Berang-Berang Laut Ternyata Bantu Kendalikan Perubahan Iklim

Populasi berang-berang laut sempat turun drastis karena diburu untuk bulunya. Setelah kembali, begini cara berang-berang laut membantu melawan perubahan iklim.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Sep 2021, 18:02 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2021, 18:02 WIB
Berang-Berang Laut Ternyata Bantu Mengatasi Perubahan Iklim
Ilustrasi berang-berang sedang berenang. (dok. Benny Stæhr/Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta - Populasi berang-berang laut yang merosot karena diburu untuk diambil bulunya pada abad ke-19 kini telah pulih. Pemulihan itu tidak hanya memperbaiki ekosistem mereka, tetapi juga dapat meningkatkan peran mereka sebagai penyerap karbon.

Melansir BBC, Senin (20/9/2021), berang-berang laut merupakan hewan yang paling berbulu di bumi dengan kepadatan helaian rambut 700 kali lebih padat daripada rambut di kepala manusia. Berang-berang laut berperan dalam menjaga ekosistem hutan rumput laut di Pasifik Utara.

Menurut Brent Hughes, ahli ekologi kelautan yang mempelajari habitat pesisir di Universitas Sonoma State California, mengatakan hewan lain makan lebih banyak dibandingkan dengan berat badan mereka. Karena kekurangan lemak, berang-berang laut akan makan sebanyak seperempat dari berat badan mereka dalam sehari untuk menghangatkan diri.

Berang-berang laut dapat membantu ekosistem dalam menangkap karbon dari atmosfer. Mereka menyimpannya sebagai biomassa dan detritus di laut dalam, mencegah sisa-sisa tersebut kembali menjadi karbon dioksida yang dapat merusak iklim.

Dahulu, hewan berbulu ini tersebar di perairan pesisir Samudra Pasifik Utara, dari Baja California hingga Alaska. Pada 1700-an hingga 1800-an, terjadi perdagangan bulu hewan ini hingga mengakibatkan 2000 ekor diburu. Sejak saat itu, dilakukannya upaya konservasi untuk memulihkan populasi berang-berang laut.

Hilangnya berang-berang laut berdampak pada ekosistem hutan rumput laut. James Estes, seorang penyelam pada 1970-an, melihat bahwa hutan rumput laut di Kepulauan Aleutian tampak seperti gurun bawah laut dibandingkan ketika terdapat berang-berang laut.

"Mereka (berang-berang laut) memiliki dampak besar terhadap ekosistem," ujar Heidi Pearson, ahli biologi kelautan Universitas of Alaska Southeast.

"Tanpa mereka stabilitas ekosistem akan hilang," tambahnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penyuka Siput Laut

Berang-Berang Laut Ternyata Bantu Mengatasi Perubahan Iklim
Ilustrasi berang-berang laut. (dok.Anchor Lee/Unsplash.com)

Berang-berang laut menyukai bulu babi karena mengandung banyak kalori dan mudah ditangkap oleh mereka. Jika berang-berang laut hilang dari ekosistem, jumlah bulu babi akan meningkat.

Bulu babi ini akan memakan rumput laut dan menghanyutkan sisa-sisanya. Hal tersebut berdampak pada banyak spesies, salah satunya ikan.

Bulu babi bahkan dapat bertahan setelah memangkas hamparan rumput laut dan mulai memakan rumput laut muda, karena kemampuannya ini bulu babi disebut sebagai landak zombie. Berang-berang laut dapat menyeimbangkan ekosistem laut.

Selain itu, berang-berang laut dapat membantu pertumbuhan seagrass agar dapat menyerap lebih banyak sinar matahari ke dalam laut. Berang-berang ini membantu dengan cara memakan kepiting sehingga siput laut dapat hidup dan membantu pertumbuhan seagrass.

"Mereka (siput laut) tidak memakan seagrass. Mereka memiliki semacam radula yang dapat mengikis seagrass dan menghilangkan epifit. Jadi pada dasarnya melindungi seagrass," tutur Hughes.

 

Potensi Serapan Karbon

Berang-berang laut yang langka.
Berang-berang laut yang langka. Dok: Wikimedia

Menurut studi tentang potensi penyerapan karbon dari berang-berang laut di Pasifik Utara antara Kepulauan Aleutian dan Pulau Vancouver pada 2012, ditemukan bahwa keberadaan berang-berang laut di habitat terumbu karang berbatu, mampu menyimpan 4,4 hingga 8,7 juta ton karbon dibandingkan wilayah tanpa berang-berang. Jumlah karbon ini lebih banyak dari karbon yang dikeluarkan oleh satu juta mobil selama setahun.

Seperti halnya rumput laut, seagrass juga menyerap karbon dan menyimpan banyak karbon di akarnya. Ketika tanaman tersebut mati, karbon akan tetap berada di sedimen dan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk kembali dalam bentuk gas.

"Seagrass, rawa-rawa, dan mangrove, ini merupakan ketiga habitat yang dapat menyerap karbon, menurut saya," ujar Hughes.

Namun, memulihkan kondisi berang-berang bukanlah suatu ‘kemenangan’ bagi banyak orang. Itu lantaran selera makan berang-berang yang besar dapat mengurangi peluang nelayan dalam penangkapan ikan di laut. (Gabriella Ajeng Larasati)

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya