Liputan6.com, Jakarta - Pandemi mengubah banyak aspek gaya hidup, termasuk kebutuhan item fesyen. Apron alias celemek yang jarang dilirik kini bak benda wajib yang banyak diburu untuk bergaya di media sosial. Hal tersebut ditangkap sebagai peluang oleh sejumlah label lokal, termasuk Nadjani.
Brand yang biasanya memproduksi modest wear dan hijab itu spontan menjual apron di masa pandemi. Nadya Nizar, founder dan desainer Nadjani, menerangkan apron yang dibuat tetap mempertahankan DNA label yang kuat dengan motif warna-warni.
"Ibu-ibu kan makin rajin masak, tapi mereka juga mau tetap eksis di media sosial. Kita produksi 1.300 pieces, dan akhirnya malah habis," tutur Nadya dalam diskusi virtual bersama Tokopedia, beberapa waktu lalu.
Advertisement
Baca Juga
Apron menjadi salah satu upayanya mempertahankan bisnis fesyen yang dirintisnya sejak 2011 selama pandemi. Ia juga memproduksi mukena karena dinilai tidak keluar jalur.Â
"Ibu-ibu ini meski pandemi, hobi belanjanya lancar. Tapi, produknya harus disesuaikan dengan kebutuhan," sambung dia.
Nadya mengaku tidak otomatis memproduksi apron dan mukena. Ada riset yang dilakukan timnya sebelumnya, termasuk mengetes penerimaan pasar atas koleksi baju lebaran yang akan dikeluarkan.
"Aku keluarin PO untuk order baju lebaran. Ternyata, lebarannya enggak boleh, otomatis permintaan baju lebaran turun. Turunnya sampai 40 persen, ada lah. Akhirnya dirombak jadi mukena, karena bahannya sama," kata dia.
Strateginya jitu. Terbukti selama pandemi, penjualan produk naik sekitar 20 persen. "Alhamdulillah, pegawai tidak ada yang dirumahkan, tidak potong gaji, THR juga masih full," sambung Nadya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Inovasi Berikutnya
Nadya mengakui tren fesyen berubah sebagai imbas pandemi. Ke depan, baju rumahan akan lebih banyak dibutuhkan. Pasalnya, kebutuhan perempuan untuk bergaya tetap ada meski hanya di rumah saja.
Selain itu, ia memprediksi kerudung praktis juga akan banyak diminati. Tetapi, modelnya lebih variatif agar tetap terlihat kece meski beraktivitas di rumah saja.
Ia sendiri berencana memproduksi sajadah lipat untuk pekerja kantoran yang harus kembali ke luar rumah. Sementara, produk baju muslimnya tetap dipromosikan dengan cara bundling bersama masker. Sedangkan, apron dan mukena akan kembali diproduksi dengan inovasi berbeda.
"Aku sebenarnya enggak jualan masker. Kalau pun kemarin dijual, itu sebenarnya untuk didonasikan lagi ke orang yang lebih membutuhkan. Hasil dari penjualan masker kemarin, aku beliin ke pedagang kecil. Jadi, manfaatnya bisa panjang," ucapnya.
Advertisement