Liputan6.com, Banyuwangi - Selain kisah Sri Tanjung dan Pangeran Sidapaksa yang tersohor, sebagian masyarakat Banyuwangi juga mempercayai cerita ini sebagai asal mula kabupaten di timur Jawa. Kisah lain yang menceritakan terjadinya Banyuwangi adalah kisah Dewi Surati dan Raden Banterang.
Menurut sejarawan Banyuwangi Suhailik, Raden Banterang adalah seorang putra raja di ujung timur Pulau Jawa. Ia diharapkan ayahnya untuk menjadi raja.
Raden Banterang seorang putra mahkota yang tampan dan sangat dicintai rakyatnya. Akan tetapi ia memiliki kekurangan, yaitu pemarah, dan tidak tenang, sehingga sering merugikan dirinya sendiri.
Advertisement
Baca Juga
Pada suatu hari Raden Banterang berburu ke hutan, di sana dia terpisah dengan para pengawalnya. Di sebuah anak sungai Raden Banterang berjumpa dengan seorang gadis yang sangat cantik. Gadis tersebut adalah Dewi Surati, putri raja klungkung di Bali.
“Dewi Surati itu melarikan diri dari kerajaanya karena kerajaan Klungkung Bali diserbu dan ayahnya gugur di medan perang dan ternyata yang menyerbu Kerajaan Klungkung itu ayahnya Raden Banterang,” ujur Suhailik.
Mendengar cerita Dewi Surati, Raden Banterang menjadi iba dan kasihan kepada putri raja Klungkung itu. Raden Banterang pun jatuh hati kepada Dewi Surati.
Ia membawa Dewi Surati ke kerajaannya.
“Akhirnya mereka dikawinkan dan menjalani kehidupan sebagai suamai istri yang rukun,” ucap Suhailik.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Diajak Balas Dendam
Pada suatu hari ketika Dewi Surati jalan-jalan di luar gerbang istana, ia berjumpa dengan seorang pengemis yang pakainya compang-camping. Ia ternyata adalah Raden Surata, kaka Dewi Surati yang sedang menyamar.
Raden Surata masih dendam yang sangat mendalam, sehingga masih terus berusaha membalas dendamkan kematian ayahnya.
“Raden Surata meminta bantuan kepada adiknya Dewi Surati untuk membunuh Raden Banterang dan ayahanya,” tutur Suhailik.
Dewi Surati menolak permintaan kakaknya itu. Ia merasa suaminya Raden Banterang sangat baik kepadanya.
Raden Surata sangat kesal atas penolakan itu, sehingga dia mengancam akan membalas penolakan Dewi Surati itu. Raden Surata menganggap Dewi Surati mengkhianati ayahnya.
Pada suatu hari Raden Banterang tengah berburu di hutan. Ia berjumpa dengan Raden Surata yang masih menyamar sebagai pengemis dengan pakaian compang-camping.
Raden Surata berkata kepada Raden Banterang bahwa dia Dewi Surati menemui seorang laki-laki. Bahkan, ia mengatakan jika Dewi Surati sudah bersepakat dengan laki-laki itu untuk membunuh Raden Banterang dan ayahnya karena sudah menyerbu Klungkung dan membunuh rajanya.
Radem Surata yang menyamar itu juga juga mengatakan bahwa sebagai bukti kebenaran laporannya, maka di bawah tempat tidur Raden Banterang akan ditemukan ikat kepala dan pisau milik laki- laki putra Raja Klungkung tersebut.
Advertisement
Air Sungai Wangi
Setibanya di istana, Raden Banterang segera mengecek bawah tempat tidurnya dan ia nemukan ikat kepala dan pisau. Ia marah dan dan menuduh Dewi Surati merencanakan pembunuhan terhadap dirinya dan ayahnya.
“Tapi Dewi Surati menolak tuduhan itu,” kata Suhailik.
Raden Banterang mengajak Dewi Surati ke tepi laut dekat sungai untuk membunuhnya. Dewi Surati mengatakan jika setelah dia dibunuh dan air sungai itu kemudian berbau wangi maka tuduhan suaminya tidak benar.
Sebelum Raden Banterang menusuknya, Dewi Surati terlebih dahulu menyeburkan diri ke sungai dan tidak lama kemudian Raden Banterang mencium bau yang sangat wangi. Raden Banterang menyesal dan berteriak, “Banyuwangi.” Raden Surata yang berada di seberang sungai melihat kematian adikknya dan meneriakkan kata yang sama.