Cerita Akhir Pekan: Potensi dan Perkembangan Wisata di 5 Bali Baru

Dari 10 Bali Baru, pemerintah menetapkan 5 Bali Baru sebagai destinasi wisata super prioritas. Bagaimana potensi dan perkembangannya sejauh ini?

oleh Henry Hens diperbarui 22 Sep 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2019, 10:00 WIB
Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta - Selama bertahun-tahun, pariwisata Indonesia identik dengan Bali. Berkat keunikan dan keindahan alamnya, Bali dikenal luas di seluruh dunia.

Padahal Indonesia masih punya banyak tempat wisata yang tak kalah unik dan menarik serta memiliki keindahan alam yang memukau. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berusaha memaksimalkan potensi wisata selain Bali.

Beberapa tahun lalu Kemenpar sudah menetapkan 10 Destinasi Bali Baru, yang terdiri dari Danau Toba Sumatera Utara, Tanjung Kelayang Bangka, Mandalika NTB, Wakatobi Sulawesi Tenggara, Morotai Maluku Utara, dan Labuan Bajo NTT. Lalu ada Kepulauan Seribu Jakarta, Tanjung Lesung Banten, Borobudur Jawa Tengah, serta Bromo-Tengger-Semeru Jawa Timur.

Setelah itu, pihak Kemenpar menetapkan 5 Bali Baru Super Prioritas yang terdiri dari Danau Toba, Candi Borobudur, Labuan Bajo dan Mandalika.

Serta satu daerah lagi yaitu Likupang, Sulawesi Utara, yang berasal dari 5 destinasi unggulan, yaitu: Sungai Liat Bangka, Tanjung Gunung Bangka, Cikidang Jabar, dan Likupang Sulut.

Presiden Jokowi berharap 5 Bali baru ini bisa dikebut pembangunannya dan bisa selesai pada 2020. Sedangkan Menteri Pariwisata Arief Yahya pernah mengemukakan, potensi devisa yang bisa masuk ke Indonesia dari lima wilayah destinasi tersebut bisa sangat tinggi.

Potensi tersebut bisa dimaksimalkan, kalai percepatan pembangunan fasilitas dasar dan berbagai infrastruktur pendukung lainnya untuk lima wilayah tersebut bisa selesai. Lalu bagaimana perkembangannya sejauh ini dan seperti apa potensinya untuk menjadi kawasan wisata yang dikenal luas seperti di Bali?

Dari keterangan tertulis dari Kemenpar yang diperoleh Liputan6.com, sejauh ini pengembangan kelima destinasi super prioritas itu sudah menunjukan progres baik. Misalnya, berdirinya The Kaldera-Toba Nomadic Escape di lahan Zona Otorita Kabupaten Toba Samosir.

Kemudian pada 10 Oktober 2019, akan berlangsung groundbreaking Glamping di area yang sama. Sementara untuk mendorong perkembangan wisata di Borobudur, pemerintah membangun Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo yang baru diresmikan di tahun ini.  Bandara ini telah melayani 66 penerbangan dengan kapasitas bandara mencapai 3 juta penumpang.

Untuk destinasi Bali Baru lainnya yaitu Mandalika, proses pengukuran topografi dan konstruksi buat pembangunan Sirkuit MotoGP akan dimulai pada Oktober 2019 dan ditargetkan selesai pada 2020. Di destinasi Labuan Bajo, saat ini telah mencapai tahap finalisasi pembangunan hotel, marina, area komersial dan pelabuhan ferry.

Presiden Ingin Pembangunan Dipercepat

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau kawasan wisata Candi Borobudur Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau kawasan wisata Candi Borobudur Kabupaten Magelang Jawa Tengah. (Liputan6/Lizsa Egeham)

Lalu pada Oktober 2019, pemerintah menargetkan percepatan penetapan Peraturan Pemerintah (PP) perihal KEK Pariwisata Likupang yang telah disepakati pada 27 Agustus 2019 lalu.

Selain beragam perkembangan tadi, ada sejumlah rencana yang akan dicapai di lima daerah tersebut. Pengembangan infrastruktur di daerah-daerah itu akan lebih didorong agar bisa selesai pada 2020 mendatang. Presiden Jokowi menginginkan pembangunan tersebut dipercepat, sehingga dapat segera dipromosikan secara masif menjadi Bali Baru:

Untuk mencapai target itu, pemerintah menganggarkan dana Rp6,5 triliun untuk 4 destinasi super prioritas. Dengan rincian, Danau Toba Rp2,2 triliun, Borobudur Rp2,1 triliun, Labuan Bajo Rp300 miliar, dan Mandalika Rp1,9 triliun.

Lalu bagaimana pendapat pihak akademisi mengenai perkembangan dan potensi di lima Bali Baru tersebut? Mereka juga mengakui potensi kelima destinasi prioritas sangat luar biasa. Hal tersebut dikatakan Robert Alexander Moningka selaku dosen Pengelolaan Destinasi Wisata di Politeknik Sahid.

Meski begitu, memang butuh waktu untuk bisa mendekati apalagi menyamai Bali, yang sudah puluhan tahun lebih awal merintis dan membangun pariwisata mereka.

"Namun sebenarnya kita bisa belajar dari Bali atau destinasi sejenis yang ada. Caranya kita amati potensi yang ada. Kita tiru yang baik. Serta modifikasi sesuai dengan kearifan lokal," terang pria yang akrab disapa Bob Moningka ini pada Liputan.com.

Dengan metode amati, tiru dan modifikasi diyakini bisa membantu mengakselerasi perkembangan yang ada. Untuk itu dari sisi akademisi melihat semua pihak terkait dan berkepentingan harus mendukung kebijakan tersebut.

"Contohnya, saat pemerintah memutuskan kawasan Danau Toba sebagai destinasi prioritas. Seluruh pihak harus mau fokus mengembangkan destinasi tersebut," sambungnya.

Peran Pihak Kampus

Kuliner Danau Toba Samosir
Kuliner Danau Toba Samosir. (Foto: pixabay)

Menurut Bob, pemerintah membangun dan mengembangkan infrastruktur. Serta pembinaan teknis SDM, membuat pattern nees yang terkait. Pengusaha mendesain dan menjual paket wisata ke destinasi tersebut. Sedangkan pihak akademisi mengadakan riset dan pengembangan untuk SDM di destinasi terkait.

Semua program pendidikan dan pelatihan di kampus difokuskan & diarahkan ke dan di destinasi prioritas. Misalnya, dengan melakukan observasi, praktek pemanduan, akmodasi, tour pattern dan masih banyak lagi, yang selama ini hanya sekitar Jawa dan Bali, pihak kampus akan memindahkan fokus ke destinasi wisata super prioritas.

Selain itu, pihak lembaga pendidikan tinggi, bisa membantu dalam mempromosikan destinasi.

"Kalau di dunia perguruan tinggi kita pernah mengenal istilah 'Kuliah Kerja Nyata' dimana bagian dari Tridharma perguruan tinggi adalah pengabdian masyarakat. Nah, ada baiknya program itu dipakai juga sebagai program membantu pengembangan pariwisata," tutur Bob.

Pada saat kelima destinasi diputuskan sebagai prioritas tentunya mereka punya potensi bagus dari segi alam, sejarah, atau seni budayanya.

"Semua itu bisa dikembangkan. Apakah bisa seperti Bali, pasti bisa dengan kearifan lokal masing-masing. Libatkan pula asosiasi profesi pariwisata yang ada. Kenapa? Karena mereka sebagai pelaku bisnisnya yang akan ikut memajukan pariwisata," tandas Bob.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya