6 Fakta Menarik tentang Bulukumba, Lokasi Pembuatan Pinisi yang Melegenda

Bulukumba terkenal tak hanya karena panorama alamnya, tapi juga jadi tempat pembuatan pinisi yang sangat terkenal.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Feb 2021, 09:03 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2021, 09:03 WIB
Mengintip Pembuatan Perahu Pinisi di Bulukumba
Perahu Pinisi, perahu yang proses pembuatannya memadukan keterampilan teknis dengan kekuatan magis.

Liputan6.com, Jakarta - Bulukumba berlokasi di ujung selatan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.154,67 kilometer persegi dan berpenduduk sebanyak 395.560 jiwa dengan jarak tempuh dari Makassar sekitar 153 kilometer.

Bulukumba ini berbatasan dengan Kabupaten Sinjai di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone. Sementara ,di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores dan di sebelah barat berbatasan dengan Bantaeng.

Secara kewilayahan, Bulukumba terbagi dalam 10 kecamatan, 24 kelurahan, dan 123 desa. Kondisi geografis kabupaten ini juga terbilang kaya, mulai dari dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng – Lompobattang, dataran rendah, pantai, hingga laut lepas.

Bulukumba terkenal dengan industri perahu pinisi yang banyak memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Namun, Bulukumba tak hanya itu. Liputan6.com merangkum enam fakta menarik Bulukumba yang dikutip dari berbagai sumber, Jumat, 5 Februari 2021.

1. Asal Usul Nama Bulukumba

Secara etimologis, penamaan "Bulukumba", konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu "Bulu’ku" dan "Mupa" yang dalam bahasa Indonesia berarti "masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya". Mitos ini pertama muncul pada abad ke–17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone.

Di pesisir pantai yang bernama "Tana Kongkong", di situlah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu. Mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing.

Bangkeng Buki' (kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun, pihak Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki' sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan.

Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulu'kumupa" yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi "Bulukumba". Konon, sejak itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten. Hari jadi Bulukumba ditetapkan pada 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2. Bumi Panrita Lopi

Panrita Lopi
Pantai Panrita Lopi di Bulukumba (dok.instagram/@panritalopi_beach/https://www.instagram.com/panritalopi_beach/Komarudin)

Bulukumba terkenal sebagai daerah bermukim ahli pembuat kapal tradisional pinisi sehingga digelari Bumi Panrita Lopi. Dalam bahasa setempat, Panrita berarti ahli atau pengrajin, sedangkan Lopi artinya kapal, sehingga secara sederhana Panrita Lopi bermakna ahli pembuat kapal.

Layar perahu pinisi berjumlah tujuh buah yang melambangkan jumlah kecamatan di Bulukumba. Namun kini, Bulukumba telah dimekarkan menjadi 10 kecamatan.

Teknologi pembuatan kapal pinisi di Bulukumba telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dunia. Pinisi yang dibuat di daerah ini sudah mengarungi lautan dunia. Contohnya pinisi Nusantara yang dilayarkan dan berhasil mengarungi Samudera Pasifik sampai ke Vancouver, Kanada.

3. Adat Istiadat Masyarakat Bulukumba

Emak-emak suku Kajang sedang gotong-royong membuat dumpi eja (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Emak-emak suku Kajang sedang gotong-royong membuat dumpi eja (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Anynyorong Lopi termasuk ke dalam proses adat istiadat atau ritus dan perayaan-perayaan yang sering dilakukan oleh masyarakat Bulukumba. Annyorong Lopi terdiri atas dua kata, yaitu annyorong (mendorong) dan lopi (perahu). Jadi, Annyorong Lopi berarti mendorong perahu atau peluncuran perahu.

Annyorong Lopi adalah suatu aktivitas ritual yang dilakukan oleh masyarakat Bonto Bahari, sebagai suatu tanda syukur atas selesainya suatu kegiatan pembuatan perahu, dan perahu tersebut akan dioperasionalkan di laut.

Hal ini didasarkan oleh sistem kepercayaan yang dianut pada masyarakat Bugis, yang menyatakan bahwa segala sesuatunya yang dilakukan oleh manusia di dunia adalah kehendak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, setiap aktivitas yang relatif berskala besar dan berhasil diwujudkan, senantiasa dilakukan upacara syukuran, sebagai pertanda terima kasih kepada Tuhan atas berkah yang diberikan kepadanya.

Prosesi upacara Annyorong Lopi terdiri dari atas empat tahapan. Tahap pertama, sore hari dilakukan acara penyembelihan hewan kurban, sehari sebelum perahu peluncuran. Tahap kedua, acara syukuran yang dirangkaikan dengan acara songka bala (tolak bala). Acara ini dilakukan pada esok pagi pada hari peluncuran.

Tahap ketiga, pembuatan ammossi (membuat pusat perahu), dilakukan setelah acara pembacaan kitab al-barazanji dan songka bala selesai. Tahap keempat, yang merupakan inti dari semua rangkaian upacara yakni peluncuran perahu.

4. Kehidupan Suku Kajang, Bulukumba

Kue khas suku Kajang, dumpi eja (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Kue khas suku Kajang, dumpi eja (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Salah satu suku yang memiliki kehidupan yang berbeda dengan suku lainnya di Bulukumba adalah Suku Kajang. Suku ini salah satu suku yang tinggal di pedalaman Bulukumba.

Bagi mereka, daerah tersebut dianggap sebagai tanah warisan leluhur dan mereka menyebutnya, Tana Toa. Kawasan adat ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang bergelar Amma Toa.

Suku Kajang identik dengan kepercayaan yang sangat kuat, yang membedakannya dengan budaya- budaya lainnya, yakni bukan hanya soal berpakaian hitam- hitam setiap harinya, tetapi juga keyakinan mereka yang sangat kuat. Siapa saja yang memasuki kawasan adat tersebut, ditekankan untuk melepas alas kaki.

Selain itu, dianjurkan pula untuk memakai pakaian berwarna hitam dan tidak menggunakan kendaraan apapun. Masyarakat Suku Kajang memang diikat aturan agar masyarakatnya bertutur kata baik. Tidak mengeluarkan bahasa yang tidak sedap didengar. Kata Amma Toa, "Bahasa kotor dilarang. Kalau ada, didenda beli pakaian dua juta".

Masyarakat Suku Kajang juga dikenal dengan keterampilannya menenun. Hal ini dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakatnya. Selain menenun, sumber penghasilan warga Suku Kajang adalah bertani dan berkebun. Hasil pertanian dan perkebunan dijual di pasar-pasar tradisional di luar kawasan adat Suku Kajang.

 

5. Fakta Kapal Pinisi dari Bulukumba

Mengintip Pembuatan Perahu Pinisi di Bulukumba
Perahu Pinisi, perahu yang proses pembuatannya memadukan keterampilan teknis dengan kekuatan magis. (Foto: Gocelebes.com)

Sejak dahulu, orang Bulukumba terkenal memiliki kemampuan membuat kapal pinisi. Pusat kerajinan perahu pinisi terletak di Kelurahan Tana Beru, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba. Hingga saat ini, Bulukumba masih dikenal sebagai produsen perahu pinisi, di mana para pengrajin tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu tersebut.

Lamanya pembuatan sebuah perahu yaitu sekitar tiga hingga enam bulan. Kadang-kadang lebih lama, tergantung dari kesiapan bahan dan musim. 

Pembuatan perahu pinisi cukup unik, karena prosesnya memadukan keterampilan teknis dengan kekuatan magis. Dimulai dengan pemilihan kayu, prosesnya tak bisa sembarangan, melainkan harus mengikuti hari baik yang ditetapkan.

Hari baik untuk mencari kayu biasanya pada  hari ke-5 atau hari ke-7 di bulan tersebut. Penentuan hari tersebut pun tentu saja mempunyai arti tersendiri, angka lima melambangkan rezeki yang telah diraih, sedangkan angka tujuh melambangkan hoki atau akan mendapatkan rezeki.

Fakta unik lainnya bahwa perahu ini hanya dikerjakan oleh lima orang, meskipun terkadang seperti tidak masuk akal. Masyarakat sekitar percaya jika perahu satu ini dikerjakan secara beramai-ramai atau banyak orang, akan mempengaruhi atau mengurangi nilai seni dari perahu itu.

 

6. Coto Kuda Bulukumba

Coto kuda 20160410
Coto kuda marak di Jeneponto (Liputan6.com / Ahmad Yusran)

Jika di Makassar Anda sering mendengar makanan berupa Coto Makassar, Anda bisa menemukan Coto Kuda saat berada di Bulukumba. Makanan ini terkenal karena rasanya yang gurih dan memiliki aroma yang harum. Hal ini dikarenakan di dalamnya berisi daging sapi dan juga jeroan yang diolah dengan menggunakan racikan dan bumbu khusus.

Dibandingkan dengan Coto Makassar, makanan satu ini memiliki aroma yang sangat khas. Hal ini dikarenakan selain menggunakan bahan berupa daging sapi, Coto Kuda ini juga menggunakan daging kuda.

Daging tersebut memiliki tekstur yang sedikit lebih keras dibanding dengan daging sapi. Untuk itu, ketika Anda berada di Bulukumba, maka wajib untuk mencicipi hidangan unik satu ini. (Melia Setiawati)

5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi.

Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya