Belajar Kehidupan dari Aren di Festival Rogojembangan Pekalongan

Festival Rojogembangan adalah festival budaya pertama yang digelar di Pekalongan. Mereka terinspirasi tetangganya, yakni Dieng.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 01 Okt 2018, 14:02 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2018, 14:02 WIB
Belajar Kehidupan dari Aren di Festival Rogojembangan Pekalongan
Festival Rojogembangan adalah festival budaya pertama yang digelar di Pekalongan. Mereka terinspirasi tetangganya, yakni Dieng. (dok. Rahmi H untuk Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Pekalongan - Langit biru di atas Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, ikut menyaksikan iring-iringan manusia membawa air yang akan disiram ke pohon aren, gula aren setangkep dan aren sakjodo. Mengapa aren?

"Pohon ini tidak gampang tumbuhnya, tapi masyarakat di sini benar-benar merasakan manfaat aren yang dapat diolah menjadi gula merah dan gula semut yang menjadi sumber penghasilan mereka," kata Agus Dwi Nugroho, Camat Petungkriyono, Sabtu, 29 September 2018.

Pohon aren juga dimaknai sebagai gambaran kehidupan manusia, mulai dari tumbuh sampai matinya. Manfaatnya pun dapat dicontoh manusia dalam menjalani kehidupan.

Berbagai kegiatan di bawah langit Petungkriyono sepanjang hari itu adalah rangkain Festival Rogojembangan yang diadakan Pemkab Pekalongan. Mereka terinspirasi Festival Dieng yang berjarak sekitar satu jam perjalanan ke arah selatan.

Ini festival budaya pertama di Kabupaten Pekalongan, berlangsung 28-30 September 2018, dengan melibatkan UKM-UKM unggulan di kabupaten tersebut dan berbagai kelompok seniman.

Nama Rogojembangan dipakai untuk menggambarkan masyarakat (rego) yang bersatu dalam sebuah wadah budaya (jembangan). Maka, Festival Rogojembangan menjadi tempat berkumpulnya masyarakat Pekalongan dengan beragam budaya lewat sejumlah pertunjukan, seperti kuda lumping, kuntulan, dan sintren Langensari.

Pada malam pertama diadakan pagelaran musik para musisi asal Pekalongan seperti Reggae Cassava, Keroncong Wapres dan Seroja Entertainment. Malamnya hadir musik alas dengan bintang tamu Kailasa (Dieng), Olski dari (Jogjakarta), dan Tigapagi dari (Bandung).

 

Petungkriyono

Curug Bajing Petungkriyono Pekalongan
Curug Bajing, Petungkriyono, Pekalongan. (dok. Rahmi H untuk Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Sementara, siang harinya para pengunjung disuguhi 1.000 cangkir kopi dan 1.000 cimplung. Tentu saja kopi Petungkriyono yang jadi andalan setempat ditemani makanan khas terbuat dari singkong yang dibalur kuah gula aren.

Petungkriyono merupakan kecamatan di ketinggian 1.200 mdpl. Pada beberapa lokasi ditemukan situs-situs purbakala yang diperkirakan berusia hampir 2.000 tahun. Lokasi ini dipercaya menjadi jalur pengembangan budaya sehingga akhirnya dibangunlah komplek candi di Dieng dan Prambanan di Yogyakarta.

Sementara, Rogojembangan adalah nama gunung tertinggi di Petungkriyono yang berperan penting dalam sejarah terbentuknya dataran Pekalongan. Gunung tersebut meletus ribuan tahun lalu, mengalirkan lava yang sekarang dapat dinikmati berupa lembah dan bukit sekitar Petung.

Selain menghadiri festival, pengunjung dapat pula menikmati pemandangan indah sepanjang perjalanan menuju Petungkriyono yang dihiasi bukit, sungai dan sawah. Tak jauh dari lokasi acara, terdapat air terjun indah yang dinamai Curug Bajing.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya