Liputan6.com, Jakarta - Taman Nasional Kelimutu menyimpan keindahan alam yang tiada dua. Destinasi wisata yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut juga tersohor dengan Danau Kelimutu, yakni danau tiga warna yang indah.
Kawah Danau Kelimutu dengan kawah tiga warna itu, yakni Tiwu Ata Polo, Tiwu Ata Mbupu, dan Tiwu Nuwa Muri Ko'o Fai. Cerita di balik pesona ini dirangkum dalam unggahan akun resmi Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, Ditjen KSDAE Kementerian LHK, @ayoketamannasional_official.
Advertisement
Baca Juga
Dalam keterangan dituliskan, pembentukan ketiga danau ini ditengarai karena aktivitas vulkanik Gunung Kelimutu pada masa lampau. Ketiga danau warna yang terletak di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, NTT ini menyuguhkan fenomena alam yang unik nan memesona.
Pesona itu berasal dari warna ketiga danau yang berbeda satu sama lain. Warnanya juga diketahui selalu berubah dari waktu ke waktu.
"Geoteknologi LIPI Bandung mencatat sebanyak 12 kali perubahan warna dalam kurun waktu 25 tahun. Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat memastikan penyebab perubahan warna, baik waktu & pola perubahan warnanya," bunyi keterangan itu.
Disebutkan pula, beberapa peneliti hanya memperkirakan fenomena yang ada terutama akibat pengaruh aktivitas vulkanik, kandungan biologis di sekitarnya, serta kandungan geologis yang ada di bawah kawah danau. Riset Pasternak puluhan tahun lalu menunjukkan bahwa Gunung Kelimutu, termasuk gunung api tipe stratovolcano yang tidak banyak mengeluarkan material vulkanis.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tempat Sakral
Gunung yang berada pada ketinggian 1.631 mdpl ini terakhir kali meletus pada 1968. Aktivitas vulkanis Gunung Kelimutu tercatat 11 kali selama 1830--1996.
"Adapun perubahan warna air tiga danau itu terjadi sejak letusan pada Tahun 1886. Volume air ketiga danau diperkirakan mencapai 1.292 juta meter kubik," lanjut keterangan itu.
Disampaikan pula, suku terbesar di wilayah Kabupaten Ende, yakni Suku Lio, yang meyakini Kelimutu adalah tempat sakral yang disebut dalam bahasa setempat "keli eo bhisa gia" (gunung yang sakral).
"Danau ini diyakini sebagai tempat kediaman jiwa-jiwa orang yg telah meninggal, berdasarkan perbuatan semasa hidupnya," jelas keterangan itu.
Advertisement