Liputan6.com, Jakarta - Suci dari hadas kecil maupun besar merupakan syarat keabsahan ibadah dalam ajaran Islam. Suci dari hadas kecil menuntut seseorang untuk membasuh bagian-bagian tubuh tertentu hingga bersih dengan berwudhu.
Sementar hadas besar mewajibkan seseorang untuk bersuci sebelum beribadah dengan mandi. Mandi wajib diperuntukkan bagi mereka yang berada dalam keadaan junub karena keluar mani, sebab jimak atau lainnya, usai haid, atau nifas.
Advertisement
Baca Juga
Niat merupakan langkah pertama dalam mandi wajib, selanjutnya meratakan tubuh dengan air. Semua permukaan dan lipatan di tubuh harus secara merata terbasuh air baik berbentuk bulu, kuku, maupun kulit.
Namun, sebagaimana yang dipercayai oleh sebagian orang bahwa rontokan rambut atau kuku harus dikumpulkan untuk kemudian ikut dibasuh pada saat mandi wajib. Benarkah demikian?
Saksikan Video Pilihan ini:
Hukum Membasuh Rontokan Rambut dan Kuku Saat Mandi Wajib
Mengutip dari laman NU Online, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Imam Nawawi dalam kitab Raudlatut Thalibin mengatakan sebagai berikut.
ولو غسل بدنه إلا شعرة أو شعرات ثم نتفها قال الماوردي إن كان الماء وصل أصلها أجزأه وإلا لزمه إيصاله إليه وفي فتاوى ابن الصباغ يجب غسل ما ظهر وهو الأصح وفي البيان وجهان أحدهما يجب والثاني لا لفوات ما يجب غسله كمن توضأ وترك رجله فقطعت والله أعلم
Artinya: “Andaikan seseorang membasuh seluruh badannya kecuali sehelai atau beberapa helai rambut (bulu) kemudian ia mencabutnya, maka Imam Mawardi berpendapat, 'Jika air dapat sampai ke akar helai itu, maka memadailah. Tetapi jika tidak, maka ia wajib menyampaikan air ke dasar bulu itu.' Sedangkan fatwa Ibnu Shobagh menyebutkan, 'Wajib membasuh bagian yang tampak saja.' Pendapat ini lebih sahih. Sementara kitab Albayan menyebut dua pendapat. Pertama, wajib (membasuh bagian tubuh yang terlepas-pen). Kedua, tidak wajib. Karena, telah luput bagian yang wajib dibasuh. Ini sama halnya dengan orang yang berwudhu tetapi tidak membasuh kakinya, lalu diamputasi.” (Lihat Imam Nawawi, Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz 1, halaman 125).
Adapun perataan air ini menjadi sebuah kewajiban. Karenanya sehelai rambut yang terlewat dapat membatalkan basuhan. Hanya saja madzhab Hanafi mengatakan bahwa basuhan tetap sah kendati sehelai rambut terlewat seperti disebutkan Imam Nawawi berikut ini dalam Al-Majemuk berikut ini.
التاسعة) لو ترك من رأسه شعرة لم يصبها الماء لم يصح غسله: وعن أبي حنيفة انه يصح
Artinya: “Kesembilan, andai seseorang meninggalkan sehelai rambut kepalanya yang belum tersentuh air, maka tidak sah basuhannya. Sementara riwayat dari Imam Abu Hanifah menyebutkan, basuhan semacam itu tetap sah,” (Lihat Imam Nawawi, Al-Majemuk Syarhul Muhadzdzab, Kairo, Darut Taufiqiyah, tanpa tahun, juz 2, halaman 194).
Advertisement
Kesimpulan
Dengan mengikuti pendapat satunya, seseorang yang junub tidak perlu khawatir untuk menyisir rambut karena takut rontok, memotong kuku, atau membersihkan bulu lainnya.
Ia pun tidak perlu mengumpulkan rambut rontok dan potongan kukunya untuk dimandikan wajib bersama. Hanya saja dianjurkan agar seseorang menyisir atau memotong rambut, dan menggunting kuku setelah mandi wajib.
Demikian jawaban yang dapat dikemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik.