Tak Ada Pemenang Pertama dalam Sayembara Kritik Sastra DKJ 2017

Sejarah baru, setelah melewati tahap penjurian yang panjang, DKJ tidak memutuskan pemenang pertama dalam Sayembara Kritik Sastra.

oleh Reza Deni Saputra diperbarui 02 Sep 2017, 15:32 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2017, 15:32 WIB
Malam Anugerah Kritik Sastra Indonesia
Malam Anugerah Kritik Sastra Indonesia. Foto: Deni Reza Syahputra/ Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta Bertempat di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menggelar acara bertajuk “Malam Anugerah Sayembara Kritik Sastra Dewan Kesenian Jakarta 2017”. Seperti diketahui, yang ditunggu-tunggu dari acara ini tentu saja pengumuman para pemenang sayembara. Malam anugerah sayembara kritik sastra DKJ tahun ini bisa dibilang sederhana, jika dibanding malam anugerah empat tahun yang lalu. Pada 2013, malam anugerah sayembara kritik sastra DKJ diadakan di tempat yang cukup luas, yakni Teater Kecil. Namun, hal yang menjadi pembeda tersebut tak menyurutkan niat para pegiat sastra untuk datang meramaikan.

Pukul 19.00 WIB, acara dimulai dan Lydia Tri Aryani bertindak sebagai pemandu. Para hadirin yang datang ke Galeri Cipta III juga sudah terlihat memenuhi ruangan. Tak lupa, dukungan dan ajakan untuk membantu sastrawan Hamsad Rangkuti yang tengah terbaring sakit juga disampaikan. Yusi Avianto Pareanom selaku Ketua Komite Sastra DKJ memberikan sambutannya dalam acara tersebut. Ia mengatakan, dua pekan sebelum batas pengiriman, jumlah naskah yang masuk bisa dibilang minim, yakni sekitar 20 naskah. Meski sempat ada usulan untuk memundurkan tenggat, Komite Sastra DKJ tetap sepakat untuk tidak mengubah apa pun.

“Beruntung, pada hari-hari terakhir, jumlah naskah yang masuk meningkat signifikan sampai 93,” kata Yusi, seperti tertulis dalam buklet yang disebarkan pihak DKJ. “Jumlah ini memang menurun dibanding penyelenggaraan tahun 2013 yang mencapai 106, tapi angkanya masih menerbitkan harapan.”

Paman Yusi—begitu ia akrab disapa—juga menyampaikan perihal uang sebagai hadiah. Diceritakan olehnya, ia pernah mendapatkan telepon dari pemenang sayembara manuskrip puisi tahun 1991 yang sampai saat ini, hadiahnya belum ditransferkan. “Bayangkan, 26 tahun baru bilang kalau uangnya belum ditransfer.” Lantas, ia pun berkelakar, jika nanti ada pemenang yang belum dikirim uangnya, jangan menunggu sampai 26 tahun lagi. Pihak DKJ, kata Paman Yusi, pasti akan mengurus hal-hal semacam itu.

Pertanggungjawaban Dewan Juri

Setelah sambutan dan penampilan dari grup musik Backingsoda, acara kembali berlanjut. Ari J Adipurwawidjana dan Martin Suryajaya berjalan ke atas panggung setelah diminta untuk membacakan lembar pertanggungjawaban Dewan Juri. Satu juri lainnya, yakni A.S Laksana, berhalangan hadir.

Dalam lembar pertanggungjawaban, Dewan Juri menyepakati empat kriteria yang dijadikan patokan terhadap naskah sayembara. Empat kriteria itu terdiri atas: Ketajaman dalam menelaah karya, Kritik yang inspiratif dan orisinal, Argumentasi yang meyakinkan, dan Keberanian menafsir dan kesegaran perspektif.

Pembacaan empat kriteria tersebut dilakukan Ari J Adipurwawidjana disertai penjelasan per kriterianya. “Berdasarkan empat kriteria tersebut, kami selaku dewan juri memandang bahwa naskah-naskah yang masuk dalam sayembara kali ini, sayang sekali, kurang memadai,” katanya dengan sedikit tersenyum ke arah hadirin.

Pengumuman Para Pemenang


Pengumuman para pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ dibacakan oleh Martin Suryajaya. Dalam lembar yang dibacakan olehnya, secara mengejutkan, Dewan Juri memutuskan bahwa tidak ada yang layak menjadi pemenang pertama dalam sayembara kritik sastra DKJ tahun ini. Para hadirin pun menyambut keputusan tersebut dengan tepuk tangan yang meriah. Dalam sejarah Sayembara Kritik
Sastra DKJ, ini merupakan pertama kali tak ada yang menjadi juara pertama.

Juara II merupakan posisi paling tinggi dalam peringkat pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ tahun ini. Kemudian diikuti Juara III yang dipilih sebanyak dua orang, dan empat Juara Harapan. Naskah nomor 33 berjudul Memandang Seperti Penjajah: Membedah Pascakolonialitas Puya ke Puya Karya Faisal Oddang menjadi naskah yang menyandang predikat sebagai Juara II. Naskah tersebut ditulis oleh Harry Isra Muhammad.

“Saya punya kesan pertama yang bagus ketika membaca novel itu (red: Puya ke Puya),” kata Harry saat diwawancarai oleh Liputan6.com terkait proses penulisan kritik sastranya, Sabtu (2/9/2017). “Tapi, pada saat mengikuti kelas kritik sastra DKJ 2016 dan belajar tentang kritik sastra pascakolonial juga dari diskusi bersama teman-teman yang pernah membaca novel itu yang berasal dari Toraja, mulailah saya
menganalisis novel ini.”

Menurutnya, ia merasa dalam novel tersebut, Toraja digambarkan sedikit banyak mirip dengan cara kolonial memandang negara jajahannya.
Menurut penilaian Dewan Juri, naskah milik Harry dipilih karena penggunaan pendekatan kritik pascakolonialitas tanpa jatuh ke dalam kecenderungan menghambur-hamburkan teori ataupun melakukan name-dropping. Selain itu, ia juga berhasil menjalankan kritik pascakolonialitas terhadap novel Puya ke Puya. Novel karya Faisal Oddang tersebut, menurut Dewan Juri, dipandang sebagai
ekspresi semangat untuk mengangkat lokalitas dan dunia kehidupan tradisional.

Namun, Dewan Juri menyayangkan penulisnya yang lupa bahwa semesta fiksi tidak sepenuhnya bisa dievaluasi dari semesta nyata. Kemudian, menurut Dewan Juri, kelemahan naskah ini terletak pada pemanfaatan rujukan kajian naratologis yang kurang, padahal argumennya bergantung pada analisis ketat dan aspek-aspek naratologi.

Berikut daftar judul naskah dan penulis yang terpilih sebagai pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ
2017:

1. Juara II : Memandang Seperti Penjajah: Membedah Pascakolonialitas Puya ke Puya Karya Faisal Oddang (Harry Isra M)
2. Juara III: Memahami Jagat Jungkir-Balik Triyanto Triwikromo dalam Surga Sungsang (Sunlie Thomas Alexander)
3. Juara III: Puisi, Ideologi, dan Pembaca yang Terkalahkan: Bahasa sebagai Reaksi Neurotik dalam Kumpulan Puisi Berlin Proposal Karya Afrizal Malna (Muarif)
4. Juara Harapan : Hikayat O dan Traktat Filsafat Eka Kurniawan (Ining Isaiyas)
5. Juara Harapan : Politik Estetika Sitor Situmorang dalam Ibu Pergi Ke Surga (1950-1981) (Achmad Fawaid)
6. Juara Harapan : Penerimaan, Penolakan, Membaca Mirah dari Banda Garapan Hanna Rambe (Setyaningsih)
7. Juara Harapan : Dokumentasi Kenangan: Bocah dan Petuah (Bandung Mawardi)

Sebagai bentuk penghargaan terhadap para pemenang, pihak DKJ memberikan hadiah berupa uang. Harry Isra Muhammad yang menjadi Juara II, mendapatkan hadiah uang sebesar Rp 10.526.316. Selanjutnya untuk juara ketiga mendapatkan uang sebesar Rp 7.894.737. Juara Harapan mendapatkan uang masing-masing senilai Rp 2.631.579. Sebelum acara berakhir, Dewan Juri juga meminta kepada para pemenang agar merevisi kembali naskahnya sebelum diterbitkan dalam bentuk buku.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya