Gus Baha Ceritakan Fadhilah Puasa Ulama Terdahulu, Beda Banget

Rasulullah tidak menggambarkan Ramadhan dengan hal-hal yang rumit, tetapi justru dengan sesuatu yang sederhana dan dekat dengan kehidupan manusia

oleh Liputan6.com Diperbarui 21 Feb 2025, 11:30 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2025, 11:30 WIB
Gus Baha tiktok
KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) (SS TikTok)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Puasa di bulan Ramadhan memiliki banyak hikmah yang dapat diambil oleh setiap Muslim. Selain menjadi ibadah wajib, puasa juga mengajarkan nilai-nilai penting yang pernah diterapkan oleh para ulama terdahulu.

Menurut KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha,Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA) Rembang Jawa Tengah memahami Ramadhan dengan perspektif ulama terdahulu akan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang hikmah puasa.

"Nah setelah baca fadhilu Ramadan versi ulama-ulama dulu, kita akan tahu cara pandang tentang Ramadan secara benar karena niru ulama-ulama dulu," ujar Gus Baha dalam sebuah pengajian.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @Ingsun_santri, Gus Baha menjelaskan bahwa salah satu manfaat utama puasa adalah merasakan lapar dan memahami penderitaan orang-orang miskin.

"Paling nggak kita dengan puasa merasa lapar. Betapa sakitnya orang-orang miskin yang lapar terus. Merasa menghormati makanan, karena begitu nikmat ketika puasa," jelasnya.

Puasa juga mengajarkan manusia untuk lebih menghargai makanan yang sering kali dianggap sepele. Makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari bisa terasa lebih istimewa saat berbuka.

"Kita melihat makanan yang kita sepelekan sehari-hari, ketika Ramadan spesial semua. Bahkan air putih pun spesial. Sekedar gedang goreng saja spesial," kata Gus Baha.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Kehebatan Rasulullah Menurut Gus Baha

Ilustrasi sahur, buka puasa, Islami
Ilustrasi buka puasa, Islami. (Image by freepik)... Selengkapnya

Menurutnya, inilah salah satu kehebatan Rasulullah dalam menjelaskan keutamaan Ramadhan. Rasulullah tidak menggambarkan Ramadan dengan hal-hal yang rumit, tetapi justru dengan sesuatu yang sederhana dan dekat dengan kehidupan manusia.

"Itu hebatnya Rasulullah ketika memuji Ramadan dengan hal-hal yang lumrah," lanjutnya.

Manusia, seberapa pun hebatnya, tetap memiliki kebutuhan pokok yang sederhana. Rasa senang saat berbuka adalah bukti bahwa makanan adalah kebutuhan utama manusia.

"Jadi Nabi membayangkan manusia itu, apapun hebatnya, ternyata kebutuhannya pokok ya makan. Itu ketika buka itu senang sekali," ujar Gus Baha.

Momen berbuka menjadi saat yang paling dinanti oleh orang yang berpuasa, tidak peduli status sosialnya. Bahkan, seseorang yang tidak memiliki banyak harta tetap merasa bahagia saat menemukan makanan untuk berbuka.

"Meskipun nggak punya mobil mewah, nggak punya uang banyak, sekedar ketemu makanan saja senangnya luar biasa," jelasnya.

Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kepekaan sosial. Dengan berpuasa, seseorang bisa lebih memahami kondisi orang lain yang kurang beruntung.

 

Ulama Dahulu Memaknai Puasa Seperti Ini

Tubuh membutuhkan makan untuk energi
Minum air putih yang cukup saat sahur dan berbuka puasa. (unsplash.com/@enginakyurt)... Selengkapnya

"Rasulullah selalu mengajarkan umatnya untuk memiliki empati. Salah satunya dengan berpuasa. Dengan merasakan lapar, kita jadi tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang kurang mampu," kata Gus Baha.

Ulama terdahulu sering kali menekankan aspek sosial dalam ibadah puasa. Bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai sarana meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

"Ulama-ulama dulu memahami Ramadan dengan cara yang luar biasa. Mereka benar-benar menjadikan Ramadan sebagai bulan untuk lebih dekat dengan Allah dan lebih peduli dengan sesama," ujar Gus Baha.

Selain itu, Ramadan juga menjadi waktu terbaik untuk meningkatkan kualitas ibadah. Tidak hanya berpuasa, tetapi juga memperbanyak amalan seperti sholat malam, membaca Al-Qur’an, dan bersedekah.

"Puasa itu nggak sekadar menahan lapar. Tapi juga menjaga hati, meningkatkan ibadah, dan memperbanyak amal kebaikan," tambahnya.

Dengan meneladani ulama terdahulu, seorang Muslim dapat menjalani Ramadan dengan lebih bermakna. Tidak hanya sebagai rutinitas tahunan, tetapi benar-benar merasakan manfaat spiritual dan sosialnya.

"Kalau kita bisa mengikuti jejak ulama-ulama terdahulu, Ramadan kita pasti lebih bermakna. Bukan hanya lapar dan haus, tapi juga mendapat keberkahan dan hikmah," tutup Gus Baha.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya