Hubungan Ancaman Pelecehan Seksual di Tempat Kerja dengan Kesenjangan Upah Gender

Dalam sebuah studi di Inggris tercatat bahwa setengah respondennya pernah mengalami kekerasan seksual di tempat kerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jul 2021, 15:02 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2021, 15:02 WIB
Kekerasan Secara Seksual
Ilustrasi Kekerasan Secara Seksual Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Setengah responden wanita dalam sebuah survei di Inggris mengaku telah mengalami kekerasan seksual di tempat kerja. Menurut jajak pendapat oleh YouGov, sekitar seperempat wanita mengalami sentuhan tidak diinginkan, mendengar rekan kerja membuat komentar seksual tentang rekan kerja di depan mereka, dan ditanyai atau diinterogasi tentang kehidupan seks mereka di tempat kerja.

Melansir Independent, Rabu 30 Juni 2021, survei tersebut dilakukan pada lebih dari seribu wanita yang tinggal di Inggris. Mereka menemukan satu dari 10 wanita mengalami pelecehan seksual di tempat kerja dan satu persen wanita pernah mengalami pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan di tempat kerja.

Sarah Morrison, juru kampanye senior di Avaaz, sebuah gerakan sipil global yang menugaskan survei tersebut, mengatakan, "Tidak ada wanita yang harus takut akan kekerasan atau pelecehan seksual di tempat kerja, tapi yang mengejutkan, itu masih jadi bagian dari kehidupan kerja bagi jutaan wanita di Inggris."

Morrison memperingatkan bahwa kekerasan seksual di tempat kerja lazim terjadi di seluruh dunia. Sekitar satu dari empat negara tidak memiliki ketentuan hukum untuk melindungi perempuan dari pelecehan seksual di tempat kerjar.

"Pelecehan seksual adalah kontributor kesenjangan upah gender yang terus-menerus. Itu menyebabkan kontribusi wanita yang masuk atau bertahan di pasar tenaga kerja jadi lebih sedikit, dan akhirnya berdampak pada kemajuan karier mereka,” katanya. "Tidak ada wanita yang harus merasa takut untuk pergi ke tempat kerja. Mereka pantas mendapatkan rasa hormat di tempat kerja."

Setengah responden tercatat percaya bahwa pemerintah Inggris tidak cukup berupaya menghentikan kasus pelecehan seksual di tempat kerja pada perempuan. Sementara, sekitar enam dari 10 wanita mengatakan jika laporan pelecehan seksual akan tetap anonim, mereka akan lebih mungkin melapor.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Upaya Melindungi Wanita dari Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Ilustrasi
Ilustrasi kekerasan seksual. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Data tersebut muncul sebelum pertemuan Forum Kesetaraan Generasi di Paris, Prancis pada 30 Juni dan 2 Juli 2021. Ini adalah puncak pertemuan untuk menetapkan agenda global tentang hak-hak perempuan selama 10 tahun ke depan.

Salah satu topik utama dalam agenda KTT akan fokus pada apakah pemerintah harus meratifikasi Konvensi Kekerasan dan Pelecehan ILO yang merupakan konvensi internasional pertama di dunia yang secara tegas bertujuan melindungi karyawan dari pelecehan seksual di tempat kerja.

Konvensi tersebut digambarkan sebagai "perjanjian internasional pertama yang mengakui hak setiap orang di dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan, termasuk kekerasan dan pelecehan berbasis gender."

"Inggris harus memberikan bobotnya di belakang perjanjian bersejarah ini untuk melindungi perempuan di seluruh dunia dari kekerasan berbasis gender di tempat kerja. Wanita tidak bisa menunggu lebih lama lagi," ucap Morisson.

Deeba Syed, pejabat hukum senior di Women's Rights, mengatakan, pihaknya sangat mendesak pemerintah Inggris untuk meratifikasi Konvensi ILO tentang pelecehan dan kekerasan di tempat kerja.

"Konvensi tersebut menjamin perlindungan bagi perempuan dari pelecehan, tidak hanya dari rekan kerja, tapi juga klien, pelanggan, dan pasien. Itu juga ditujukan untuk perempuan yang sangat rentan, seperti mereka yang melakukan pekerjaan rumah tangga, atau mereka yang bekerja di malam hari atau sendirian," katanya.

 

Jangan Cuma Basa-basi

Kekerasan Seksual
Ilustrasi Kekerasan Seksual Credit: pexels.com/pixabay

Syed menyambung, "Ratifikasi adalah kunci dalam mengubah sikap dan kesalahpahaman tentang pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja. Ini akan memaksa pengusaha mengakui pengalaman diskriminasi perempuan dalam dinamika kekuasaan yang tidak setara, apakah mereka bekerja dari rumah atau di garis depan.”

"Yang terpenting, konvensi ini juga membahas dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan di tempat kerja, masalah yang semakin berkembang sejak pandemi Covid-19, dan akan mengabadikan hak atas cuti berbayar dan kerja fleksibel yang saat ini tidak dimiliki para korban," tambahnya.

Lewat panggilan ke saluran pihaknya, mereka telah memberi nasihat hukum gratis bagi perempuan korban pelecehan seksual di tempat kerja. Dengan tegas ia menyebut bahwa para korban pantas mendapatkan keadilan dan keamanan.

"Sudah lebih dari setahun sejak pemerintah (Inggris) menutup 'Konsultasi tentang Pelecehan Seksual di Tempat Kerja' dan kami masih menunggu apakah mereka akan memperkuat hukum. Pemerintah harus bertindak jika komitmen mereka untuk menanggapi pelecehan seksual di tempat kerja lebih dari sekadar basa-basi," tutup Syed. (Jihan Karina Lasena)

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya