Lebih Keren daripada Oshigi Jepang, Jawa Punya Sikap Ngapurancang

Salah satu kebudayaan Jawa yang memiliki banyak makna adalah sikap Ngapurancang.

oleh Akbar Muhibar diperbarui 25 Apr 2017, 14:42 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2017, 14:42 WIB
20160922-Atlet-Tenis-Meja-Reuters
Ai Fukuhara dan suaminya Chiang Hung-chieh memberi salam kepada wartawan saat jumpa pers di Tokyo, Jepang, (21/9). Ai Fukuhara dan Chiang Hung-chieh bertemu saat berlaga di Olimpiade Rio 2016. (REUTERS/Toru Hanai)

Liputan6.com, Jakarta Kebudayaan Jawa memiliki banyak nilai yang bisa diaplikasikan langsung kedalam kehidupan. Salah satunya sikap menghormati orang yang lebih tua yaitu Ngapurancang. Tampak mirip dengan Oshigi, atau cara membungkuk Jepang, Ngapurangcang memiliki makna yang sangat dalam.

“Dalam sikap Ngapurangcang, kita merendahkan diri dan hati kepada orang yang lebih tua. Secara otomatis, kita bisa menyesuaikan sikap dan kata didalamnya secara tidak sadar” ungkap Dr Ari Prasetiyo, Dosen Prodi Jawa FIB Universitas Indonesia di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (18/4/2017).

Ngapurancang sendiri sikap yang biasa dilakukan orang Jawa dnegan berdiri dan meletakkan tangan di bawah pusar untuk menghormati orang yang lebih tua. Tangan kanan digenggam oleh tangan kiri, serta sedikit menundukkan tangan. Sikap ini membetikan kesan yang tenang pada para pelakunya.

Bila Oshigi menuntut para pelakunya menundukkan badan kepada orang yang dihormati dengan dalam, maka efek berbeda akan terjadi saat melakukan Ngapurancang ala Jawa. Anda akan merasakan ketenangan batin dan kerendahan hati saat bertemu orang lain. Ngapurancang sendiri efektif untuk menghindari rasa berdebar yang berlebihan saat gugup dan berada di hadapan orang ramai.

“Ngapurancang sendiri akan memberikan pesan yang dalam pada orang lain, meskipun menggunakan bahasa Indonesia. Cara inilah yang bisa digunakan untuk memberikan kesan simbolik Jawa ketika berbincang dengan orang lain,” tutup Ari.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya