Cerpen: Miom Telah Merenggut Rahim Sahabatku

Berikut cerpen pilihan Liputan6.com, Sabtu (19/3/2016), 'Miom Telah Merenggut Rahim Sahabatku' karya Retno Wulandari

oleh Liputan6 diperbarui 19 Mar 2016, 08:04 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2016, 08:04 WIB
Ilustrasi Cerpen
Sumber Gambar: Dea Sofi Nabila

Liputan6.com, Jakarta Kabar itu bagaikan petir di siang bolong. Dita (40th) langsung lemas tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Dita tertunduk, air mata membanjiri kedua pipinya yang halus. Bulu matanya yang lentik terus berkedip membendung air matanya agar tak terus meleleh. Dita tak ingin terlihat lemah. Dita tertunduk beberapa saat, untuk sejenak mengumpulkan kembali kekuatannya yang terenggut.

“Dok, apakah tidak ada jalan keluar lain?” tanyanya dengan suara lemah.

“Maaf Dita, ini memang pilihan yang sulit, tapi ini yang terbaik demi kesehatan kamu,” jelas dokter Fahmi.

“Tapi Dok, saya takut. Anak-anak saya masih kecil,” kata Dita dengan suara terbata.

“Pilihan ini justru akan membuat kamu semakin sehat. Dan kamu bisa membesarkan kedua putramu. Kamu sudah terlalu lama menyimpannya. Sudah 2 tahun, loh. Jadi sekarang adalah waktunya,” pinta dokter.

2 tahun yang lalu

Kehamilan kedua Dita semakin menambah kebahagiaan rumah tangga yang telah ia jalin 10 tahun bersama Fandi. Anak pertama Dita, Rafael (5th) kini telah masuk TK. Dita dan Fandi memang mengatur betul jarak kehamilan pertama dan kedua. Semua direncanakan secara matang. Dita bekerja di satu perusahaan periklanan ternama di Ibu Kota Jakarta, sementara Fandi sang suami bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Sejak SMA aku mengenal Dita sebagai wanita yang aktif, tak pernah sekali pun terlihat diam, kecuali saat tidur. Hampir semua waktunya diisi dengan berbagai aktivitas. Mulai dari bekerja sebagai karyawan kantoran, ibu rumah tangga yang memasak, mencuci, menyeterika pakaian hingga bersih-bersih rumah, semua ia kerjakan sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga. Tak pernah sekali pun dia mengeluh, senyumnya selalu terkembang. Membuat siapa saja yang ada di dekatnya bahagia.

Kehamilan tak pernah menjadi alasan Dita untuk manja dan absen dari semua aktivitasnya. Sejak hamil anak pertama, dia tetap beraktivitas seperti biasa. Demikian pula di kehamilan yang kedua ini. Bahkan ke mana-mana Dita masih menyetir mobil. Fandi selalu mengingatkan supaya tak berkendara sendiri karena sangat berbahaya, tapi Dita selalu tak mengacuhkan suaminya. Dia hanya tersenyum dan menjawab, “Iya sayang, aku akan berhati-hati. Aku pasti baik-baik saja kok, begitu pun anak kita” jawabnya sambil mencium pipi suaminya.

Dionesius lahir tepat 9 bulan 10 hari. Dengan berat 3,8 kg panjang 55 cm. Cukup besar sehingga memaksa Dita operasi caesar untuk kedua kalinya. Wajah Dita dan Fandi terlihat bahagia. Rafael beberapa kali mencium pipi cubby adiknya dengan gemas. Kelahiran Dio pun semakin menambah kebahagiaan mereka.

---

Suatu siang, ponselku berdering. Saat kuangkat terdengar suara Dita.

“Say (biasa dia memanggilku) temenin aku ke dokter dong. Aku sudah waktunya papsmear, nih." Dita dan aku memang selalu rajin melakukan papsmear. Setiap 2 tahun sekali kami selalu rutin melakukannya. Dan siang itu Dita mengingatkanku.

“Kapan? Memang sudah waktunya ya?” tanyaku.

“Ehh...gimana sih lu, lupa ya? Iya waktunya sekarang. Aku tunggu di tempat biasa ya?" 
“Oke,” jawabku singkat.

Sore itu kami sengaja pulang lebih awal dan langsung menuju ke RS terkenal di Jakarta Selatan, tempat praktek dokter Fahmi, dokter spesialis kandungan. Dokter Fahmi telah menjadi dokter langganan kami. Dialah yang membantu kami mulai dari program hamil sampai melahirkan.

---

Aku menanti dengan gelisah karena Dita belum keluar juga dari ruang dokter Fahmi. Ada perasaan mengganjal di hatiku karena beberapa tahun terakhir ini Dita selalu menolak saat aku ingin menemaninya masuk ke ruangan dokter Fahmi. Tak terlintas pikiran apa pun dalam benakku, aku pun menurutinya. Padahal dulu tiap kali periksa bersamaku, dia selalu memintaku masuk. Namun 2 tahun terakhir ini tidak.

Setelah menunggu lebih dari satu jam, terlihat pintu ruang dokter Fahmi terbuka. Dita keluar dengan mata sembab dan dokter Fahmi menepuk pundaknya sambil berkata sesuatu yang tak sempat kudengar. Aku bergegas menghampirinya. “Gimana Dita, gimana hasilnya? Baik-baik aja kan? Kamu kenapa? Mata kamu kok sembab? Apa yang terjadi?” tanyaku bagaikan rentetan peluru yang tak sempat dijawab Dita.

Dita hanya diam, dan berjalan menjauhiku. Aku mengejarnya dan menarik tangannya. Tapi dia mengempaskan tanganku kemudian berlari. Aku ikuti ke mana Dita pergi. Sampai di tempat parkir, terlihat Dita berdiri mematung di depan mobilku. Aku membuka kunci mobilku, kami pun masuk.

Untuk beberapa saat kami terdiam. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut kami. Aku nyalakan mobil dan saat udara di dalam mobil mulai dingin, aku berusaha mengawali pembicaraan.

“Diiitaa..apa yang terjadi?” tanyaku pelan. Belum selesai pertanyaanku, tangis Dita pecah.

Dita menceritakanhasil papsmear-nya, juga apa yang dijelaskan dokter Fahmi. Aku terhenyak mendengar ceritanya. Memeluk erat tubuhnya dan membiarkan air matanya tumpah di bahuku.

Saat kehamilan pertama, Dita baru tahu bahwa di dalam rahimnya, selain janin ada juga miom yang tumbuh bersama. Namun saat itu dokter Fahmi mengatakan tidak apa-apa, karena miomnya kecil dan tidak berkembang, karena didesak oleh bayi yang tumbuh semakin besar di rahim Dita. Saat itu Dita diminta untuk melahirkan secara normal, untuk menghindari luka sayatan di rahim Dita. Namun karena saat Dita tidak kuat merasakan mules dan sakit, akhirnya memilih untuk caesar.

Dokter Fahmi tidak segera mengambil miom di rahim Dita saat proses melahirkan. Alasannya karena takut terjadi pendarahan. Akhirnya miom tetap tinggal di rahim Dita.

Obat alternatif dipilih Dita untuk mengusir miomnya. Tanpa sepengetahuan suaminya, Dita berobat ke pengobatan alternatif di Bogor. Jamu yang rutin ia minum telah meluruhkan miomnya tanpa operasi.

Namun saat hamil kedua, kejadian berulang. Sebuah miom ukuran 3 cm telah tumbuh di rahim Dita bersama sang bayi. Dan kali ini keduanya sama-sama tumbuh. Dokter menyarankan Dita untuk menggugurkan kandungannya karena jika dipaksakan akan berakibat fatal. Dokter meminta Dita agar seceparnya operasi, diangkat keduanya, baik miom maupun bayinya yang saat itu sudah berusia 2 bulan.

Namun Dita menolak saran dokter. Sebuah keajaiban terjadi, saat kandungan Dita memasuki usia 5 bulan. Miomnya kembali kalah dan tetap 3 cm. Hingga proses caesar kedua, miom Dita tetap ada di sana.

Kini setelah 2 tahun berlalu, miom itu seakan tak ada lawan sehingga terus tumbuh di dalam rahimnya. Bahkan hasil pemeriksaan terakhir, sudah 80% miom menguasai rahim Dita. Sehingga dokter Fahmi memaksa Dita untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. Rahim Dita sudah rusak oleh miom yang terus tumbuh. Tak ada jalan lain selain cara itu.

Ini yang membuat Dita syok. Dia masih muda, masih ingin anak perempuan. Apa jadinya jika rahimnya harus diangkat. Tapi Dita menyadari pilihan sulit ini memang harus diambilnya. Apalagi setiap siklus menstruasi datang, Dita selalu ketakutan. Hampir tiap bulan, Dita selalu merasakan nyeri hebat di perutnya, tiap kali menstruasi. Belum lagi darah menstruasi yang normalnya hanya ganti tampon 3-4 kali. Tidak demikian Dita. Dia harus ganti 10-20 kali tampon karena saking derasnya. Sampai-sampai dia harus transfusi darah karena Hbnya selalu drop. Jika tidak sedang mentrusi, dia sering merasakan nyeri di perut bagian bawah, tepat di rahimnya. Rasa melilit ia rasakan setiap pagi saat dia bangun tidur.

Dita tak ingin terus merasakan ketakutan itu tiap bulan, dia ingin cepat mengakhirinya. Namun kenapa pilihannya sangat sulit. Namun setelah dokter Fahmi menjelaskan semuanya, akhirnya diapun mengerti. Menyadari bahwa ia telah memiliki dua putra yang sehat dan hebat karena keduanya telah berhasil mengalahkan miomnya sejak di dalam kandungan, membuat Dita bersyukur. Fandi sang suami juga menguatkan pilihannya untuk secepatnya mengusir Miom dari dalam rubuhnya. Meski rahimnya harus terenggut, Dita pun menerima saran dokter Fahmi.

Tak kusangka Dita yang selama ini selalu ceria dan penuh senyum menyimpan rahasia yang demikian rapat padaku. Bahkan aku sahabatnya pernah sedikit pun dia menunjukkan rasa sakitnya padaku. Meskipun sempat kecewa, tapi aku sangat mengerti.“Dita kau sungguh wanita yang luar biasa. Kau sangat tangguh dan kuat. Aku salut sama kamu,” kataku sambil terus memeluknya.
Aku sempat bertanya apa penyebab miom, dia menjawab dari makanan. Makanan-makanan cepat saji dapat memicu tumbuhnya miom, juga penyedap rasa dan ayam bakar. Apalagi sejak gadis Dita memang gemar makan makanan cepat saji dan makanan yang gurih. Ayam bakar dan satai juga salah satu makanan favoritnya. Disamping juga karena faktor genetik. Karena mamanya juga mengalami hal yang sama seperti Dita. Dan diangkat rahimnya.

---

Hari itu tiba, 07.30 WIB Dita masuk ruang operasi. Mengenakan pakaian RS berwana biru serta tutup kepala berwarna biru. Dita yang terbaring di tempat tidur, didorong menuju ruang operasi, tangannya kuat mencengkram tangan suaminya. Fandi sesekali mencium tangan istrinya. Sebelum masuk ruang operasi Dita memanggilku. “Doakan aku ya, jika terjadi apa-apa, aku titip anak-anakku,” bisiknya.


Tiga jam berlalu sejak Dita masuk ruang operasi. Fandi terlihat mondar mandir di depan pintu operasi. Aku duduk sambil memangku Rafael yang asik dengan gadget-nya. Dokter Fahmi keluar dari ruang operasi. Fandi bergegas menghampiri dokter Fahmi dan menanyakan kondisi istrinya. Terlihat dokter Fahmi tersenyum sambil mengangguk dan menepuk bahu Fandi.

Dari jauh aku melihat wajah Fandi terlihat lega. Fandi berjalan ke arahku dan mengatakan. “Operasinya lancar, Dita baik-baik saja.”

 

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya