Liputan6.com, Jakarta - Di tengah perkembangan zaman yang serba modern, Gus Baha, seorang ulama asal Rembang, Jawa Tengah, kembali mengingatkan umat tentang prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam ceramahnya yang dikutip dari kanal YouTube @jejaksemangat, Gus Baha menyampaikan pesan penting mengenai kebiasaan yang dicintai Allah SWT.
Menurut Gus Baha, Allah sangat menyukai orang yang memiliki kebiasaan mengerjakan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan penuh dedikasi. "Allah itu suka kalau ada orang yang tekun dalam pekerjaannya, mengikuti prinsip-prinsip yang sudah ada," ujarnya dalam video tersebut.
Advertisement
Ia menjelaskan bahwa tidak hanya dalam dunia pekerjaan, profesionalisme ini juga harus diterapkan dalam kehidupan beragama.
Lebih lanjut, Gus Baha mengungkapkan bahwa menjadi seorang alim bukanlah hal yang mudah. Seorang alim, menurutnya, harus mengikuti jejak ulama-ulama besar yang telah mengabdikan dirinya dalam menyebarkan ilmu agama.
"Saya ini, kata orang banyak, dianggap alim. Untuk itu saya merasa perlu untuk mengikuti ulama-ulama besar. Saya membaca kitabnya Sayid Muhammad, kitabnya Mbah Moen. Itu semua bagian dari profesionalisme dalam ilmu agama," ungkap Gus Baha.
Gus Baha menegaskan bahwa seorang alim harus merujuk pada ajaran ulama terdahulu dan tidak mengeluarkan pendapat pribadi yang tidak berdasarkan ilmu yang benar. "Jika kamu mengaku alim, maka kamu harus bisa mentransfer ilmu yang benar, sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bukan pendapat pribadi," jelasnya.
Dalam pandangannya, menjadi alim bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga soal bagaimana menyampaikan ilmu dengan cara yang sesuai dengan syariat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pentingnya Profesionalisme dalam Beragama
Menurutnya, seorang alim harus bisa menjadi contoh dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam beragama maupun dalam berinteraksi dengan orang lain. "Seorang alim itu harus mencintai ulama, habaib, dan orang-orang yang faqir. Itu adalah bentuk profesionalisme dalam agama," kata Gus Baha. Hal ini menunjukkan bahwa seorang alim bukan hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memiliki akhlak yang baik dalam kehidupan sosial.
Selain itu, Gus Baha mengingatkan bahwa dalam menyampaikan ilmu, seorang alim harus bisa bersikap bijaksana dan tidak terburu-buru. "Jika ilmu disampaikan dengan cara yang kasar, itu tidak akan sampai ke hati umat. Seorang alim harus menunjukkan cara yang lembut dan penuh kasih sayang," ujarnya. Menurutnya, cara penyampaian yang baik akan membuat ilmu yang disampaikan lebih mudah diterima oleh umat.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, Gus Baha mengingatkan pentingnya mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. "Ilmu itu harus diamalkan. Jangan hanya mengandalkan teori tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan," kata Gus Baha. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu agama tidak hanya untuk dipelajari, tetapi juga harus diaplikasikan dalam setiap tindakan dan perbuatan sehari-hari.
Gus Baha menjelaskan bahwa menjadi seorang alim yang profesional berarti mengikuti apa yang sudah diteruskan oleh para ulama terdahulu. "Menjadi seorang alim itu harus mengikuti apa yang sudah diturunkan oleh ulama-ulama besar. Jika tidak, maka kamu tidak akan bisa mengenalkan ilmu yang benar kepada umat," katanya. Hal ini menggarisbawahi pentingnya untuk terus menerus mempelajari kitab-kitab yang telah diwariskan oleh para ulama.
Seorang alim, menurut Gus Baha, harus memiliki kepribadian yang baik dan penuh kesantunan. Hal ini tidak hanya terlihat dalam pengajaran, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. "Seorang alim itu harus mencintai ulama, habaib, dan orang-orang yang faqir. Itu adalah bagian dari profesionalisme," tambahnya.
Dalam pengajaran agama, Gus Baha menekankan bahwa setiap orang yang mengaku alim harus siap untuk menunjukkan teladan dalam hidupnya. "Seorang alim itu harus menunjukkan teladan dalam setiap aspek kehidupannya. Ia tidak boleh hanya pintar dalam berbicara, tetapi harus mampu menjadi contoh dalam berakhlak," ungkap Gus Baha. Hal ini menunjukkan bahwa pengamalan agama yang baik harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Gus Baha juga mengingatkan bahwa pendapat pribadi seorang alim tidak boleh dijadikan acuan tanpa merujuk pada ilmu yang telah ada sebelumnya. "Jika kamu mengaku alim, maka kamu harus bisa mengenalkan ilmu yang sudah diteruskan oleh ulama-ulama terdahulu. Jangan sampai kamu hanya mengandalkan pendapat pribadi tanpa merujuk pada pendapat ulama yang sudah jelas," ujar Gus Baha. Hal ini menjadi pengingat bagi setiap umat untuk tetap berpegang pada ajaran yang telah ada.
Dalam ceramahnya, Gus Baha mengungkapkan bahwa ia merasa perlu untuk terus belajar dan membaca kitab-kitab ulama besar seperti Sayid Muhammad dan Mbah Moen. "Saya mengaji di mana-mana, memakai kitab orang yang dipercaya. Karena dianggap orang ahli, saya merasa perlu untuk terus mempelajari ilmu dari ulama-ulama yang sudah ada," ujarnya.
Advertisement
Konsep Manusia dalam Perspektif Islam
Di sisi lain, dalam artikel yang dikutip dari lampung.nu.or.id, dijelaskan tentang konsep manusia dalam perspektif Islam. Manusia, dalam pandangan ini, adalah makhluk berakal budi yang mampu menguasai makhluk lainnya. Manusia dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna di antara makhluk lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Dengan akalnya, manusia mampu memahami segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Manusia juga dilengkapi dengan naluri atau dorongan hati yang telah ada sejak lahir. Proses penciptaan manusia dalam Islam dimulai dari saripati tanah yang dikonsumsi oleh tumbuhan, kemudian masuk ke dalam tubuh manusia. "Manusia itu diciptakan dari tanah yang kemudian tumbuh melalui proses alamiah hingga menjadi manusia," jelas artikel tersebut.
Dalam Al-Qur'an disebutkan, "Telah Aku ciptakan jin dan manusia, tak ayal hanyalah untuk menyembah kepada-Ku" (Q.S. Adz-Dzariyat: 56). Ayat ini mengungkapkan bahwa tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua kategori: ibadah mahdhoh yang terikat langsung dengan syariat, dan ibadah ghoiru mahdhoh yang tidak terikat dengan syariat tertentu.
Ibadah mahdhoh seperti sholat, puasa, zakat, dan haji menjadi inti dari kehidupan seorang Muslim. Namun, ibadah ghoiru mahdhoh seperti makan dan belajar juga bisa menjadi bagian dari ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar. Makan misalnya, jika dilakukan untuk memperoleh energi guna melaksanakan ibadah lainnya, dapat menjadi pahala.
Belajar juga merupakan ibadah dalam Islam, karena dengan belajar, seseorang menunjukkan rasa syukur atas nikmat akal yang diberikan oleh Allah. Seperti yang dikatakan oleh Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya, "Belajarlah! Karena tidak ada manusia yang dilahirkan dalam keadaan berpengetahuan." Menuntut ilmu, menurut Gus Baha, adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
Melalui pendidikan, seseorang dapat mengisi kemerdekaan dan berperan dalam pembangunan bangsa. Pendidikan, menurut Gus Baha, memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter seseorang, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pembangunan negara yang lebih baik. "Pendidikan karakter sangat penting untuk menciptakan generasi yang memiliki etos kerja yang baik dan mampu membawa negara menuju kemajuan," tambah Gus Baha.
Dengan demikian, proses pemanusiawian melalui pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter yang dapat menunjang revolusi mental. Hal ini sangat penting untuk menghadapi tantangan global dan memajukan bangsa.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul