Cerita Akhir Pekan: Banyak Jenis dan Model, Mengapa Masih Banyak yang Malas Pakai Masker?

Benarkah latar belakang sosial dan pendidikan bisa berpengaruh pada kesadaran seseorang untuk menjalankan anjuran seperti memakai masker?

oleh Henry diperbarui 26 Jul 2020, 08:30 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2020, 08:30 WIB
ilustrasi berlibur tetap menggunakan masker/pexels
ilustrasi berlibur tetap menggunakan masker/pexels

Liputan6.com, Jakarta -  Masker menjadi salah satu alat kesehatan sebagai pencegahan penyebaran virus Corona COVID-19. Permintaan masker saat ini meningkat di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia.

Tidak seperti beberapa bulan lalu saat corona baru mewabah di Indonesia, masker jadi barang langka dan harganya pun naik berkali-kali lipat. Kini masker sudah diperoleh dan harganya pun sudah kembali normal. Jenis dan desainnya pun beragam. Banyak juga ditemui masker dengan berbagai motif unik.

Dari hanya sekadar berfungsi sebagai penutup hidung dan mulut, benda itu kini jadi aksesori pelengkap penampilan dengan pilihan desain beragam. Sayangnya, masih banyak orang yang belum mau atau jarang memakai masker. Padahal kasus positif corona di Indonesia masih terus bertambah.

Hal itu sepertinya tidak terlalu dipusingkan oleh Ghea yang tinggal di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Ia mengaku jarang memakai masker saat keluar rumah, termasuk saat pergi bekerja maupun di tempat kerjanya. Wanita yang bekerja di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini hanya memakai masker saat naik ojek online dari rumah ke kantornya.

“Kalau di kantor ada anjuran buat pakai masker ya tapi nggak wajib, ya saya jarang pakai. Saya memang jarang pakai masker, paling pas naik ojek atu perginya cukup jauh. Tapi itu juga jarang soalnya selama corona ini saya memang jarang pergi jauh,” kata Ghea saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 24 Juli 2020.

“Soalnya, rasanya nggak nyaman pakai masker, rasanya pengap gitu. Memang sih sekarang banyak modelnya yang bagus, tapi tetap aja saya jarang pakai. Ya memang corona masih ada, paling saya bawa tisu aja sama sering cuci tangan biar lebih bersih,” tambahnya.

Tak jauh beda dengan Ghea, bagi Roby yang tinggal di kawasan Dukuh Pinggir, Jakarta Pusat, ia merasa tak betah memakai masker. Tak hanya merasa tidak betah mengenakan masker dan dianggap agak merepotkan, pria yang bekerja di kawasan Slipi, Jakarta Barat ini merasa yakin tidak akan tertular virus corona karena merasa kondisi tubuhnya sehat-sehar saja.

“Saya dari beberapa bulan lalu sering di luar rumah karena pekerjaan memang lebih banyak di luar, saya jarang pakai masker dan sampai sekarang yang sehat-sehat aja. Awal-awal ada corona saya memang sempat pakai masker, tapi lama-kelamaan kayaknya nggak begitu berpengaruh dan repot juga bawa-bawa dan siapin masker, jadi udah sekarang jarang banget pakai masker,” tuturnya pada Liputan6.com, Kamis, 23 Juli 2020

“Ya bukan saya takabur atau nggak tahu informasi, tapi yang penting kita jaga jarak aja sama cuci tangan, itu kalau menurut saya udah cukup. Ya, kecuali kalau saya ke tempat yang diwajibkan pakai masker, ya terpaksa pakai,” lanjutnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Punya Pertimbangan Sendiri

Pemkot Tangerang Produksi Masker Kain
Peserta pelatihan kerja menjahit masker dari bahan kain di Balai Latihan Kerja (BLK) Larangan, Tangerang, Senin (6/4/2020). Pemkot Tangerang memproduksi sendiri masker kain untuk didistribusikan ke wilayah Tangerang guna mencegah penyebaran virus corona Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lalu kenapa masih banyak orang bersikeras tidak mau memakai masker? Menurut budayawan Butet Kertaradjasa, masyarakat kita sering punya pertimbangan atau pedoman tersendiri meski sudah ada anjuran atau pengumuman dari pemerintah untuk menjalankan suatu kebijakan seperti memakai masker.

"Kita sering tidak siap dengan perubahan, Ya tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Kalau tidak siap ya kita nggak bisa bergerak maju. Kita sering banyak pertimbangan, melihat atau bertanya dulu ke orang atau kelompok yang lebih dipercaya. Kalau memakai masker itu dianggap nggak penting bagi mereka misalnya, ya mereka akan menuruti," tutur Butet saat dihubungi Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Butet berharap saat-saat seperti ini jadi momen bagi kita untuk bersatu, jangan terlalu baper atau di bawah ke masalah politik atau yang lainnya. "Kalau pemerintah mengambil keputusan tentu kan sudah lewat pertimbangan yang matang dan berdasarkan pendapat para ahli di bidangnya, apalagi ini menyangkut masalah nyawa. Ya, sebaiknya kan kita ikuti. Jangan sampai jatuh korban lebih banyak lagi," sambungnya.

Situasi itu juga membuat prihatin para dokter dan ahli kesehatan seperti dokter Sonia Wibisono. Ia berpendapat, latar belakang sosial dan pendidikan bisa berpengaruh pada kesadaran seseorang untuk menjalankan anjuran seperti memakai masker.

"Latar belakang pendidikan kita memang masih rendah dan masih banyak mereka yang kelas menengah ke bawah, mereka tidak mau memakai masker karena berbagai alasan, seperti alasan ekonomi. Tapi mereka yang menengah kebawah juga banyak yang tidak mau pakai masker, Padahal tidak memakai masker di luar ruangan atau tempat umum itu egois karena kita bukan hanya tidak melindungi diri sendiri tapi juga orang lain," ujarnya lewat pesan elektronik pada Liputan6.com, Kamis, 23 Juli 2020.

Malu Kalau Tidak Pakai Masker

FOTO: Kasus COVID-19 di Indonesia Terus Bertambah
Warga mengenakan masker saat berada di Halte Transjakarta Harmoni, Jakarta, Jumat (17/7/2020). HIngga hari ini, infeksi COVID-19 di Indonesia telah mencapai 83.130 kasus atau bertambah 1.462 dari hari sebelumnya. (merdeka.com/Imam Buhori)

Dokter Sonia mencontohkan, banyak orang di restoran atau di acara tertentu di dalam ruangan tidak mau memakai masker, padahal risiko terpapar Covid-19 cukup tinggi di tempat yang berisi banyak orang.

Wanita yang sering menjadi pembawa acara dan bintang iklan ini menyarankan berbagai pihak membuat semacam program rutin untuk lebih memasyarakatkan pemakaian masker.

"Kalau bisa para tokoh, influencer, televisi bikin program yang menarik dan lucu, karena orang kita kan suka humor dan yang lucu-lucu dan itu bisa jadi cara untuk menarik perhatian banyak orang untuk pakai masker," terangnya.

"Bisa juga dengan membuat sentralisasi komunikasi dan informasi dari Kemenkominfo misalnya untuk membuat program rutin yang melibatkan influencer dan media yang materinya bisa membuat orang lebih sadar dan malu kalau tidak pakai masker," jelasnya lagi.

Ia juga menyarankan agar lini-lini utama kesehatan seperti Puskemas, posyandu, klinik sampai rumah sakit untuk menyebarkan informasi dengan membuat banyak flyer misalnya, tentang bahaya tidak memakai masker. Bisa disampaikan dengan cara yang menarik dan gampang dimengerti, apalagi sekarang ini sudah banyak masker dengan beragam desain dan harganya terjangkau.

Kalau ternyata masih banyak juga yang belum sadar akan pemakaian masker, Sonia menyarankan agar dibuat sanksi yang lebih berat lagi buat mereka yang melanggar aturan pakai masker. "Sekarang ini di beberapa daerah kan udah ada sanksi berupa denda uang, ini bagus buat menegakkan displin. terutama buat mereka yang harus berada di luar rumah," pungkas dokter Sonia Wibisono

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya