Jolokan, Siasat Melaut Nelayan Cilacap Hadapi Ombak Mematikan Laut Kidul

BMKG telah mengeluarkan peringatan dini potensi rob atau banjir pasang air laut dan gelombang tinggi pada 12-18 Juni 2022. Selanjutnya, pada dasarian terakhir Juni, muncul potensi gelombang setinggi 4-6 meter

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2022, 14:00 WIB
Nelayan Menyelamatkan Kapal
Akibat gelombang tinggi, kapal nelayan di Pantai Baron Gunungkidul terbawa arus. Nelayanpun menyelamatkan kapal.

Liputan6.com, Cilacap - Bahaya banjir rob dan gelombang tinggi silih berganti menghantui nelayan di pesisir selatan Jawa, termasuk Cilacap, Jawa Tengah, pada Juni 2022 ini.

Sebagian nelayan tak melaut, namun lainnya tetap nekat melaut demi anak istri. Mereka tetap melaut meski harus menyabung nyawa.

Diketahui, pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini potensi rob atau banjir pasang air laut dan gelombang tinggi pada 12-18 Juni 2022. Selanjutnya, pada dasarian terakhir Juni, muncul potensi gelombang setinggi 4-6 meter.

"Nelayan Cilacap tetap beraktivitas melaut seperti biasa,” kata Ketua Kelompok Nelayan Pandanarang, Tarmuji, Selasa (14/6).

Dia mengatakan nelayan terpaksa tetap melaut karena tuntutan kebutuhan hidup. Untuk mengantisipasi bahaya gelombang pasang dan gelombang tinggi, nelayan menggunakan sistem jolokan, yakni melaut dengan jarak dekat dari kawasan pantai.

Dengan begitu, saat terjadi gelombang tinggi, nelayan bisa secepatnya merapat ke daratan. Pasalnya, jika terlalu jauh dari pantai, dikhawatirkan gelombang tinggi akan menyebabkan kecelakaan laut.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Wilayah Tangkapan Nelayan

Tumpukan udang jerbung siap lelang di TPI PPSC Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Tumpukan udang jerbung siap lelang di TPI PPSC Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

wilayah tangkap nelayan tradisional berbeda tergantung komoditas perikanan tangkap. Contohnya, nelayan Lengkong, Kemiren dan Tegalkamulyan komoditas utamanya adalah udang rebon yang kini membatasi wilayah tangkapnya antara 1-2 mil laut dari pantai.

Kemudian, nelayan Pandanarang, PPC dan Sentolokawat melaut dengan jarak 3-4 mil laut dengan komoditas utama udang rebon.

Kata dia, dalam kondisi normal nelayan-nelayan tersebut melaut dengan jarak 2-4 mil laut leih jauh. Kini, karena ada potensi gelombang tinggi, nelayan membatasi jarak melaut.

“Untuk nelayan-nelayan tradisional melaut tidak terlalu jauh banget untuk wilayah tangkapannya,” ucap dia.

Menurut Tarmuji saat ini tangkapan nelayan Cilacap juga tengah turun atau masa paceklik. Pancaroba dan derasnya arus membuat hasil tangkapan menurun.

Karena itu, sebagian kecil nelayan memilih tidak melaut terkecuali jika gelombang laut sedang tenang. Nelayan juga menyandarkan perahu ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari bahaya banjir rob.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya