Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mendesak pemerintah turun tangan dalam mengatasi tingginya harga tes Covid-19 di berbagai wilayah. Asosiasi juga meminta agar tes antigen bisa digunakan sebagai alternatif pengujian yang lebih terjangkau dibandingkan tes PCR.
Dilansir dari Japan Today, Sabtu, 31 Juli 2021, IATA juga menyarankan agar pemerintah mengadaptasi panduan termutakhir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membebaskan pelancong yang sudah divaksinasi penuh dari kewajiban tes Covid-19.
Advertisement
Baca Juga
"IATA mendukung pemeriksaan COVID-19 sebagai jalan untuk membuka kembali perjalanan internasional. Namun, dukungan yang kami berikan bukanlah tanpa syarat. Selain dapat diandalkan, pemeriksaan harus bisa diakses, terjangkau, dan sesuai dengan tingkat risiko," ujar Willie Walsh, Direktur Jenderal IATA.
Menurut survei IATA, 86 persen responden bersedia untuk melakukan tes. Namun, sebanyak 70 persen meyakini bahwa biaya pemeriksaan menjadi masalah dalam melakukan perjalanan.
Sementara, 78 persen percaya bahwa pemerintah harus menanggung biaya pemeriksaan yang wajib. Selain masalah biaya, tes Covid-19 juga mengakibatkan stres dan menimbulkan ketidakpastian dalam melakukan perjalanan.
"Terlalu banyak pemerintah yang gagal dalam menangani pandemi. Biaya yang dikeluarkan sangat bervariasi antar-wilayah. Pemerintahan Inggris merupakan contoh negara yang gagal dalam mengelola pemeriksaan COVID-19. Harganya mahal, lebih buruk lagi harga terlalu mahal. Dalam kedua kasus ini terlihat bahwa pemerintah juga memungut PPN," kata Walsh.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Biaya Tes
Tes cepat Covid-19 generasi terbaru saat ini berbiaya kurang dari 10 dolar AS atau sekitar Rp144 ribu per tes. Sementara uji PCR diperlukan untuk memastikan hasil positif, panduan WHO melihat tes swab antigen sebagai alternatif uji PCR yang bisa diterima. Ketika pengujian itu diwajibkan, Regulasi Kesehatan Internasional WHO menyatakan bahwa baik penumpang maupun maskapai semestinya tidak menanggung biaya pemeriksaan.
Pengujian juga harus disesuaikan dengan tingkat ancaman. Inggris, contohnya, menurut data Layanan Kesehatan Nasional terbaru tentang pengujian pendatang yang baru tiba, lebih dari 1,37 juta tes dijalankan untuk kedatangan dari negara-negara yang masuk daftar kuning.
Hasilnya, hanya satu persen yang hasilnya positif dalam empat bulan. Sementara, kasus positif Covid-19 yang terdeteksi dari populasi umum setiap hari hampir tiga kali lipatnya.
"Data dari pemerintah Inggris mengonfirmasi bahwa pelancong internasional berisiko rendah mengimpor Covid-19 dibandingkan tingkat infeksi yang ada di dalam negeri itu," ujar Walsh.
Advertisement
46 Juta Pekerjaan
Walsh mendesak agar pemerintah Inggris mengikuti panduan WHO dan menerima tes antigen sebagai metode pengujian tercepat, terjangkau, dan efektif. Dengan syarat, mereka yang terkonfirmasi positif dalam tes swab antigen harus kembali menjalani tes PCR.
"Ini bisa membuka jalan bahkan bagi mereka yang belum divaksinasi untuk mengakses perjalanan," ucap Walsh.
Dia mengingatkan pembukaan kembali perjalanan internasional sangat vital artinya untuk mendukung 46 juta pekerjaan di sektor travel dan pariwisata yang bergantung kepada penerbangan. Surveri terbaru IATA, sambung dia, mengonfirmasi bahwa tingginya biaya pengujian akan sangat membebani pemulihan sektor perjalanan.
"Ini menjadi tidak masuk akal bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang membuka kembali perbatasan, jika langkah-langkah itu membuat biaya perjalanan menjadi mahal bagi kebanyakan orang. Kami membutuhkan sebuah permulaan kembali yang terjangkau untuk semua," ucap Walsh. (Gabriella Ajeng Larasati)
Pariwisata dalam Setahun Pandemi Covid-19
Advertisement