Kopi atau Kelapa Sawit yang Lebih Ramah bagi Tanah Papua?

Jenis tumbuhan membuat salah satu di antara kopi atau kelapa sawit ternyata memberi dampak buruk bagi kelestarian tanah Papua.

oleh Asnida Riani diperbarui 09 Mei 2019, 04:04 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2019, 04:04 WIB
Kopi Papua
Master Trainer Kopi Arabika Nasional Hanok Herison (kiri) dan Staff Bentara Papua Albert Yomo (kanan) di acara Mengenal Kopi Papua di Kedai Kopi Alenia, Kemang, Jakarta Selatan, 3 Mei 2019. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - Produksi sebuah komoditas, termasuk kopi, sedikit-banyak memberi dampak pada lingkungan sekitar. Di tanah Papua sendiri, kopi masih belum jadi pilihan utama para petani mengingat berbagai keterbatasan.

Sementara, kepala sawit sudah jadi barang dagangan menjanjikan di Papua. Tapi, di tengah keuntungan yang terus mengalir, ada dampak kurang baik dari pemberdayaan tumbuhan satu ini.

Staff Bentara Papua, Albert Yomo, menuturkan bahwa keberadaan kebun kelapa sawit memberi dampak buruk pada lingkungan. "Kelapa sawit kan tanaman monokultur. Jadi, penanamannya harus membabat hutan. Menghilangkan keberagaman spesies," katanya di acara Mengenal Kopi Papua di Kedai Kopi Alenia, Kemang, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.

Dampaknya, sambung Albert, adalah pembukaan lahan besar-besaran di Papua. Pasal, karena merupakan tanaman monokultur, kelapa sawit tidak bisa hidup berdampingan dengan pohon lain di sekitar.

Kejadian nahas ini membuat Albert bersama Bentara Papua terus mendorong warga, terutama para petani, untuk beralih membudidayakan kopi. Di samping hasil jangka panjang yang diperkirakan sangat menguntungkan, kopi lebih ramah untuk tanah Papua.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Terus Perkenalkan Cara Membuat Kopi Berkualitas

Kopi Papua
Kopi arabika produksi Kabupaten Deiyai, Papua. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Niat mengembalikan sekaligus mempertahankan tanah Papua dilakukan dengan terus mengenalkan kopi pada para petani. Mereka yang sudah akrab dengan biji kopi diberi pelatihan dalam mengolahnya jadi barang berkualitas baik.

"Masyarakat Papua, termasuk di Kabupaten Paniai, Deyiai, dan Dogiyai, tidak familiar dengan bagaimana mengolah kopi. Sejak diperkenalkan Belanda di tahun 60-an, mereka hanya ambil biji kopi merah yang sudah jatuh dari pohon, dijemur, lalu dijual," kata Master Trainer Kopi Arabika Nasional Hanok Herison.

Selain diberi penyluhan dan di fasilitasi dengan penjemuran yang sudah tersedia bagi 50 petani, ada lagi upaya untuk memperluas produksi kopi di Papua. "Caranya, akhirnya kami beli dulu. Kami roasting dan segala macam, bawa balik ke sana. Warga lihat hasilnya, lalu mulai tertarik." tutur Albert.

"Lima tahun dari sekarang bisa dapat penghasilan menjanjikan dari penjualan kopi. Kalau lihat di sana, satu rumah itu sudah punya satu atau dua pohon kopi," sambung Albert.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya