Anak dan menantu Gus Dur tidak diberi penghidupan atau jatah jabatan," tulis penulis. Ini mencerminkan prinsip Gus Dur untuk tidak menggunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi.
Teladan kesederhanaan Gus Dur harus menjadi refleksi bagi para pejabat publik. Pribadi sederhana, menghindari kemewahan, terbuka bagi siapa saja, dan jauh dari sikap ambisius adalah hal-hal penting bagi seorang penguasa.
Gus Dur dihormati bukan hanya karena jabatannya, tetapi juga karena integritas dan kesederhanaannya yang nyata dalam setiap tindakannya.
Menjauhkan diri dari hidup glamor dan berfoya-foya sangat penting bagi pejabat publik.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Â